Capaian Imunisasi Rendah, GEN-A Latih Kader Penyuluh Muda Lintas Profesi Kesehatan
Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2023, cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia hanya mencapai 68%...
SERAMBINEWS.COM - Menyikapi rendahnya cakupan imunisasi dasar lengkap serta meningkatnya hoaks seputar imunisasi, Generasi Edukasi Nanggroe Aceh (GEN-A) bekerja sama dengan Generasi Cerdas Internet Sehat (GENCIS) menyelenggarakan pelatihan Training of Communicator (ToC) Literasi Digital Tangkal Hoaks Imunisasi dengan Pendekatan Keterampilan Komunikasi Antarpribadi (KAP), 12 Oktober 2024.
Pelatihan satu hari ini diikuti oleh mahasiswa lintas profesi kesehatan untuk mencetak kader penyuluh imunisasi yang mampu menyampaikan informasi secara menyenangkan dan efektif. Pelatihan ini juga menerapkan konsep Interprofessional Education and Collaboration (IPE & IPC), yang menekankan pentingnya kolaborasi antar profesi kesehatan.
Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2023, cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia hanya mencapai 68 persen, jauh dari target nasional sebesar 95 % . Rendahnya partisipasi masyarakat diperparah oleh penyebaran hoaks yang meresahkan.
Beberapa hoaks paling umum menyebutkan bahwa vaksin menyebabkan infertilitas atau autisme—klaim-klaim yang tidak berdasar pada bukti ilmiah. Edukasi yang efektif dan diseminasi informasi yang akurat melalui kader penyuluh menjadi salah satu solusi penting untuk meningkatkan partisipasi imunisasi.
Permasalahan rendahnya cakupan imunisasi di Indonesia tidak terlepas dari berbagai tantangan, mulai dari kesenjangan akses hingga ketidakpercayaan terhadap vaksin. Di daerah-daerah terpencil, distribusi vaksin sering kali terkendala oleh infrastruktur yang kurang memadai.
Selain itu, masih banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya imunisasi sebagai salah satu langkah pencegahan penyakit menular. Ketakutan dan keraguan terhadap vaksin semakin diperburuk dengan minimnya edukasi dan komunikasi yang efektif dari pihak terkait, sehingga menyebabkan banyak orang yang ragu-ragu untuk mengikuti program imunisasi.
Hoaks kesehatan, termasuk isu-isu seputar imunisasi, berkembang pesat di era digital. Dengan mudahnya akses informasi melalui media sosial, berbagai klaim palsu tentang bahaya vaksin menyebar dengan cepat dan tanpa kontrol. Misinformasi ini sering kali dibumbui oleh narasi yang emosional, yang membuat masyarakat lebih mudah terpengaruh.
Sebagai contoh, hoaks tentang vaksin menyebabkan autisme atau infertilitas, meskipun telah berulang kali dibantah oleh para ahli medis, tetap menjadi salah satu penyebab utama keraguan terhadap imunisasi. Kondisi ini memerlukan intervensi edukatif yang kuat, berbasis literasi digital, untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat.
Dalam pelatihan yang berlangsung selama dua hari, para peserta yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan profesi kesehatan menerima materi dan pelatihan intensif. Sesi pertama dimulai dengan Pengantar Teknik Komunikasi Antarpribadi, yang dibawakan oleh dr. Imam Maulana, seorang Trainer KAP.
Sesi ini memperkenalkan dasar-dasar keterampilan komunikasi antarpribadi yang dapat membantu penyuluh dalam menyampaikan informasi secara lebih persuasif dan efektif. “Metode KAP bertujuan mempercepat proses keakraban. Hal ini penting mengingat seseorang cenderung lebih menerima dan percaya informasi yang disampaikan oleh orang yang akrab dengannya,” jelas dr Imam.
Berlanjut ke sesi kedua, Edukasi Imunisasi berbasis KAP disampaikan dengan cara interaktif oleh Ulfa Zahra Sisca, Trainer dari GEN-A, dan Nadia Wulandari, seorang Komunikator KAP Imunisasi. Dengan menggunakan permainan dan nyanyian, peserta diajak untuk memahami pentingnya imunisasi dasar lengkap, termasuk imunisasi HPV, dengan pendekatan yang kreatif dan menyenangkan melalui permainan dan nyanyian.
“Bermain sambil belajar itu sangat menyenangkan, bahkan mempermudah seseorang menerima pesan-pesan edukatif yang kita berikan, termasuk dalam aspek imunisasi,” tutur Ulfa Zahra Sisca.
Sesi ketiga difokuskan pada Edukasi Literasi Digital untuk Menangkal Hoaks yang disampaikan oleh Sitty Almatunira, S.Kom, Ketua Komunitas GENCIS. Melalui sesi ini, para peserta dibekali keterampilan untuk mengenali dan menangkal informasi hoaks yang berkaitan dengan imunisasi di dunia digital.
“Selain tidak jelas sumbernya, ciri hoaks adalah informasi tersebut mengaduk-aduk perasaan seperti panik, benci, sakit hati, sedih atau bahkan terlalu bahagia. Jika sudah emosional, maka sangat disarankan untuk berdiam diri sejenak, istighfar dan namai perasaan kita, setelah itu tabayyun atau cek kembali info tersebut sebelum menyebarkan luaskannya.”
Memasuki sesi keempat, dr. Imam Maulana kembali memberikan materi Pengantar Praktik Fasilitasi, yang membekali peserta dengan pengetahuan untuk memfasilitasi edukasi kelompok secara lebih interaktif dan partisipatif. Kemudian dilanjutkan dengan puncak dari pelatihan ini yaitu sesi Microteaching, di mana peserta seperti Haya Aqila, mahasiswa Pendidikan Profesi Apoteker USK, dan Almayra Rizki Sari, mahasiswa Fakultas Keperawatan USK, melakukan simulasi edukasi imunisasi dan menangkal hoaks secara langsung di hadapan peserta lain. Ini bertujuan untuk memperkuat keterampilan mereka dalam mengkomunikasikan informasi penting dengan efektif.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.