Eks Tawanan Tentara Israel, Nur Ikhwan Abadi Meninggal Dunia, Berperan Penting Bangun RSI di Gaza

Nur Ikhwan Abadi merupakan salah satu Presidium AWG yang juga sebagai relawan Kemanusiaan Indonesia untuk Palestina MER-C.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM
Relawan Gaza, Ir Nur Ikhawan Abadi yang juga menjadi salah satu korban tragedi di kapal Mavi Marmara yang diserang oleh tentara Israel saat mengantarkan misi kemanusiaan ke Palestina pada 31 Mei 2010 tutup usia pada Sabtu (30/11/2024). 

Relawan Gaza, Ir Nur Ikhawan Abadi menjadi salah satu korban tragedi di kapal Mavi Marmara yang diserang oleh tentara Israel saat mengantarkan misi kemanusiaan ke Gaza, Palestina pada 31 Mei 2010 silam. 

Meski sudah berjalan 13 tahun lamanya, tragedi Mavi Marmara masih terus diperingati setiap 31 Mei setiap tahunnya. 

Kapal Mavi Marmara tergabung dalam armada kemanusiaan Freedom Flotilla yang hendak menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Baca juga: RS Indonesia di Gaza Tampung 2 Ribu Pasien, Relawan: 800 Mati Syahid, Amal Jariyah untuk Rakyat Aceh

Rombongan ini bertolak dari pelabuhan Antalya, Turki menuju Gaza melalui jalur laut.

Armada yang terdiri dari enam kapal dan menganggkut 688 orang dari 41 negara, akan menyalurkan bantuan kemanusiaan dari berbagai negara ke Gaza, Palestina.

Di tengah perjalanan, tepatnya saat memasuki waktu subuh, Jumat 31 Mei 2010, angkatan laut Israel kemudian menghentikan kapal Mavi Marmara, padahal posisi kapal saat itu masih berada di perairan internasional.

Tentara Israel lalu masuk kapal Mavi Marmara kemudian menembaki para relawan, sembilan orang syahid di atas kapal sementara 189 lainnya terluka, salah satunya jurnalis asal Indonesia, Surya Fahrizal.

Salah seorang relawan asal Indonesia yang ikut dalam rombongan kapal Mavi Marmara, Ir Nur Ikhwan Abadi berbagi cerita detik-detik tentara Israel melakukan tawanan kepada rombongan Mavi Marmara dalam Podcast Serambi Spotlight yang ditayangkan secara langsung di kanal YouTube Serambinews.com, Kamis (26/10/2023) dipandu langsung oleh Jurnalis Harian Serambi Indonesia, Firdha Ustin. 

Ia menceritakan bahwa keberangkatan rombongan Mavi Marmara dari pelabuhan Antalya, Turki dimulai 26 April 2010.

Rombongan misi kemanusiaan ini terpaksa menempuh jalur laut karena perbatasan menuju ke Gaza ditutup pada saat itu.

Meski jarak dari pelabuhan Antalya ke laut Gaza bisa ditempuh selama 15 jam, namun rombongan kapal Mavi Marmara sempat tiga hari berada di laut lepas. Memang sebelumnya mereka sempat mendapat kecamanan dari pihak Israel atas misi tersebut.

Lalu pada 31 Mei 2010, tepatnya menjelang waktu subuh, kapal Mavi Marmara dicegat oleh tentara Israel.

"Kita sudah masuk saat itu tinggal beberapa mil lagi menuju Gaza kita dicegat oleh tentara Israel dan posisinya masih di perairan internasional. Jadi sebenarnya Israel gak ada hak menyerang kami karena kami posisinya masih di Internasional," katanya. 

Saat dihadang oleh tentara Israel, kapal Mavi Marmara yang mereka tumpangi kemudian berbalik arah menuju Antalya, hal ini dilakukan agar tidak ada memakan korban jiwa. 

Namun pilihan tersebut tidak membuahkan hasil. Tentara Israel masih mengejar kapal Mavi Marmara menggunakan speed boat, mereka juga mencoba masuk ke kapal.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved