Konflik Palestina vs Israel

Israel Terjebak Dalam Dilema, Menanti Serangan Balasan Iran dan Kini Hadapi Perang Saudara di Israel

telah memperingatkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak akan mengorbankan pemerintahannya untuk melindungi warga Israel.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
Oren Ziv/AFP
Israel kembali huru-huru, setelah terkena roket Hizbullah, kini rusuh sama warga sendiri hingga bobol Pangkalan Militer hingga Senin, (29/7/2024) tengah malam. 

Israel Terjebak Dalam Dilema, Menanti Serangan Balasan Iran dan Kini Hadapi Perang Saudara di Israel

SERAMBINEWS.COM – Para pejabat tinggi Israel saat ini terjebak dalam situasi dilema, di mana mereka ketakutan menanti serangan besar Iran maupun Hizbullah dan proksinya.

Kini situasi di dalam wilayah Israel juga sangat tidak kondusif, para pejabat terlibat konflik kepentingan.

Hal ini telah membangun perang saudara di internal Israel.

Anggota Knesset Israel dan pemimpin oposisi, Benny Gantz telah memperingatkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak akan mengorbankan pemerintahannya untuk melindungi warga Israel.

Ia juga mengatakan, Netanyahu juga tidak akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah perang saudara.

Mantan anggota kabinet perang Israel itu menekankan bahwa orang Israel tidak sadar akan terjadi perang saudara.

“Ada kepemimpinan yang memecah belah rakyat dan meracuni sumur yang menjadi sumber minum semua orang," katanya.

Saluran TV 14 Israel melaporkan bahwa Gantz mengungkapkan pemikirannya selama upacara publik yang diadakan pada Senin untuk memperingati apa yang disebut "penghancuran Bait Suci."

IDF kacau, rencana serangan balasan terhadap kelompok pejuang Islam Hizbullah ke Lebanon menjadi buyar usai pangkalan militer Israel diserbu massa sayap kanan hingga tengah malam, Senin (29/7/2024)
IDF kacau, rencana serangan balasan terhadap kelompok pejuang Islam Hizbullah ke Lebanon menjadi buyar usai pangkalan militer Israel diserbu massa sayap kanan hingga tengah malam, Senin (29/7/2024) (Oren Ziv/AFP)

Gantz mengecam penggerebekan di pangkalan militer dan penginjakan terhadap martabat keluarga tawanan.

"Kita telah melewati ambang batas kekerasan verbal dan fisik," kata Gantz.

“Masalah ini akan berakhir dengan pembunuhan. Kita belum belajar dari kejadian 7 Oktober, atau dari penghancuran Bait Suci,” lanjutnya.

Pernyataan ini muncul bersamaan dengan keretakan hubungan antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Keamanannya Yoav Gallant.

Keretakan itu telah menyebabkan kekhawatiran signifikan di kalangan pejabat senior dalam aparat keamanan Israel, termasuk pasukan pendudukan Israel, Shin Bet, dan Mossad.

Di sisi lain, surat kabar Amerika The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan, mengutip sumber-sumber terpercaya, bahwa Israel telah menaikkan tingkat kewaspadaan militernya ke level tertinggi untuk pertama kalinya bulan ini.

Hal itu menyusul pengamatan persiapan oleh Iran dan Hizbullah untuk potensi melancarkan operasi berskala besar.

WSJ menyatakan bahwa meskipun Israel tidak yakin apakah operasi pembalasan akan segera terjadi, mereka tetap akan berhati-hati.

Laporan tersebut juga mengutip pernyataan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin yang mengatakan bahwa skuad Kapal Induk USS Abraham Lincoln, yang saat ini berada di Laut Cina Selatan, tengah bergerak cepat menuju Timur Tengah.

 

Masa Depan Suram Menanti Israel

Majalah Foreign Affairs telah melukiskan gambaran suram tentang masa depan Israel setelah perang di Gaza.

Mereka meramalkan potensi kehancuran Israel dan masa depan yang gelap yang ditandai oleh ketidakstabilan internal dan meningkatnya isolasi global.

Majalah tersebut berpendapat bahwa Operasi Banjir Al-Aqsa yang dilakukan oleh perlawanan Palestina pada tanggal 7 Oktober 2023, menghantam pendudukan Israel pada saat terjadi pergolakan internal yang mendalam. 

Hal ini menyoroti perpecahan yang mendalam dalam masyarakat Israel, yang diperburuk oleh dorongan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk melakukan reformasi peradilan yang kontroversial yang bertujuan untuk secara signifikan membatasi kewenangan Mahkamah Agung atas tindakan pemerintah.

Usulan perubahan hukum ini memicu protes yang meluas, yang menunjukkan bahwa negara tersebut terpecah belah secara politik. 

Menurut Foreign Affairs, konflik yang sedang berlangsung dengan Gaza hanya berfungsi untuk memperparah perpecahan politik di Israel.

Majalah tersebut memperingatkan bahwa pendudukan Israel dapat berada di ambang transformasi menjadi negara yang terpecah-pecah, 

dengan kelompok-kelompok keagamaan dan nasionalis sayap kanan yang berpotensi membangun pemerintahan de facto mereka sendiri, khususnya di permukiman Tepi Barat.

Tangkap layar dari video yang dirilis oleh Hizbullah yang menunjukkan momen salah satu serangan balasannya terhadap wilayah Israel Utara pada Jumat (9/8/2024)
Tangkap layar dari video yang dirilis oleh Hizbullah yang menunjukkan momen salah satu serangan balasannya terhadap wilayah Israel Utara pada Jumat (9/8/2024) (Press TV)

 

Dalam skenario yang lebih mengerikan, Foreign Affairs berspekulasi bahwa pendudukan Israel mungkin menghadapi konflik sipil yang penuh kekerasan, yang mempertemukan para ekstremis agama bersenjata dengan lembaga-lembaga resmi negara.

Selain itu, kehadiran pasukan keamanan yang bersaing dan melemahnya pengawasan parlemen diperkirakan akan melemahkan aparat keamanan Israel secara keseluruhan, yang berpotensi menyebabkan runtuhnya struktur pemerintahannya.

Meski perang saudara yang sebenarnya belum terjadi, Foreign Affairs memperingatkan bahwa langkah Israel saat ini kemungkinan besar akan berujung pada ketidakstabilan berkepanjangan dan keruntuhan ekonomi, yang berpotensi menyebabkan kegagalannya.

Di panggung internasional, majalah tersebut mencatat bahwa pendudukan Israel semakin terisolasi.

Meskipun terus mendapat dukungan dari sekutu utama seperti Amerika Serikat, Foreign Affairs menegaskan bahwa opini publik global yang negatif, 

ditambah dengan tantangan hukum dan diplomatik yang semakin meningkat, akan semakin meminggirkan pendudukan Israel di kancah internasional.

 

Pejabat Tinggi Israel: Serangan Hizbullah Makin Mematikan Dari Hari Ke Hari

Seorang pejabat tinggi Israel mengingatkan pemerintah Benjamin Netanyahu terkait serangan Hizbullah yang semakin intensif.

Ia mengatakan, serangan Hizbullah semakin mematikan dari hari ke hari.

Hizbullah telah meningkatkan operasinya di wilayah Utara, karena serangan-serangan ini menjadi lebih mematikan dan lebih kuat.

Hal itu diungkapkan Kepala Dewan Upper al-Jalil Israel, Giora Zaltz pada Sabtu (10/8/2024). 

Zaltz, yang mengepalai otoritas lokal yang mengatur sebagian besar wilayah utara yang diduduki Israel, mengatakan bahwa wilayah-wilayah ini menjadi semakin tidak aman. 

Pejabat itu mengkritik pemerintah pusat Israel, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, atas kebijakannya di utara.

"Pemerintah Netanyahu menemukan, dalam beberapa minggu terakhir, bahwa ada musuh di perbatasan utara yang disebut Hizbullah dan mereka menunggu tanggapan [Hizbullah] atas pembunuhan komandan (Fouad) Shokor di pinggiran selatan Beirut," jelas Zaltz. 

Kelompok perlawanan di Lebanon, Hizbullah telah melancarakan serangan besar ke wilayah Israel pada dini hari tadi, Senin (12/8/2024) waktu setempat.
Kelompok perlawanan di Lebanon, Hizbullah telah melancarakan serangan besar ke wilayah Israel pada dini hari tadi, Senin (12/8/2024) waktu setempat. (SERAMBINEWS.COM/Al Mayadeen)

Ia menekankan bahwa situasi di wilayah utara semakin memburuk dari hari ke hari.

Ia mengatakan, sirine perang di wilayah utara sertiap hari berbunyi dan meraung-raung akibat serangan pesawat tak berawak dan roket Hizbullah.

Pejabat Israel mengungkapkan bahwa puluhan unit perumahan pemukim telah dihancurkan, area yang luas telah dibakar, dan puluhan korban telah tercatat di antara tentara dan pemukim Israel

Selain kerugian material dan manusia yang diderita oleh pendudukan Israel, Zaltz menunjuk pada sektor perawatan kesehatan, perbankan, dan pendidikan yang sama sekali tidak berfungsi di wilayah utara.

Zaltz menegaskan kembali seruannya untuk perubahan radikal dalam strategi pemerintah Israel di wilayah utara yang akan memungkinkan para pemukim yang dievakuasi untuk kembali ke pos-pos kolonial mereka. 

Pada Senin (12/8/2024) dini hari, Hizbullah melancarkan serangan 30 roket melintas ke Israel dari Lebanon, menuju daerah sekitar Nahariya. 

Kelompok itu mengatakan serangkaian roket Katyusha ditembakkan ke markas besar Divisi ke-146 yang baru didirikan di Giaton pada Senin dini hari. 

Ditambahkannya, operasi itu dilakukan sebagai respons terhadap serangan Israel terhadap wilayah sipil di Lebanon selatan, khususnya di kota Maaroub serta untuk mendukung warga Palestina di Gaza.

“Para pejuang Perlawanan Islam pada hari Senin, 12-08-2024, membombardir markas komando Divisi 146 yang baru didirikan di Jaatoun dengan rentetan roket Katyusha,” kata pernyataan itu.

Media Israel melaporkan kalau sistem pertahanan udara Iron Dome Israel tidak mampu mencegat sebagian besar rudal Hizbullah itu.

Menurut saluran TV Al-Manar Lebanon, suara ledakan terdengar di kota Nahariya hingga daerah Al-Kariyot di kota Haifa.

Beberapa sumber melaporkan bahwa lebih dari 30 roket ditembakkan dari Lebanon ke arah utara Israel.

Israel telah mengonfirmasi laporan tersebut, dengan mengatakan serangan roket tersebut memicu sirene peringatan di Nahariya dan wilayah Galilea Barat.

Serangan baru itu terjadi beberapa jam setelah Hizbullah melancarkan serangkaian serangan pesawat tak berawak, roket, dan rudal terhadap pangkalan Zionis.

Dalam serangan roket pada hari Minggu sebelumnya, pejuang Hizbullah menargetkan sekitar pangkalan militer tempat tentara Zionis berkumpul. 

Dalam sebuah pernyataan, kelompok perlawanan Hizbullah mengatakan bahwa pesawat tempurnya menyerang pangkalan Malikiyah, yang mengakibatkan kerusakan berat pada fasilitas mata-mata musuh.

Mereka juga mengumumkan dua serangan terpisah terhadap pangkalan militer Al Marj dan Ruwaisat Al-Alam.

(Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved