Konflik Palestina vs Israel
Update Perundingan Israel dan Hamas, Begini Hasilnya
Israel sudah memulai perundingan dengan kelompok Hamas yang difasilitasi Amerika Serikat, Qatar dan Mesir di Doha dimulai Kamis (15/8/2024) kemarin.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM - Israel sudah memulai perundingan dengan kelompok Hamas yang difasilitasi Amerika Serikat, Qatar dan Mesir di Doha dimulai Kamis (15/8/2024) kemarin.
Adapun update perundingan antara Israel dan Hamas disebutkan telah menghasilkan kesepakatan potensial sebagai harapan terbaik untuk mencegah konflik regional yang lebih besar sebagaimana dilansir dari Times of Israel, Jumat pagi.
Juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby menyebut Kamis kemarin sebagai awal yang menjanjikan.
"Negosiasi diperkirakan akan berlangsung hingga hari Jumat," ucap Kirby.
"Kendala yang tersisa dapat diatasi, dan kita harus mengakhiri proses ini," sambungnya.
Baca juga: Israel Makin Terjepit Jelang Gempuran Iran-Lebanon, Hamas Abaikan Perundingan karena Alasan Ini
Baca juga: Hari Ini Israel Kirim Delegasi Perundingan Gencatan Senjata, Hamas Absen Akibat Sering Ditipu
Perundingan tersebut dipimpin Kepala Mossad (Intelijen) David Barnea, meski demikian Hamas tidak mengirim delegasi sama sekali karena dilaporkan sudah hilang kepercayaan.
Perundingan ini untuk merinci kesepakatan bertahap mengakhiri perang (gencatan senjata) usai serangan pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 dan 251 warga Israel.
Sementara di sisi lain Otoritas kesehatan Hamas mengatakan per Kamis kemarin, jumlah korban di Jalur Gaza telah melampaui 40.000 warga Palestina dibunuh Israel, kebanyakan perempuan dan anak kecil.
Para mediator telah menghabiskan waktu berbulan-bulan mencoba menyusun rencana tiga tahap.
Di mana Hamas akan membebaskan lebih dari 100 sandera yang masih ditahannya di Gaza dengan imbalan gencatan senjata, penarikan pasukan Israel dari Gaza dan pembebasan tahanan keamanan Palestina yang dipenjara oleh Israel.
Israel Makin Terjepit Jelang Gempuran Iran-Lebanon
Diberitakan sebelumnya, Israel makin terjepit jelang gempuran Iran dan Lebanon, semakin panik saat Hamas mengabaikan perundingan gencatan senjata yang digelar di Doha, Qatar pada Kamis (15/8/2024).
Diketahui salah seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada Reuters pada Rabu kemarin, kelompok pejuang Islam itu tidak akan menghadiri perundingan tersebut.
Osama Hamdan dari Hamas kepada AP mengatakan, kelompok itu kehilangan kepercayaan pada kemampuan AS untuk menengahi gencatan senjata di Gaza.
Dikatakannya, Hamas hanya akan mengambil bagian dalam pembicaraan jika mereka fokus pada penerapan proposal yang dirinci Presiden AS, Joe Biden pada Mei lalu dan didukung internasional.
Sementara pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri kepada Reuters mengatakan, delegasi dari kelompok pejuang Islam itu tidak akan hadir dalam pembicaraan tersebut.
"Melakukan negosiasi baru memungkinkan pendudukan untuk memberlakukan persyaratan baru dan menggunakan labirin negosiasi untuk melakukan lebih banyak pembantaian," kata Abu Zuhri dikutip Times of Israel dari Reuters, Kamis pagi.
"Hamas berkomitmen pada proposal yang diajukan kepadanya pada 2 Juli lalu, didasarkan pada resolusi Dewan Keamanan PBB dan pidato Biden, gerakan tersebut siap segera memulai diskusi mengenai mekanisme untuk menerapkannya," sambungnya.
Baca juga: Iran Bolak-balik ke Eropa, Bicarakan Teknis Terukur Cara Gempur Habisi Israel
Meski para pejabat mengatakan Hamas tidak secara langsung ambil bagian dalam perundingan tersebut, kepala negosiatornya Khalil al-Hayya bermarkas di Doha dan kelompok ini memiliki jalur terbuka dengan Mesir dan Qatar.
Seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan, Hamas ingin para mediator kembali kepada mereka dengan tanggapan serius dari Israel, baru kemudian akan melanjutkan perundingan.
Pembicaraan di Doha dijadwalkan akan segera dimulai menyusul pernyataan bersama minggu lalu dari AS, Qatar, dan Mesir.
Negara-negara tersebut menuntut kesepakatan segera ditandatangani dan dilaksanakan tanpa penundaan lebih lanjut, serta menetapkan pertemuan puncak pada 15 Agustus 2024.
Pembicaraan telah difokuskan selama dua bulan di sekitar proposal Israel dari akhir Mei yang dituangkan dalam pidato Biden pada 31 Mei lalu.
Para mediator Washington dan regional sejak itu telah berupaya menyelesaikan kesepakatan tetapi mengalami kendala berulang kali.
Kedua belah pihak secara teratur menuduh pihak lain menambahkan tuntutan dan ketentuan baru pada kerangka kerja asli.
Menurut laporan Channel 12 pada Rabu kemarin mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, pejabat pemerintahan Biden melakukan panggilan telepon kepada Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Menteri Urusan Strategis Ron Dermer dan pemimpin Shas Aryeh Deri sepanjang hari untuk menekankan pentingnya menyelesaikan kesepakatan.
Para pejabat AS menyoroti hubungan antara tercapainya kesepakatan dan kemampuan untuk mencegah eskalasi permusuhan dengan Iran dan Hizbullah, demikian laporan TV tersebut.
Utusan senior AS, Amos Hochstein yang mengunjungi Beirut pada Rabu kemarin, mengirim pesan serupa, mengatakan mencapai kesepakatan dapat membantu mengakhiri 10 bulan bentrokan lintas perbatasan antara Israel dan Hizbullah.
Hochstein mengatakan, dia dan juru bicara parlemen Nabih Berri, sekutu Hezbollah, membahas kerangka perjanjian yang ada di atas meja untuk gencatan senjata Gaza.
"Dia dan saya sepakat bahwa tidak ada lagi waktu yang terbuang dan tidak ada lagi alasan yang sah dari pihak mana pun untuk menunda lebih lanjut," ucap Hochstein.
"Kesepakatan ini juga akan membantu penyelesaian diplomatik di Lebanon dan mencegah pecahnya perang yang lebih luas," tambahnya.
Utusan senior AS itu mengatakan, kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk tindakan diplomatik dan solusi diplomatik.
"Kita harus memanfaatkan kesempatan ini. Sekaranglah saatnya," pungkasnya.
Iran Bolak-balik ke Eropa, Bicarakan Teknis Terukur Cara Gempur Israel
Sementara diberitakan sebelumnya, Iran dilaporkan bolak-balik ke Eropa dan Amerika membicarakan teknis terukur terkait strategi cara menggempur habis-habisan Israel.
Hal ini disampaikan tiga sumber Iran kepada Reuters yang semuanya berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas.
"Iran Terlibat dalam dialog yang intens dengan negara-negara Barat dan Amerika Serikat dalam beberapa hari terakhir mengenai cara-cara untuk mengukur pembalasan," sebut sumber tersebut.
Langkah ini diambil Teheran seiring meningkatnya risiko perang Timur Tengah yang lebih luas usai terbunuhnya pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Iran beberapa waktu lalu.
Sementara salah seorang pejabat senior keamanan Iran mengungkapkan, serangan negara-negara Islam ke Israel sangat ditentukan dari hasil perundingan antara Israel dan Hamas nanti.
"Iran dan sekutu seperti Hizbullah akan melancarkan serangan langsung jika perundingan antara Israel dan Hamas gagal atau menganggap Israel menunda-nunda perundingan," ucap sumber yang dirahasiakan namanya dikutip dari Times of Israel, Rabu (14/8/2024).
Meski demikian, sumber tersebut tidak mengatakan berapa lama Iran akan memberi waktu untuk perundingan berlangsung sebelum mengambil tindakan.
Laporan dalam beberapa hari terakhir mengindikasikan Israel yakin Iran bermaksud menyerang sebelum perundingan baru pada Kamis (15/8/2024) nanti untuk mencapai kesepakatan.
Komentar baru tersebut tampaknya mengisyaratkan, serangan hanya akan terjadi setelah perundingan tersebut.
Jika perundingan gagal, berpotensi menghasilkan apa yang dianggap Iran sebagai hasil yang sepadan, berupa pembalasan serangan ke Israel.
Sementara Kantor Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu dengan cepat mengumumkan minggu lalu bahwa Israel akan mengirim negosiatornya ke pembicaraan 15 Agustus besok.
“(Mengirim negosiator) untuk menyelesaikan rincian implementasi kerangka perjanjian,” kata Netanyahu.
Penegasan itu disampaikan PM Israel setelah AS, Qatar dan Mesir mengeluarkan pernyataan bersama yang menuntut kesepakatan disegel dan dilaksanakan tanpa penundaan lebih lanjut.
Di sisi lain, seorang anggota tim negosiasi mengatakan kepada Channel 12 Israel pada Selasa malam, tidak ada gunanya melakukan perjalanan ke pembicaraan jika Netanyahu tidak memperluas mandat tim.
Parameter yang akan digunakan tim Israel dalam melakukan negosiasi belum diputuskan, baru akan ditetapkan dalam pertemuan dengan perdana menteri akhir minggu ini, menurut laporan tersebut.
Awal bulan ini, delegasi Israel memperingatkan Netanyahu bahwa tidak mungkin mencapai kesepakatan dengan tuntutan baru yang dikeluarkannya pada akhir Juli lalu.
AS Ikut Panik Jelang Invasi Besar-besaran Iran ke Israel
Sementara diberitakan sebelumnya, Amerika Serikat (AS) ikut panik jelang invasi besar-besaran Iran ke Israel yang diprediksi Gedung Putih berdasarkan data intelijennya pekan ini.
Bahkan AS sulit memastikan bentuk serangan Iran ke wilayah zionis itu sebagai balasan terbunuhnya pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran beberapa waktu lalu.
"Sulit untuk memastikan pada saat ini seperti apa bentuk serangan dari Iran atau proksinya," kata Juru bicara Gedung Putih, John Kirby dikutip dari Times of Israel pada Senin (12/8/2024).
“Presiden yakin bahwa kami memiliki kemampuan yang tersedia untuk membantu membela Israel jika hal itu terjadi. Tidak seorang pun ingin melihat hal itu terjadi,” tambahnya.
Diketahui Israel kini sedang dibayang-bayangi serangan mematikan Iran, Gedung Putih menyebut kemungkinan perang pecah pada pekan ini.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) berada dalam siaga puncak karena AS maupun Yerusalem punya prediksi yang sama, Iran dapat melancarkan serangan besar terhadap Israel minggu ini.
"Kami memiliki kekhawatiran dan harapan yang sama dengan rekan-rekan kami di Israel terkait dengan kemungkinan waktu di sini. Bisa jadi minggu ini," kata Kirby.
Iran telah mempersiapkan unit rudal dan dronenya, serupa dengan langkah yang diambil sebelum serangan yang pernah terjadi terhadap Israel pada April lalu, demikian laporan Axios sebagaimana mengutip pejabat senior di Washington dan Yerusalem.
“Kita harus bersiap menghadapi serangkaian serangan yang signifikan,” imbuh Kirby pada Senin kemarin.
Jubir Gedung Putih itu mengatakan, AS telah meningkatkan postur pasukan regionalnya dalam beberapa hari terakhir.
Menurut berita Channel 12 pengerahan pasukannya lebih besar menjelang serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tanggal 13-14 April lalu, ketika Iran menembakkan sekitar 300 rudal dan pesawat tak berawak ke Israel.
"Kami jelas tidak ingin melihat Israel harus membela diri terhadap serangan lain seperti yang mereka lakukan pada bulan April," kata Kirby.
"Namun, jika itu yang terjadi pada mereka, kami akan terus membantu mereka membela diri," tambahnya.
Ketegangan regional meningkat sejak Iran mengancam akan membalas dendam terhadap Israel atas pembunuhan Haniyeh di Teheran bulan lalu.
Israel tidak membenarkan atau membantah bertanggung jawab atas pembunuhan yang secara luas dikaitkan dengan IDF.
Kelompok pejuang Islam Hizbullah yang merupakan proksi Iran juga telah bersumpah untuk memberikan tanggapan besar terhadap pembunuhan komandan militer tertingginya Fuad Shukr oleh Israel di Beirut, beberapa jam sebelum pembunuhan Haniyeh.
Utusan khusus pemerintahan Biden, Amos Hochstein yang telah berupaya memajukan upaya untuk meredakan pertempuran antara Israel dan Hizbullah, akan mengunjungi Beirut pada Selasa, lapor berita Channel 12.
Kirby juga mencatat pada Senin kemarin bahwa waktu serangan Iran dapat memengaruhi perundingan gencatan senjata penyanderaan Gaza, yang saat ini dijadwalkan untuk dilanjutkan pada tanggal 15 Agustus.
Israel telah mengonfirmasi bahwa mereka akan mengirim delegasi ke perundingan tersebut, sementara Hamas menolak untuk hadir.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.