Kupi Beungoh
Uteun Adat Gunong Kubu dan Kisah Mistis Rimueng Teungku, Penjaga Hutan di Suwak Awe Aceh Barat Itu
Survei tersebut merupakan kerja sama antara Kementerian ATR/BPN Republik Indonesia dengan Universitas Syiah Kuala atau USK, Banda Aceh.
Konsep ini berbeda dengan wilayah lain di Aceh, terutama Banda Aceh dan pesisir Utara-Timur. Dalam wilayah itu, selain mesjid masih banyak berbasis mukim, setiap kampung dibangun meunasah.
Uteun Adat Gunong Kubu dan Rimueng Teungku
Tidak diketahui pasti kapan uteun (hutan) adat Gunong Kubu dijaga dan dilindungi.
Meskipun kisah mistis Rimueng Teungku (Harimau Teungku) sering sekali muncul apabila ada masyarakat yang melakukan tindakan merusak hutan adat tersebut.
Setelah melihat langsung pohon-pohon besar, tinggi dan rindang Uteun Adat Gunong Kubu yang terletak di pinggiran Gampong Suwak Awee, kami singgah ke makam seorang ulama yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat.
Bahkan, di sekitaran makam sering dilakukan kenduri tren u blang (kenduri turun sawah) dan koh padee (jelang panen).
Ritual tersebut bukan dimaksudkan menyembah makam, namun masyarakat bertawasul dengan keberkahan ulama tersebut, agar hasil tanaman mereka dapat melimpah.
Juru kunci Makam, Tgk Ilyas, saat di wawancarai oleh Riki Yulianda pada kesempatan lain menuturkan kisah Rimueng Teungku yang berada sekitar makam dan Uteun Gunong Kubu ia dengarkan dari kakeknya, Teungku Puteh.
"Teungku Puteh pernah juga menjadi juri kunci makam tersebut. Bahkan, yang memberi makan harimau saat itu adalah Teungku Puteh sendiri," kisah Tgk Ilyas.
Pantang Larang
Sama halnya dengan hutan adat tempat lain yang memiliki aturan pantang larang. Uteun Gunong Kubu juga memiliki larangan dan sanksi bagi yang melanggar.
Menurut cerita Muhammad Nasir, sejak dahulu pohon dalam hutan adat dilarang ditebang, termasuk berburu hewan liar.
"Penebangan pohon hanya diizinkan atas kesepakatan masyarakat, misalnya untuk membangun rumah duafa, atau diambil sekedarnya kebutuhan keluarga," ujar Tgk Ilyas.
Pernah juga ada yang mencoba memotong pohon, pelaku kemudian ditangkap dan di sidang adat.
Salah satu putusannya adalah menanam kembali pohon lain di kawasan itu.
Kemudian ditambah dengan sanksi denda berupa uang pengganti. Setelah kejadian tersebut, tidak ada lagi yang berani memotong kayu di hutan.
Pemburu burung (cicem) pernah tersesat di hutan itu, tidak tahu jalan pulang.
Dan ini dipercayai adanya hubungan magis religius antara hutan dan manusia di sana. Siapa yang mencoba-coba melanggar langsung mendapatkan 'semacam bala' kepada pelaku dan atau keluarganya.
Hutan Adat adalah salah satu warisan berharga Masyarakat Hukum Adat (MHA) Gampong Suwak Awee, Kemukiman Gunong Meuh,Kecamatan Pantee Cermen Kabupaten Aceh Barat.
Namun, tantangan perambahan termasuk penguasaan oleh pihak tertentu tetap mengkhawatirkan mereka.
Ditambah lagi hutan adat seluas 20 Ha tersebut dikelilingi oleh beberapa pemilik HGU perusahaan karet.
Keuchik dan perangkat adat di sana semakin risau karena hutan adat mereka belum mendapatkan legalitas formal seperti delapan hutan adat mukim di Aceh atau dua SK Tanah Ulayat di Kabupaten Aceh Besar. Wallahuaklam. (*)
*) PENULIS adalah Anggota Tim Survei Pusat Riset Hukum, Islam dan Adat (PRHIA) USK
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Artikel Kupi Beungoh Lainnya
Menjaga Semangat Helsinki, Menjamin Keadilan OTSUS Aceh |
![]() |
---|
Dari Aceh Untuk Indonesia dan Dunia: Ajarkan Sejarah Aceh Dalam Muatan Lokal di Sekolah |
![]() |
---|
Kolegium Kesehatan Antara Regulasi dan Independensi |
![]() |
---|
Revisi UUPA, Pengkhianatan di Balik Meja Legislatif yang Menjajah Hak Rakyat Aceh |
![]() |
---|
Baitul Mal Aceh: Masihkah Menjadi Lentera Umat? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.