Opini

Runtuhnya Pilar Kekhususan Aceh Menjelang Pilkada Serentak 2024

Pertama yaitu penyelenggaraan kehidupan beragama Penerapan syariat Islam bagi pemeluknya di Aceh. Pengaturan kehidupan beragama tetap menjamin kebebas

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Marzuki Ahmad SHI MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jabal Ghafur Sigli/UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

- Independensi kekuatan partai-partai politik Lokal dengan tidak berafiliasi dengan Parnas atau denganistilah lain batal wudhu
- Reformasi tata kelola pemerintahanyang transparan dan akuntabel. 
- Penguatan lembaga pengawasanindependen
- Pemberdayaan masyarakat sipil danmedia.
- Revitalisasi nilai-nilai lokalyang menjunjung keadilan dan kesejahteraan bersama.
- Jalur Independen/Perseoranganharus diberikan ruang yang cukup.

Tanpa langkah-langkah tersebut, Aceh berisiko terjebak dalam lingkaran oligarki yangakan semakin sulit diputus. Sudah saatnya semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat Aceh sendiri, berkomitmen untukmengembalikan marwah otonomi khusus demi Aceh yang lebih baik. 

Saat ini paraelit parlok seolah batal wudhu untuk menjadi imam. Padahal Aceh provinsi dengan status otonomi khusus, kini menghadapi tantangan baru menjelang Pilkada serentak 2024. Kekhususan yang selama ini menjadi kebanggaan danidentitas Aceh tampaknya mulai goyah, tergerus oleh arus politik nasional danmunculnya bentuk oligarki gaya baru. 

Erosi Kekhususan Aceh Selama bertahun-tahun, Aceh menikmati hak-hak istimewa dalam penyelenggaraan pemerintahanlokalnya, termasuk dalam pemilihan kepala daerah. Namun, keputusan untukmengikutsertakan Aceh dalam Pilkada serentak nasional 2024 seolah mengikiskekhususan tersebut. Ini bukan sekadar perubahan jadwal, tetapi potensialmengubah dinamika politik lokal secara fundamental. 

Dari awal fenomena inisudah bisa kita baca secara masif. Diamnya berbagai pihak telah membuat Acehkehilangan nilai tawar di level pusat. Untuk diketahui, Munculnya Oligarki Gaya Baru menjelang Pilkada di Bumi Serambi Mekkah bukan tanpa alasan. Sementara di sisi lain kekhususan Aceh terus terkikis, muncul fenomena oligarkigaya baru. 

Elite politik lokal dan nasional mulai membentuk aliansi,memanfaatkan celah transisi ini untuk mengkonsolidasi kekuasaan. Partai lokal,yang sebelumnya menjadi pilar demokrasi khas Aceh, sejak awal menujupenjaringan calon, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/ Wakil Bupati,Walikota/ Wakil Walikota sudah terlihat menjalankan Politik Dinamis diawalmenangis di akhir, dimana tidak lakon yang dimainkan terkesan pragmatis, contohnya ketua Partai A mendaftar pada Partai B, Ketua Partai B mendaftar pada Partai A, ini barang terus menghiasi berita di media hampir tiap hari, di saatmenjelang pendaftaran semua elite dan para calon tadi kocar-kacir alias batal wudhu.

Anehnya Parlok juga harus bergerak tayammum ke pulau jawa.  Pergeseran ini berpotensi melemahkan suara rakyat Aceh. Ketika fokus politik beralih ke panggung nasional, isu-isu lokal yang spesifik mungkin terabaikan. Partisipasi masyarakat dalam proses politik lokal bisa menurun jika mereka merasa aspirasimereka tidak lagi menjadi prioritas.

Tantangan dan Peluang

Meski demikian, situasi ini juga membuka peluang baru. Aceh bisa memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisinya dalam konteks nasional, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai lokalnya. 

Diperlukan kearifan dari para pemimpin dan masyarakatAceh untuk menyeimbangkan tuntutan nasional dengan kepentingan lokal. Apalagikalau kita melihat paslon yang muncul ke publik saat ini sebuah kombinasi ideal dimana pasangan H. Muzakir Manaf yang berhaluan Parlok bergandengan denganFadhlullah, alias Dek Fad yang notabene 2 kali DPR-RI yang juga Ketua Partai Gerindra Aceh saat ini yang memiliki akses langsung dengan Pusat. Pasangan kedua Cagub dan Cawagub Bustami Hamzah Tgk. Muhammad Yusuf A Wahab (Tusop) bisa dipastikan tidak ada calon yang maju dari jalur Independen.

Kita berharap partisipasi masyarakat Aceh Menjelang Pilkada serentak 2024, Aceh berada dipersimpangan kritis. Tantangannya adalah mempertahankan esensi kekhususan Acehsambil beradaptasi dengan dinamika politik nasional yang baru. 

Diperlukankesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat Aceh untukmemastikan bahwa perubahan ini tidak mengorbankan kepentingan dan identitasunik Aceh.(*)a

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved