Konflik Palestina vs Israel

Dikenal Sosok yang Keras, Ini Alasan Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Tolak Gencatan Senjata

Hamas secara tegas menolak gencatan senjata (penghentian perang), kepemimpinan Yahya Sinwar lebih menakutkan bagi Israel ketimbang Ismail Haniyeh?

Penulis: Sara Masroni | Editor: Eddy Fitriadi
SERAMBINEWS.COM/AFP
Pemimpin Hamas di Jalur Gaza Yahya Sinwar berbicara saat rapat umum memperingati Hari Al-Quds (Yerusalem), di Kota Gaza, 14 April 2023. Dikenal Sosok yang Keras, Ini Alasan Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Tolak Gencatan Senjata. 

SERAMBINEWS.COM - Kelompok pejuang Islam Hamas secara tegas menolak gencatan senjata (penghentian perang), kepemimpinan Yahya Sinwar lebih menakutkan bagi Israel ketimbang Ismail Haniyeh?

Diketahui Yahya Sinwar menjadi pemimpin baru Hamas menggantikan Ismail Haniyeh yang dibunuh Israel di Iran akhir Juli lalu.

Yahya Sinwar dikenal sebagai sosok yang keras dan menjadi dalang di balik sejumlah serangan yang berhasil membuat Israel marah.

Salah satunya peristiwa 7 Oktober 2023 lalu yang menewaskan 1.200 warga Israel, Sinwar dianggap sebagai sosok utama di balik serangan mengenaskan sepanjang sejarah zionis itu.

Sosok keras Sinwar pun mulai kelihatan, hal ini ditandai dengan penolakan secara mentah-mentah atas proposal Israel soal gencatan yang berlangsung di Doha, 15-16 Agustus 2024 lalu.

Dilansir dari Times of Israel pada Selasa (20/8/2024), Hamas menerbitkan pernyataan resmi pada Minggu malam kemarin yang isinya menolak persyaratan kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata yang dibahas di Doha.

Kelompok pejuang Islam itu menyalahkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu karena menimbulkan hambatan baru dalam perundingan tersebut.

Baca juga: Konyol! Tentara Israel Rudal Pasukan Sendiri, Perwira Komandan Unit IDF Tewas

Baca juga: Irwandi Yusuf Jatuh ke Pelukan Steffy Setelah 29 Tahun Menikah dengan Darwati

Sementara pada kesempatan lain, Netanyahu mengatakan kepada para menteri kabinet pada Minggu sebelumnya bahwa dia pesimis mengenai peluang tercapainya kesepakatan.

Terutama mengingat Israel telah bernegosiasi secara efektif dengan negara-negara penengah, bukan dengan Hamas, yang menolak mengirimkan delegasi ke putaran perundingan terakhir.

“Peluangnya tidak tinggi,” demikian pernyataan Netanyahu kepada para menteri dikutip penyiar publik Kan.

 

 

Pesimisme Netanyahu, tampaknya bertentangan dengan laporan dari para mediator bahwa negosiasi mengalami kemajuan, dengan potensi akhir yang sukses sudah di depan mata.

Terlebih penolakan Hamas terhadap persyaratan yang dibahas di Doha.

Baca juga: Iran Bolak-balik ke Eropa, Bicarakan Teknis Terukur Cara Gempur Habisi Israel 

Sementara AS telah mengindikasikan, pihaknya bakal mengadakan pertemuan puncak kedua akhir pekan ini, berharap kesepakatan dapat dirampungkan pada akhir minggu tersebut.

Presiden AS Joe Biden mengatakan pada Minggu kemarin, gencatan senjata di Gaza “masih mungkin” dan bahwa “kami tidak akan menyerah.”

Di antara poin-poin utama yang menjadi perdebatan dalam negosiasi tersebut adalah tuntutan Netanyahu agar IDF tetap ditempatkan di Koridor Philadelphia yang membentang di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir.

Dia mengklaim, hal itu untuk mencegah Hamas menyelundupkan senjata ke Gaza dan membangun kembali militernya.

Tuntutan ini tidak disebutkan dalam proposal kesepakatan penyanderaan Israel pada tanggal 27 Mei yang telah menjadi dasar bagi perundingan berikutnya, dan ditolak oleh Hamas.

Para negosiator Israel dilaporkan telah memberitahu perdana menteri bahwa tanpa kompromi mengenai masalah tersebut, tidak akan ada kesepakatan, dan mendesak adanya fleksibilitas.

Perdana menteri dilaporkan membalas, selama Hamas bersikeras agar IDF menarik diri sepenuhnya dari Koridor Philadelphia, maka memang tidak akan ada kesepakatan.

Dalam pernyataannya pada Minggu malam, Hamas menuduh Netanyahu “menetapkan persyaratan dan tuntutan baru” untuk menggagalkan perundingan dan memperpanjang perang di Gaza.

Tentara Israel Rudal Pasukan Sendiri, Perwira IDF Tewas

Sementara di sisi lain, pasukan pertahanan Israel (IDF) mulai sering melakukan human error. Salah satunya peristiwa penembakan rudal yang malah menewaskan perwira sendiri, beberapa lainnya terluka.

Adalah Letnan Shahar Ben Nun (21), seorang komandan tim di unit pengintaian Brigade Pasukan Terjun Payung dari Petah Tikva tewas saat operasi di Jalur Gaza.

"Seorang perwira Israel tewas dan beberapa lainnya terluka oleh serangan udara yang gagal di Gaza selatan pada Senin pagi," kata militer dikutip dari Times of Israel, Selasa (20/8/2024) pagi.

Selain perwira yang tewas, tiga prajurit lainnya mengalami luka sedang dan tiga lainnya tercatat dalam kondisi baik setelah insiden tersebut.

Menurut penyelidikan awal IDF, sekitar pukul 6:30 pagi, jet tempur F-15 Angkatan Udara Israel menyerang dua target di wilayah Khan Younis.

Salah satu rudal berhasil mengenai sasarannya.

Sementara rudal kedua karena masalah teknis, tidak meluncur dengan benar ke sasaran yang dituju dan malah menghantam gedung bertingkat tempat pasukan terjun payung ditempatkan.

Bangunan itu berjarak sekitar 300 meter dari target yang dituju, demikian temuan penyelidikan tersebut.

Rudal tersebut menghantam salah satu apartemen di lantai atas gedung tersebut.

Para prajurit di apartemen yang berdekatan terluka setelah sebagian bangunan runtuh menimpa mereka.

Kerusakan tersebut merupakan kerusakan teknis, dan bukan disebabkan oleh kesalahan manusia, demikian penyelidikan awal.

Angkatan Udara Israel (IAF) mengatakan, insiden itu merupakan kejadian yang tidak biasa, dan belum pernah melihat kerusakan seperti itu sebelumnya.

Menurut IDF, puluhan ribu amunisi telah ditembakkan dari jet tempur di tengah perang di Gaza, tanpa kerusakan yang sebanding.

Insiden itu terjadi saat Divisi ke-98 IDF kembali minggu ini untuk beroperasi di kompleks perumahan Hamad Town di Khan Younis, sementara juga beroperasi untuk pertama kalinya di daerah Deir al-Balah.

Operasi terbaru di Khan Younis dan pinggiran Deir al-Balah terjadi menyusul tembakan roket dan informasi intelijen lain yang menurut IDF mengindikasikan kehadiran Hamas di daerah tersebut.

Sejauh ini, puluhan situs milik kelompok pejuang Islam telah dihancurkan, dan beberapa sel penembak tewas di tengah operasi tersebut, menurut IDF.

Pada Senin kemarin, militer mengatakan sebuah pesawat tak berawak menyerang dan menewaskan seorang teroris Hamas yang menembakkan roket sehari sebelumnya ke komunitas perbatasan Ein Hashlosha.

Brigade Pasukan Terjun Payung divisi itu beroperasi di lingkungan Kota Hamad dan daerah lain di Khan Younis barat, tempat IDF mengatakan tentara sedang mencari terowongan.

Sementara pada Minggu kemarin, seorang prajurit dari Batalyon ke-202 Brigade Parasut terluka parah oleh tembakan RPG di daerah Hamad, kata IDF.

Militer beroperasi di Hamad untuk pertama kalinya awal tahun ini.

Sementara itu, Brigade Lapis Baja ke-7 divisi tersebut tengah melakukan operasi di Khan Younis dan di pinggiran Deir al-Balah, daerah terakhir yang merupakan sebagian besar belum dioperasikan oleh pasukan darat.

IDF melaksanakan operasi yang sangat terbatas di bagian timur Deir al-Balah pada Juni lalu, sebagai bagian dari persiapan misi penyelamatan sandera di Nuseirat.

Qatar dkk Mediasi 3 Poin untuk Perundingan Israel-Hamas

Sementara diberitakan sebelumnya, Qatar bersama Mesir dan Amerika Serikat (AS) menjadi mediator dalam perundingan untuk mengakhiri perang di Gaza, Palestina antara Israel dan Hamas.

Perundingan tersebut berlangsung di Doha dimulai Kamis (15/8/2024) kemarin dan masih berlanjut hingga Jumat.

Dalam laporan Times of Israel pada Jumat pagi, para mediator telah menghabiskan waktu berbulan-bulan mencoba menyusun rencana tiga tahap.

Di mana Hamas akan membebaskan lebih dari 100 sandera yang masih ditahannya di Gaza dengan imbalan gencatan senjata, penarikan pasukan Israel dari Gaza dan pembebasan tahanan keamanan Palestina yang dipenjara oleh Israel.

Sementara update terbaru, perundingan antara Israel dan Hamas disebutkan telah menghasilkan kesepakatan potensial sebagai harapan terbaik untuk mencegah konflik regional yang lebih besar.

Juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby menyebut Kamis kemarin sebagai awal yang menjanjikan.

"Negosiasi diperkirakan akan berlangsung hingga hari Jumat," ucap Kirby.

"Kendala yang tersisa dapat diatasi, dan kita harus mengakhiri proses ini," sambungnya.

Perundingan tersebut dipimpin Kepala Mossad (Intelijen) David Barnea, meski demikian Hamas tidak mengirim delegasi sama sekali karena dilaporkan sudah hilang kepercayaan.

Perundingan ini untuk merinci kesepakatan bertahap mengakhiri perang (gencatan senjata) usai serangan pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 dan 251 warga Israel.

Sementara di sisi lain Otoritas kesehatan Hamas mengatakan per Kamis kemarin, jumlah korban di Jalur Gaza telah melampaui 40.000 warga Palestina dibunuh Israel, kebanyakan perempuan dan anak kecil.

Israel Makin Terjepit Jelang Gempuran Iran-Lebanon

Diberitakan sebelumnya, Israel makin terjepit jelang gempuran Iran dan Lebanon, semakin panik saat Hamas mengabaikan perundingan gencatan senjata yang digelar di Doha, Qatar pada Kamis (15/8/2024).

Diketahui salah seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada Reuters pada Rabu kemarin, kelompok pejuang Islam itu tidak akan menghadiri perundingan tersebut.

Osama Hamdan dari Hamas kepada AP mengatakan, kelompok itu kehilangan kepercayaan pada kemampuan AS untuk menengahi gencatan senjata di Gaza.

Dikatakannya, Hamas hanya akan mengambil bagian dalam pembicaraan jika mereka fokus pada penerapan proposal yang dirinci Presiden AS, Joe Biden pada Mei lalu dan didukung internasional.

Sementara pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri kepada Reuters mengatakan, delegasi dari kelompok pejuang Islam itu tidak akan hadir dalam pembicaraan tersebut.

"Melakukan negosiasi baru memungkinkan pendudukan untuk memberlakukan persyaratan baru dan menggunakan labirin negosiasi untuk melakukan lebih banyak pembantaian," kata Abu Zuhri dikutip Times of Israel dari Reuters, Kamis pagi.

"Hamas berkomitmen pada proposal yang diajukan kepadanya pada 2 Juli lalu, didasarkan pada resolusi Dewan Keamanan PBB dan pidato Biden, gerakan tersebut siap segera memulai diskusi mengenai mekanisme untuk menerapkannya," sambungnya.

Meski para pejabat mengatakan Hamas tidak secara langsung ambil bagian dalam perundingan tersebut, kepala negosiatornya Khalil al-Hayya bermarkas di Doha dan kelompok ini memiliki jalur terbuka dengan Mesir dan Qatar.

Seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan, Hamas ingin para mediator kembali kepada mereka dengan tanggapan serius dari Israel, baru kemudian akan melanjutkan perundingan.

Pembicaraan di Doha dijadwalkan akan segera dimulai menyusul pernyataan bersama minggu lalu dari AS, Qatar, dan Mesir.

Negara-negara tersebut menuntut kesepakatan segera ditandatangani dan dilaksanakan tanpa penundaan lebih lanjut, serta menetapkan pertemuan puncak pada 15 Agustus 2024.

Pembicaraan telah difokuskan selama dua bulan di sekitar proposal Israel dari akhir Mei yang dituangkan dalam pidato Biden pada 31 Mei lalu.

Para mediator Washington dan regional sejak itu telah berupaya menyelesaikan kesepakatan tetapi mengalami kendala berulang kali.

Kedua belah pihak secara teratur menuduh pihak lain menambahkan tuntutan dan ketentuan baru pada kerangka kerja asli.

Menurut laporan Channel 12 pada Rabu kemarin mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, pejabat pemerintahan Biden melakukan panggilan telepon kepada Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Menteri Urusan Strategis Ron Dermer dan pemimpin Shas Aryeh Deri sepanjang hari untuk menekankan pentingnya menyelesaikan kesepakatan.

Para pejabat AS menyoroti hubungan antara tercapainya kesepakatan dan kemampuan untuk mencegah eskalasi permusuhan dengan Iran dan Hizbullah, demikian laporan TV tersebut.

Utusan senior AS, Amos Hochstein yang mengunjungi Beirut pada Rabu kemarin, mengirim pesan serupa, mengatakan mencapai kesepakatan dapat membantu mengakhiri 10 bulan bentrokan lintas perbatasan antara Israel dan Hizbullah.

Hochstein mengatakan, dia dan juru bicara parlemen Nabih Berri, sekutu Hezbollah, membahas kerangka perjanjian yang ada di atas meja untuk gencatan senjata Gaza.

"Dia dan saya sepakat bahwa tidak ada lagi waktu yang terbuang dan tidak ada lagi alasan yang sah dari pihak mana pun untuk menunda lebih lanjut," ucap Hochstein.

"Kesepakatan ini juga akan membantu penyelesaian diplomatik di Lebanon dan mencegah pecahnya perang yang lebih luas," tambahnya.

Utusan senior AS itu mengatakan, kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk tindakan diplomatik dan solusi diplomatik.

"Kita harus memanfaatkan kesempatan ini. Sekaranglah saatnya," pungkasnya.

Iran Bolak-balik ke Eropa, Bicarakan Teknis Terukur Cara Gempur Israel 

Sementara diberitakan sebelumnya, Iran dilaporkan bolak-balik ke Eropa dan Amerika membicarakan teknis terukur terkait strategi cara menggempur habis-habisan Israel.

Hal ini disampaikan tiga sumber Iran kepada Reuters yang semuanya berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas.

"Iran Terlibat dalam dialog yang intens dengan negara-negara Barat dan Amerika Serikat dalam beberapa hari terakhir mengenai cara-cara untuk mengukur pembalasan," sebut sumber tersebut.

Langkah ini diambil Teheran seiring meningkatnya risiko perang Timur Tengah yang lebih luas usai terbunuhnya pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Iran beberapa waktu lalu.

Sementara salah seorang pejabat senior keamanan Iran mengungkapkan, serangan negara-negara Islam ke Israel sangat ditentukan dari hasil perundingan antara Israel dan Hamas nanti.

"Iran dan sekutu seperti Hizbullah akan melancarkan serangan langsung jika perundingan antara Israel dan Hamas gagal atau menganggap Israel menunda-nunda perundingan," ucap sumber yang dirahasiakan namanya dikutip dari Times of Israel, Rabu (14/8/2024).

Meski demikian, sumber tersebut tidak mengatakan berapa lama Iran akan memberi waktu untuk perundingan berlangsung sebelum mengambil tindakan.

Laporan dalam beberapa hari terakhir mengindikasikan Israel yakin Iran bermaksud menyerang sebelum perundingan baru pada Kamis (15/8/2024) nanti untuk mencapai kesepakatan.

Komentar baru tersebut tampaknya mengisyaratkan, serangan hanya akan terjadi setelah perundingan tersebut.

Jika perundingan gagal, berpotensi menghasilkan apa yang dianggap Iran sebagai hasil yang sepadan, berupa pembalasan serangan ke Israel.

Sementara Kantor Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu dengan cepat mengumumkan minggu lalu bahwa Israel akan mengirim negosiatornya ke pembicaraan 15 Agustus besok.

“(Mengirim negosiator) untuk menyelesaikan rincian implementasi kerangka perjanjian,” kata Netanyahu.

Penegasan itu disampaikan PM Israel setelah AS, Qatar dan Mesir mengeluarkan pernyataan bersama yang menuntut kesepakatan disegel dan dilaksanakan tanpa penundaan lebih lanjut.

Di sisi lain, seorang anggota tim negosiasi mengatakan kepada Channel 12 Israel pada Selasa malam, tidak ada gunanya melakukan perjalanan ke pembicaraan jika Netanyahu tidak memperluas mandat tim.

Parameter yang akan digunakan tim Israel dalam melakukan negosiasi belum diputuskan, baru akan ditetapkan dalam pertemuan dengan perdana menteri akhir minggu ini, menurut laporan tersebut.

Awal bulan ini, delegasi Israel memperingatkan Netanyahu bahwa tidak mungkin mencapai kesepakatan dengan tuntutan baru yang dikeluarkannya pada akhir Juli lalu.

AS Ikut Panik Jelang Invasi Besar-besaran Iran ke Israel

Sementara diberitakan sebelumnya, Amerika Serikat (AS) ikut panik jelang invasi besar-besaran Iran ke Israel yang diprediksi Gedung Putih berdasarkan data intelijennya pekan ini.

Bahkan AS sulit memastikan bentuk serangan Iran ke wilayah zionis itu sebagai balasan terbunuhnya pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran beberapa waktu lalu.

 "Sulit untuk memastikan pada saat ini seperti apa bentuk serangan dari Iran atau proksinya," kata Juru bicara Gedung Putih, John Kirby dikutip dari Times of Israel pada Senin (12/8/2024).

“Presiden yakin bahwa kami memiliki kemampuan yang tersedia untuk membantu membela Israel jika hal itu terjadi. Tidak seorang pun ingin melihat hal itu terjadi,” tambahnya.

Diketahui Israel kini sedang dibayang-bayangi serangan mematikan Iran, Gedung Putih menyebut kemungkinan perang pecah pada pekan ini.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) berada dalam siaga puncak karena AS maupun Yerusalem punya prediksi yang sama, Iran dapat melancarkan serangan besar terhadap Israel minggu ini.

"Kami memiliki kekhawatiran dan harapan yang sama dengan rekan-rekan kami di Israel terkait dengan kemungkinan waktu di sini. Bisa jadi minggu ini," kata Kirby.

Iran telah mempersiapkan unit rudal dan dronenya, serupa dengan langkah yang diambil sebelum serangan yang pernah terjadi terhadap Israel pada April lalu, demikian laporan Axios sebagaimana mengutip pejabat senior di Washington dan Yerusalem.

“Kita harus bersiap menghadapi serangkaian serangan yang signifikan,” imbuh Kirby pada Senin kemarin.

Jubir Gedung Putih itu mengatakan, AS telah meningkatkan postur pasukan regionalnya dalam beberapa hari terakhir.

Menurut berita Channel 12 pengerahan pasukannya lebih besar menjelang serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tanggal 13-14 April lalu, ketika Iran menembakkan sekitar 300 rudal dan pesawat tak berawak ke Israel.

"Kami jelas tidak ingin melihat Israel harus membela diri terhadap serangan lain seperti yang mereka lakukan pada bulan April," kata Kirby.

"Namun, jika itu yang terjadi pada mereka, kami akan terus membantu mereka membela diri," tambahnya.

Ketegangan regional meningkat sejak Iran mengancam akan membalas dendam terhadap Israel atas pembunuhan Haniyeh di Teheran bulan lalu.

Israel tidak membenarkan atau membantah bertanggung jawab atas pembunuhan yang secara luas dikaitkan dengan IDF.

Kelompok pejuang Islam Hizbullah yang merupakan proksi Iran juga telah bersumpah untuk memberikan tanggapan besar terhadap pembunuhan komandan militer tertingginya Fuad Shukr oleh Israel di Beirut, beberapa jam sebelum pembunuhan Haniyeh.

Utusan khusus pemerintahan Biden, Amos Hochstein yang telah berupaya memajukan upaya untuk meredakan pertempuran antara Israel dan Hizbullah, akan mengunjungi Beirut pada Selasa, lapor berita Channel 12.

Kirby juga mencatat pada Senin kemarin bahwa waktu serangan Iran dapat memengaruhi perundingan gencatan senjata penyanderaan Gaza, yang saat ini dijadwalkan untuk dilanjutkan pada tanggal 15 Agustus.

Israel telah mengonfirmasi bahwa mereka akan mengirim delegasi ke perundingan tersebut, sementara Hamas menolak untuk hadir.

(Serambinews.com/Sara Masroni) 

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved