Konflik Palestina vs Israel
Update! Sejak 7 Oktober, Tentara Israel Bunuh 40 Ribu warga Palestina di Gaza Termasuk Anak Kecil
Update per Selasa (20/8/2024) sudah sebanyak 40.173 warga Palestina di Gaza dibunuh Israel sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM - Update per Selasa (20/8/2024) sudah sebanyak 40.173 warga Palestina di Gaza dibunuh Israel sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Mereka didominasi warga sipil dan kaum rentan seperti perempuan dan anak kecil yang tak bersalah.
Terbaru, tentara Israel membunuh sebanyak 34 warga Palestina lainnya dalam serangan di Jalur Gaza.
Kementerian Kesehatan Palestina (Kemenkes) menyampaikan, sekitar total 92.857 lainnya terluka dalam serangan yang sedang berlangsung tersebut.
“Pasukan Israel menewaskan 34 orang dan melukai 114 lainnya dalam tiga 'pembantaian' terhadap keluarga dalam 24 jam terakhir,” tulis Kemenkes Palestina dikutip dari Anadolu Agency, Rabu siang.
“Banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan karena tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka,” tambah mereka.
Baca juga: Tak Ada Gencatan Senjata, PM Israel Netanyahu Takkan Tinggalkan Koridor Philadelphia di Gaza-Mesir
Baca juga: Bocoran! Ini 5 Tips Lolos CPNS 2024 di Kejaksaan ala Sausan Nazhira dari Kejari Aceh Utara
Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan di Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023.
Setelah lebih dari 10 bulan perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel Takkan Tinggalkan Koridor Philadelphia di Gaza-Mesir
Sementara diberitakan sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu tidak akan meninggalkan Koridor Philadelphia yang menjadi perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir.
Netanyahu dilaporkan memberi tahu keluarga garis keras para sandera yang ditinggalkan soal agresi militer Israel di Jalur Gaza, Palestina.
"Israel tidak akan meninggalkan Koridor Philadelphia dan Koridor Netzarim dalam keadaan apa pun," kata Netanyahu dikutip dari Times of Israel, Rabu (21/8/2024).
Baca juga: Konyol! Tentara Israel Rudal Pasukan Sendiri, Perwira Komandan Unit IDF Tewas
PM Israel itu menegaskan, pihaknya tidak akan menarik diri dari kedua wilayah di Gaza selatan dan tengah.
Dia mengklaim pasukan harus ditempatkan di sana karena alasan strategis dan keamanan.
Koridor Philadelphia membentang di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir, dituding sebagai tempat Hamas selama bertahun-tahun menyelundupkan senjata dan komponen senjata.
Dijelaskannya, Koridor Netzarim dibentuk oleh IDF selama perang, dan bertujuan untuk mencegah pejuang Hamas bersenjata kembali ke Gaza utara, serta memberi kebebasan lebih besar bagi militer untuk bermanuver melalui daerah kantong tersebut.
Netanyahu Tak Ingin Gencatan Senjata
Awal minggu ini, negosiator Israel dikatakan telah memberitahu perdana menteri bahwa tuntutannya agar kehadiran IDF terus berlanjut di Koridor Philadelphia akan menggagalkan kesepakatan tersebut.
“Pernyataan maksimalis seperti ini tidak konstruktif untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata,” kata pejabat AS yang tidak ingin disebut namanya.
Dia juga membantah laporan Axios yang mengatakan Netanyahu mungkin berhasil meyakinkan diplomat tinggi AS mengenai masalah tersebut.
"Satu-satunya hal yang diyakini Menteri (Luar Negeri AS) Blinken dan Amerika Serikat adalah perlunya menyelesaikan proposal gencatan senjata," kata pejabat senior itu kepada wartawan dalam perjalanan ke Doha.
Sementara Blinken dilaporkan telah dijadwalkan bertemu dengan Emir Qatar Tamim Al-Thani.
Setelah berbincang dengan para pemimpin tinggi di Israel dan Mesir, menteri luar negeri itu akhirnya hanya mendapat audiensi dengan menteri tingkat rendah, Menteri Negara Qatar di Kementerian Luar Negeri Mohammed bin Abdulaziz Al-Khulaifi.
Berbicara kepada wartawan sebelum meninggalkan Doha, Blinken mengatakan kesepakatan gencatan senjata perlu diselesaikan dalam beberapa hari mendatang,
Dikatakannya, Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar akan melakukan segala yang mungkin untuk membuat Hamas menyetujui "proposal penghubung" yang disusun AS di akhir perundingan puncak Doha minggu lalu.
“Waktu adalah hal terpenting,” kata diplomat tinggi Amerika tersebut.
“Ini perlu diselesaikan, dan harus diselesaikan dalam beberapa hari ke depan, dan kami akan melakukan segala yang mungkin untuk menyelesaikannya,” pungkasnya.
Kepemimpinan Sinwar Menakutkan Bagi Israel Ketimbang Haniyeh?
Kelompok pejuang Islam Hamas secara tegas menolak gencatan senjata (penghentian perang), kepemimpinan Yahya Sinwar lebih menakutkan bagi Israel ketimbang Ismail Haniyeh?
Kelompok pejuang Islam Hamas secara tegas menolak gencatan senjata (penghentian perang), kepemimpinan Yahya Sinwar lebih menakutkan bagi Israel ketimbang Ismail Haniyeh?
Diketahui Yahya Sinwar menjadi pemimpin baru Hamas menggantikan Ismail Haniyeh yang dibunuh Israel di Iran akhir Juli lalu.
Yahya Sinwar dikenal sebagai sosok yang keras dan menjadi dalang di balik sejumlah serangan yang berhasil membuat Israel marah.
Salah satunya peristiwa 7 Oktober 2023 lalu yang menewaskan 1.200 warga Israel, Sinwar dianggap sebagai sosok utama di balik serangan mengenaskan sepanjang sejarah zionis itu.
Sosok keras Sinwar pun mulai kelihatan, hal ini ditandai dengan penolakan secara mentah-mentah atas proposal Israel soal gencatan yang berlangsung di Doha, 15-16 Agustus 2024 lalu.
Dilansir dari Times of Israel pada Selasa (20/8/2024), Hamas menerbitkan pernyataan resmi pada Minggu malam kemarin yang isinya menolak persyaratan kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata yang dibahas di Doha.
Kelompok pejuang Islam itu menyalahkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu karena menimbulkan hambatan baru dalam perundingan tersebut.
Sementara pada kesempatan lain, Netanyahu mengatakan kepada para menteri kabinet pada Minggu sebelumnya bahwa dia pesimis mengenai peluang tercapainya kesepakatan.
Terutama mengingat Israel telah bernegosiasi secara efektif dengan negara-negara penengah, bukan dengan Hamas, yang menolak mengirimkan delegasi ke putaran perundingan terakhir.
“Peluangnya tidak tinggi,” demikian pernyataan Netanyahu kepada para menteri dikutip penyiar publik Kan.
Pesimisme Netanyahu, tampaknya bertentangan dengan laporan dari para mediator bahwa negosiasi mengalami kemajuan, dengan potensi akhir yang sukses sudah di depan mata.
Terlebih penolakan Hamas terhadap persyaratan yang dibahas di Doha.
Sementara AS telah mengindikasikan, pihaknya bakal mengadakan pertemuan puncak kedua akhir pekan ini, berharap kesepakatan dapat dirampungkan pada akhir minggu tersebut.
Presiden AS Joe Biden mengatakan pada Minggu kemarin, gencatan senjata di Gaza “masih mungkin” dan bahwa “kami tidak akan menyerah.”
Di antara poin-poin utama yang menjadi perdebatan dalam negosiasi tersebut adalah tuntutan Netanyahu agar IDF tetap ditempatkan di Koridor Philadelphia yang membentang di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir.
Dia mengklaim, hal itu untuk mencegah Hamas menyelundupkan senjata ke Gaza dan membangun kembali militernya.
Tuntutan ini tidak disebutkan dalam proposal kesepakatan penyanderaan Israel pada tanggal 27 Mei yang telah menjadi dasar bagi perundingan berikutnya, dan ditolak oleh Hamas.
Para negosiator Israel dilaporkan telah memberitahu perdana menteri bahwa tanpa kompromi mengenai masalah tersebut, tidak akan ada kesepakatan, dan mendesak adanya fleksibilitas.
Perdana menteri dilaporkan membalas, selama Hamas bersikeras agar IDF menarik diri sepenuhnya dari Koridor Philadelphia, maka memang tidak akan ada kesepakatan.
Dalam pernyataannya pada Minggu malam, Hamas menuduh Netanyahu “menetapkan persyaratan dan tuntutan baru” untuk menggagalkan perundingan dan memperpanjang perang di Gaza.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMM2LjgswuOCgAw?ceid=ID:id&oc=3
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.