Konflik Palestina vs Israel
Lautan Demonstran Luapkan Emosi, Terobos Rumah PM Israel hingga Tuntut Segera Pecat Netanyahu
Lautan demonstran meluapkan emosi, massa menerobos rumah Perdana Menteri (PM) Israel hingga tuntut segera pecat Benjamin Netanyahu.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM - Lautan demonstran meluapkan emosi, massa menerobos rumah Perdana Menteri (PM) Israel hingga tuntut segera pecat Benjamin Netanyahu.
Demo besar-besaran digelar di di kota Tel Aviv, Quds yang diduduki Israel, Be'er Sheva dan kota-kota lain di Palestina, Senin (2/9/2024).
Puluhan ribu pengunjuk rasa menuntut Netanyahu dan kabinet perang rezim Zionis serta menuntut perjanjian gencatan senjata dengan Hamas.
Dilansir dari Mehr News Agency, para pengunjuk rasa juga berkumpul di depan kediaman Benjamin Netanyahu dan menuntut pemecatannya segera dari kekuasaan.
Mereka meminta kesepakatan dengan Hamas untuk pembebasan tahanan dilakukan segera.
Baca juga: Demonstran Ngamuk, Terobos Rumah PM Israel Netanyahu
Baca juga: Demo Terbesar di Israel Buntut Tewasnya 6 Sandera, Lapid Salahkan Netanyahu, Negara Zionis Lumpuh
Pemicu demonstrasi ini usai pasukan pertahanan militer Israel (IDF) mengonfirmasi tewasnya 6 tahanan warga asal Israel di Gaza, salah satunya adalah warga negara Amerika.
Setelah peristiwa ini, keluarga tawanan Israel dalam sebuah pernyataan menyerukan pembangkangan sipil besar-besaran di semua kota di Palestina yang diduduki.
Kemudian terjadi pemogokan umum di banyak kota hari ini.
Menurut Al Jazeera, para pengunjuk rasa menerobos penghalang keamanan di sekitar kediaman Netanyahu.
"Barikade keamanan ditempatkan di sekitar rumah PM Israel di Quds yang suci," tulis Mehr News Agency, Selasa siang.
Rekaman media sosial juga menunjukkan para pengunjuk rasa merusak properti di sekitarnya.
Masjid Al-Aqsa Kini Jadi Tempat Ibadah Rutin Yahudi Israel
Sementara diberitakan sebelumnya, Komplek Masjid Al-Aqsa yang merupakan tempat suci sekaligus kiblat pertama umat Muslim, kini menjadi tempat doa, sujud dan ibadah rutin Yahudi Israel.
Reporter Times of Israel yang datang ke komplek Masjid Al-Aqsa pada Rabu (28/8/2024) menyaksikan langsung bagaimana umat nonmuslim (Yahudi) melakukan ritual ibadah yang selama ini dilarang di sana.
Diketahui berdasarkan status quo yang mengatur kompleks suci tersebut, nonmuslim hanya boleh berkunjung namun tidak boleh beribadah di Masjid Al-Aqsa kecuali umat Islam.
Namun kini, komplek Masjid Al-Aqsa yang dianggap sebagai Temple Mount oleh umat Yahudi, sudah digunakan kaum tersebut untuk doa terbuka dan sujud secara rutin dan diizinkan oleh polisi setiap hari.
Praktik ini disaksikan oleh The Times of Israel saat berkunjung ke sana pada Rabu lalu, di mana kebaktian doa sore dilakukan dengan suara keras.
Para aktivis Yahudi mengatakan, doa-doa tersebut dilakukan selama kebaktian pagi dan sore setiap hari.
Sujud dilakukan di sisi timur lapangan terbuka Bait Suci, diklaim tak terlihat oleh jamaah Muslim, tetapi terlihat jelas oleh polisi yang mendampingi umat Yahudi selama kunjungan mereka.
Sebelumnya, tempat tersebut tidak diizinkan bagi umat Yahudi untuk berdoa seperti itu berdasarkan status quo yang sudah berlaku puluhan tahun.
Sujud di Komplek Masjid Al-Aqsa dianggap umat Yahudi sebagai bentuk khusus peribadatan agama dan bahkan merupakan perintah agama tersendiri di tempat yang tepat di lokasi tersebut.
Itulah sebabnya kemampuan untuk melaksanakan praktik tersebut disambut dengan antusias oleh para aktivis Temple Mount.
Baca juga: Menteri Gila Israel Ben-Gvir: Warga Palestina Harus Ditembak di Kepala
Yahudi Bebas Ibadah di Al-Aqsa Sejak Pertengahan Agustus
Sebelum 13 Agustus tahun ini, polisi pada umumnya akan menahan dan mengusir pengunjung Yahudi dan nonmuslim yang melakukan salat unjuk rasa seperti sujud.
Seorang petugas polisi yang memberi pengarahan kepada pengunjung sebelum kunjungan mereka juga akan menginstruksikan mereka untuk tidak melakukan salat unjuk rasa.
Namun tampaknya instruksi seperti itu kini tidak lagi diberikan.
Praktik baru ini pertama kali menarik perhatian pada 13 Agustus, yang tahun ini merupakan tanggal Puasa Yahudi pada tanggal Sembilan Av.
Ketika itu para jamaah mengunjungi Temple Mount bersamaan dengan Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir bersujud dan berdoa dengan suara keras.
Polisi tidak menahan atau memindahkan jamaah yang melakukan doa demonstratif tersebut.
Ben Gvir bersikeras saat itu dan setelahnya bahwa kebijakannya, sebagai menteri yang berwenang atas polisi, adalah mengizinkan orang Yahudi berdoa di lokasi tersebut.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berusaha mengecilkan perkembangan tersebut, dengan menegaskan bahwa tidak ada perubahan pada status quo.
Namun Ben Gvir menepis protesnya, dan doa terus berlanjut tanpa gangguan.
Salah satu aktivis utama Temple Mount yang telah terlibat dalam lobi untuk hak lebih besar bagi orang Yahudi berdoa di lokasi tersebut selama bertahun-tahun mengatakan kepada The Times of Israel, meskipun perubahan yang terjadi sejak 13 Agustus itu "substansial," ia tidak yakin perubahan tersebut merupakan perubahan terhadap status quo.
Doa Yahudi yang dilakukan secara diam-diam telah diizinkan oleh kepolisian setidaknya sejak tahun 2018, saat Gilad Erdan menjabat sebagai menteri kepolisian.
Menurut aktivis yang tidak ingin disebutkan namanya itu, langkah itu merupakan perubahan nyata terhadap status quo dalam beberapa tahun terakhir.
Ia menambahkan selain diperbolehkannya bersujud, polisi juga mengizinkan doa disertai nyanyian dan tarian di sisi timur Komplek Masjidil Aqsa.
Meski demikian, reporter Times of Israel tidak menyaksikan aktivitas tersebut selama kunjungan pada Rabu kemarin.
Awal kunjungan media tersebut, terlihat sekelompok umat Yahudi berjumlah sekitar 30 orang, sebagian besar laki-laki tetapi ada juga beberapa perempuan dan anak-anak.
Mereka naik ke Gerbang Mughrabi dari pintu masuk ke alun-alun Tembok Barat sambil bernyanyi,
"Dan mereka akan sujud menyembah kepada Tuhan di gunung suci di Yerusalem," sebuah ayat dari kitab Yesaya.
Sebagaimana prosedur umum bagi pengunjung Yahudi yang naik selama jam kunjung bagi non-Muslim, rombongan dibawa dengan pengawalan polisi mengelilingi Komplek Masjidil Aqsa berlawanan arah jarum jam dari sudut barat daya alun-alun ke sisi timur.
Setibanya di sana, banyak anggota kelompok itu membungkuk menghadap ke barat ke tempat suci kuil Yahudi kuno berada, di hadapan polisi.
Para jamaah juga bersujud selama kebaktian doa sore yang mereka pimpin, dengan bagian-bagian yang relevan dari kebaktian tersebut diucapkan dengan suara keras.
Dua rabi aktivis kemudian memberikan pelajaran singkat yang masing-masing berlangsung beberapa menit, sebelum polisi memerintahkan kelompok tersebut untuk mengakhiri kunjungan, dengan berjalan mengelilingi ujung utara lokasi dan keluar melalui Gerbang Rantai.
Aktivis veteran Temple Mount, Rabbi Yitzhak Brand yang tidak seperti aktivis lainnya, adalah seorang ultra-Ortodoks (sebagian besar Haredim menentang kunjungan ke tempat tersebut), memberikan salah satu pelajaran, dengan mencatat kemampuan untuk melakukan sujud tanpa batasan sejak 13 Agustus.
Israel Biadab, Bunuh 5 Pria Gaza Palestina di Masjid
Sementara diberitakan sebelumnya, Pasukan Pertahanan Isral (IDF) biadab, membunuh warga Gaza Palestina di kamp Nur Shams dekat kota Tulkarem di Tepi Barat, Rabu (28/8/2024).
Dilansir dari Times of Israel pada Kamis siang, sebanyak lima orang tewas dibunuh Israel dengan tuduhan para pria tersebut bersenjata dan sembunyi di Masjid Tulkarem.
Masih berdasarkan klaim Israel, salah seorang yang tewas merupakan pemimpin lokal Hamas di kamp Nur a-Shams.
IDF, Shin Bet dan Polisi Perbatasan kompak menuding Kamp tersebut sebagai tempat operasi antiterorisme besar-besaran sedang berlangsung.
Pernyataan itu mengatakan pasukan terlibat baku tembak dengan para pejuang Hamas sebelum mereka terbunuh, termasuk Muhammad Jaber atau Abu Shajaa.
Pria tersebut dituduh organisasi keamanan Israel merencanakan banyak serangan, termasuk penembakan pada Juni yang menewaskan seorang pria Israel.
Seorang anggota operasi lainnya ditangkap, menurut pernyataan tersebut.
Media Palestina menyebut orang yang ditangkap itu sebagai Muhammad Kasas, anggota tingkat tinggi sayap militer kelompok Jihad Islam Palestina di Tulkarem.
Seorang pejuang dari unit Yamam Polisi Perbatasan terluka ringan dan telah menerima perawatan di rumah sakit, demikian pernyataan itu menambahkan.
Israel Takkan Tinggalkan Koridor Philadelphia di Gaza-Mesir
Sementara diberitakan sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu tidak akan meninggalkan Koridor Philadelphia yang menjadi perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir.
Netanyahu dilaporkan memberi tahu keluarga garis keras para sandera yang ditinggalkan soal agresi militer Israel di Jalur Gaza, Palestina.
"Israel tidak akan meninggalkan Koridor Philadelphia dan Koridor Netzarim dalam keadaan apa pun," kata Netanyahu dikutip dari Times of Israel, Rabu (21/8/2024).
PM Israel itu menegaskan, pihaknya tidak akan menarik diri dari kedua wilayah di Gaza selatan dan tengah.
Dia mengklaim pasukan harus ditempatkan di sana karena alasan strategis dan keamanan.
Koridor Philadelphia membentang di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir, dituding sebagai tempat Hamas selama bertahun-tahun menyelundupkan senjata dan komponen senjata.
Dijelaskannya, Koridor Netzarim dibentuk oleh IDF selama perang, dan bertujuan untuk mencegah pejuang Hamas bersenjata kembali ke Gaza utara, serta memberi kebebasan lebih besar bagi militer untuk bermanuver melalui daerah kantong tersebut.
Netanyahu Tak Ingin Gencatan Senjata
Awal minggu ini, negosiator Israel dikatakan telah memberitahu perdana menteri bahwa tuntutannya agar kehadiran IDF terus berlanjut di Koridor Philadelphia akan menggagalkan kesepakatan tersebut.
“Pernyataan maksimalis seperti ini tidak konstruktif untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata,” kata pejabat AS yang tidak ingin disebut namanya.
Dia juga membantah laporan Axios yang mengatakan Netanyahu mungkin berhasil meyakinkan diplomat tinggi AS mengenai masalah tersebut.
"Satu-satunya hal yang diyakini Menteri (Luar Negeri AS) Blinken dan Amerika Serikat adalah perlunya menyelesaikan proposal gencatan senjata," kata pejabat senior itu kepada wartawan dalam perjalanan ke Doha.
Sementara Blinken dilaporkan telah dijadwalkan bertemu dengan Emir Qatar Tamim Al-Thani.
Setelah berbincang dengan para pemimpin tinggi di Israel dan Mesir, menteri luar negeri itu akhirnya hanya mendapat audiensi dengan menteri tingkat rendah, Menteri Negara Qatar di Kementerian Luar Negeri Mohammed bin Abdulaziz Al-Khulaifi.
Berbicara kepada wartawan sebelum meninggalkan Doha, Blinken mengatakan kesepakatan gencatan senjata perlu diselesaikan dalam beberapa hari mendatang,
Dikatakannya, Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar akan melakukan segala yang mungkin untuk membuat Hamas menyetujui "proposal penghubung" yang disusun AS di akhir perundingan puncak Doha minggu lalu.
“Waktu adalah hal terpenting,” kata diplomat tinggi Amerika tersebut.
“Ini perlu diselesaikan, dan harus diselesaikan dalam beberapa hari ke depan, dan kami akan melakukan segala yang mungkin untuk menyelesaikannya,” tambahnya.
Terbongkar Percakapan Telepon Presiden AS dan PM Israel
Sementara diberitakan sebelumnya Presiden AS, Joe Biden berbicara dengan Netanyahu melalui sambungan telepon dengan Biden pada Rabu (21/8/2024).
Hal ini menanggapi gagalnya upaya kesepakatan gencatan senjata (penghentian perang) dan pembebasan sandera setelah baru-baru ini Gedung Putih menyampaikan optimisme perundingan antara Israel dan Hamas.
Wakil Presiden Kamala Harris, kandidat presiden dari Partai Demokrat, juga bergabung dalam panggilan tersebut, menurut Gedung Putih.
Selama panggilan tersebut, Biden menekankan urgensi untuk menuntaskan gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera.
"Serta membahas pembicaraan mendatang di Kairo untuk menyingkirkan hambatan yang tersisa," demikian bocoran Gedung Putih dikutip dari Times of Israel, Kamis (22/8/2024).
Sementara Kantor Netanyahu di Tel Aviv tidak mengomentari percakapan tersebut.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri (AS), Antony Blinken yang berada di wilayah tersebut minggu ini mengklaim mendorong “proposal” yang dirancang untuk menjembatani mengatasi perselisihan antara Israel dan Hamas.
Perselisihan itu mengenai isu-isu seperti penempatan pasukan IDF di perbatasan Gaza-Mesir jika terjadi kesepakatan.
Berbicara kepada pers pada Senin kemarin, Blinken memuji Netanyahu karena mendukung proposal tersebut.
Menlu AS Kejauhan Akomodasi Kepentingan Israel
Sementara di sisi lain, pendekatan Blinken ditanggapi negatif oleh sebagian orang.
Dua pejabat Arab dari negara penengah dan pejabat ketiga yang terlibat dalam pembicaraan tersebut mengatakan, Blinken bertindak terlalu jauh dengan mengakomodasi posisi Netanyahu.
Dalam hal ini mengakomodasi Netanyahu mengenai keberadaan IDF yang berkelanjutan di koridor Philadelphia dan Netzarim.
Seorang pejabat Arab menyesalkan tidak ada gunanya mengadakan pertemuan tingkat tinggi para negosiator yang direncanakan akhir minggu ini di Kairo.
Kecuali AS menekan Netanyahu untuk menarik kembali tuntutan barunya dan mengubah proposal penghubungnya sebagaimana mestinya.
Pejabat Arab lainnya menyatakan kebingungannya atas pernyataan publik Blinken yang berulang kali dalam beberapa hari terakhir soal Netanyahu mendukung usulan AS untuk menjembatani perselisihan.
Dengan alasan ini secara tidak akurat menggambarkan Hamas sebagai satu-satunya pihak yang melakukan hambatan.
Pejabat Arab itu menunjuk pada komentar yang terus dibuat PM Israel tentang perlunya kehadiran militer Israel secara permanen di Koridor Philadelphia mencegah penyelundupan senjata dari Mesir ke Gaza.
Pejabat ketiga yang terlibat dalam pembicaraan tersebut mengatakan, proposal AS tidak memungkinkan kehadiran Israel secara permanen di koridor tersebut, tetapi tidak juga mengesampingkan penempatan semacam itu sepenuhnya.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.