Kupi Beungoh

Bijak Bermedia Sosial: Menyikapi Situasi Politik yang Rawan Fitnah

Opini publik yang terbentuk di media sosial sering kali dipengaruhi oleh informasi yang belum terverifikasi atau bahkan sengaja disalahartikan.

Editor: Agus Ramadhan
FOR SERAMBINEWS.COM
Pengurus Ikatan Sarjana Alumni Dayah Aceh, Tgk. Alwy Akbar Al Khalidi, SH., MH 

Oleh: Tgk Alwy Akbar Al Khalidi, SH, MH

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi platform utama untuk menyebarkan informasi dengan cepat dan luas.

Kemudahan akses informasi dan kebebasan berekspresi di media sosial memberikan banyak manfaat, terutama dalam konteks politik.

Namun, ketika berbicara tentang situasi politik yang rawan fitnah, kita harus lebih berhati-hati dalam mengekspose segala hal di media sosial.

Opini publik yang terbentuk di media sosial sering kali dipengaruhi oleh informasi yang belum terverifikasi atau bahkan sengaja disalahartikan untuk tujuan tertentu.

Ini bisa memperkeruh suasana dan menciptakan ketegangan yang tidak perlu di masyarakat.

Fitnah dalam dunia politik bukanlah fenomena baru. Sejak zaman dahulu, fitnah telah digunakan sebagai senjata untuk merusak reputasi lawan politik dan menggoyahkan stabilitas pemerintahan.

Namun, dengan adanya media sosial, dampak fitnah semakin meluas dan cepat menyebar.

Sebuah rumor atau informasi yang salah bisa dengan mudah menjadi viral dalam hitungan menit, dan kerusakan yang ditimbulkannya bisa sulit untuk diperbaiki.

Di sinilah pentingnya kesadaran akan bahaya fitnah dan tanggung jawab kita sebagai pengguna media sosial.

Eksposur berlebihan terhadap isu politik yang sensitif di media sosial juga dapat memicu polarisasi di antara kelompok masyarakat.

Polarisasi politik terjadi ketika masyarakat terbagi menjadi dua kubu yang saling berlawanan, sering kali didorong oleh narasi yang disebarkan di media sosial.

Narasi ini bisa berupa informasi yang tidak akurat atau bahkan sengaja dipelintir untuk kepentingan politik tertentu.

Akibatnya, masyarakat menjadi semakin terpecah, dialog publik menjadi lebih keras, dan ruang untuk diskusi yang sehat semakin menyempit.

Ketika kita mengekspose segala sesuatu di media sosial tanpa filter yang tepat, kita berisiko memperparah polarisasi ini. Isu-isu yang seharusnya bisa dibahas dengan kepala dingin dan analisis mendalam sering kali berubah menjadi ajang perdebatan panas yang tidak produktif.

Ini tidak hanya berlaku untuk masyarakat umum, tetapi juga untuk para politisi dan tokoh publik.

Ketika mereka terlalu cepat bereaksi terhadap isu-isu politik di media sosial, tanpa memperhitungkan dampak jangka panjangnya, mereka berisiko memperburuk situasi politik yang sudah cukup rumit.

Selain itu, ada risiko bahwa informasi yang diekspos di media sosial dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.

Misalnya, informasi tentang strategi politik atau langkah-langkah pemerintah yang belum matang bisa bocor dan digunakan oleh lawan politik untuk menjatuhkan kredibilitas pemerintah.

Di sisi lain, masyarakat yang terpapar informasi ini bisa menjadi resah dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah atau institusi publik lainnya.

Ketidakpercayaan ini bisa menjadi lahan subur bagi penyebaran fitnah dan hoaks, yang pada akhirnya merugikan stabilitas politik dan sosial.

Media sosial memang memiliki potensi besar untuk mendemokratisasi informasi, tetapi tanpa tanggung jawab dan kebijaksanaan, media sosial juga bisa menjadi alat yang sangat berbahaya. Ketika kita berbicara tentang isu politik yang sensitif, kita harus ingat bahwa tidak semua informasi layak untuk diekspos ke publik.

Ada informasi-informasi tertentu yang sebaiknya tetap berada di ranah privat atau hanya dibahas di kalangan tertentu, terutama jika informasi tersebut belum terverifikasi atau masih dalam proses pengambilan keputusan.

Penting juga untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari informasi yang kita sebarkan di media sosial.

Misalnya, apakah informasi tersebut akan memperkuat atau justru merusak kohesi sosial? Apakah informasi tersebut akan membantu masyarakat memahami situasi politik dengan lebih baik, atau justru menyesatkan mereka?

Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita tanyakan pada diri sendiri sebelum menekan tombol 'bagikan' di media sosial.

Sebagai pengguna media sosial, kita memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa informasi yang kita bagikan adalah akurat dan tidak menyesatkan.

Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan selalu memverifikasi informasi sebelum membagikannya.

Kita juga harus kritis terhadap sumber informasi yang kita terima. Jika informasi tersebut berasal dari sumber yang tidak jelas atau tidak dapat dipercaya, ada baiknya kita tidak ikut-ikutan menyebarkannya.

Lebih dari itu, kita juga harus bijak dalam menyikapi informasi yang kita terima.

Tidak semua informasi layak untuk dipercaya begitu saja, terutama jika informasi tersebut berpotensi menimbulkan konflik atau ketegangan di masyarakat.

Jika kita merasa ragu terhadap kebenaran suatu informasi, lebih baik kita menahan diri untuk tidak membagikannya sampai kita yakin akan keakuratannya.

Pada akhirnya, menjaga iklim politik yang sehat adalah tanggung jawab kita bersama.

Kita semua ingin hidup di masyarakat yang damai dan stabil, di mana perbedaan pendapat bisa dihormati dan dibahas dengan cara yang konstruktif.

Untuk mencapai hal ini, kita harus berhati-hati dalam menggunakan media sosial, terutama ketika berbicara tentang isu-isu politik yang sensitif.

Dengan tidak turut serta dalam menyebarkan fitnah atau informasi yang belum jelas kebenarannya, kita dapat membantu menciptakan suasana politik yang lebih sehat dan produktif.

Maka dari itu, mari kita lebih bijaksana dalam mengekspose isu politik di media sosial. Jangan biarkan media sosial menjadi ajang untuk menyebarkan fitnah atau memperkeruh situasi politik yang sudah kompleks.

Sebaliknya, gunakanlah media sosial sebagai alat untuk memperkaya diskusi publik dengan informasi yang akurat dan bermanfaat, demi terciptanya masyarakat yang lebih kritis, cerdas, dan damai.

 

*) Penulis adalah Ketua Yayasan Dayah Mini Aceh, Anggota DPP ISAD Aceh, A'wan PCNU Banda Aceh, Anggota PW HUDA Banda Aceh, Pemerhati Syari'at Islam.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved