Berita Lhokseumawe
Potensi dan Tantangan PLTBm Berbasis Limbah Sawit di Aceh Tamiang
Lebih kurang sekitar 100 meter dari Pos Satpam Pintu Gerbang pabrik, terlihat para pekerja sedang membangun bagian dari pondasi
Penulis: Jafaruddin | Editor: Nur Nihayati
Artinya, dalam setahun tandan kosong Kelapa Sawit yang dihasilkan warga di Aceh Tamiang adalah sebanyak 11.422.000 kilogram atau per harinya 31.295 kilogram.
Sebagian dari janjangan kosong ini pun sudah dimanfaatkan warga di kawasan itu, untuk pembuatan pupuk kompos, dan para pelaku jenis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Lalu bagaimana jika bahan baku itu kurang untuk pasokan PLTBm? Hal lain yang jadi pertanyaan adalah persoalan emisi yang akan dihasilkannya.
Ketua Program Studi Magister Energi Terbarukan Universitas Malikussaleh (Unimal), Dr Adi Setiawan MT kepada Serambinews.com menyebutkan sepengetahuannya belum ada Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa di Indonesia (PLTBm) yang tidak menghasilkan emisi.
Karena saat pembakaran limbah tandan atau janjangan kosong (tankos) untuk mengalirkan panas ke dalam boiler atau ketel uap guna menghasilkan energi kalor yang kemudian dimanfaatkan untuk menggerakan turbin guna menghasilkan arus listrik.
Sebab pada tankos kelapa sawit tersebut mengandung potasium. Potasium tersebut bisa menyebabkan kerak yang menempel pada pipa, sehingga efisiensi boiler akan berkurang. Walhasil, bahan bakar menjadi boros dan akan menghasilkan polusi.
Jika pembakarannya tidak sempurna, maka asap dari pembakaran tankos tersebut akan hitam.
Asap hitam inilah yang akan menimbulkan emisi dan berpotensi menjadi sumber polutan. Karena boiler digunakan terus menerus, sehingga kerak akan sulit untuk dibersihkan.
“Sepengetahuan saya belum ada PLTBm yang menggunakan alat pembakar yang tidak menghasilkan emisi, hanya saja dalam jumlah kecil,” sebut Adi, yang sebelumnya pernah bekerja sebagai karyawan PT Ateliers Mecaniques D'Indonesie Tbk (AMIN) atau Atmindo, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perancangan, pembuatan, dan pemasangan boiler yang menghasilkan uap, panas, dan tenaga listrik.
Saat itu pihaknya pernah mengembangkan alat pembakaran berbasis tankos kelapa sawit yang tidak menghasilkan emisi.
Namun karena biayanya mahal, sehingga ketika ditawarkan ke perusahaan PLTBm tidak bersedia menggunakannya.
“Sehingga kadang sama saja dengan menggunakan batu bara, yang menghasilkan emisi juga,” katanya.
Untuk mengoperasikan PLTBm berbahan baku tankos, maka jarak maksimal adalah 20 kilometer dengan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) agar biaya yang dikeluarkan lebih efisien.
Biasanya PKS mampu mengolah Tandan Buah Segar (TBS) kelapa Sawit sebanyak 20 ton per jam dan beroperasi dalam setahun selama 5.800-6.000 jam.
Selain tankos, maka dalam kondisi terdesak, PLTBm bisa memanfaatkan cangkang kelapa sawit, untuk menjaga suplai.
“Tempat saya bekerja dulu mampu menghasilkan listrik 1.5 Megawatt, yang bahan bakunya berasal dari satu pabrik dengan kapasitas 15 ton per jam,” katanya.
Wali Kota Lhokseumawe Sayuti Abubakar Raih BAZNAS Award 2025, Ini Sebabnya |
![]() |
---|
Baru 4 Gampong di Lhokseumawe Tuntas Cairkan Dana Desa Tahap II Tahun 2025 |
![]() |
---|
Kapal Perang Banda Aceh Kirim Alutsista Baru Ke Pangkalan TNI AL Lhokseumawe |
![]() |
---|
Dugaan Korupsi di KEK Arun, Jaksa Sita Sejumlah Aset PT Patna, Termasuk Uang |
![]() |
---|
Mubadala Energy Paparkan Rencana Kerja Strategis bersama Pemko Lhokseumawe dan SKK Migas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.