Nasib Aipda Nikson, Jadi Tersangka Pembunuhan Ibu Kandung, Kini Ditahan di Polres Bogor

Penetapan status tersangka dilakukan setelah polisi meningkatkan status kasus pembunuhan tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.

Editor: Faisal Zamzami
Tribunnewsbogor.com
Aipda Nikson Pangaribuan (41) sempat curhat ke ketua RT sebelum bunuh ibu kandung. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Polres Bogor menetapkan Aipda Nikson Pangaribuan alias Ucok sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap ibu kandungnya, Herlina Sianipar (61) di kawasan Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.

Penetapan status tersangka dilakukan setelah polisi meningkatkan status kasus pembunuhan tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.

 
"Tanggal 2 Desember 2024 telah kita naikkan ke tahap penyidikan terhadap kasus tersebut dan tanggal 3 Desember 2024 sudah kita tetapkan tersangka," kata Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro, kepada wartawan, Jumat (6/12/2024).

Rio pun mengatakan saat ini pihaknya sudah melakukan penahanan terhadap Aipda Nikson di Mapolres Bogor.

Selain itu, Rio menyebut pihaknya telah melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor (Kejari). 

Saat ini, penyidik masih menunggu hasil penelitian jaksa terhadap berkas perkara tersebut apakah dinyatakan lengkap atau tidak.

"Tanggal 5 kemarin sudah kita serahkan tahap 1 ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor," ucapnya.

Sebelumnya, aksi keji dilakukan anggota polisi berpangkat Aipda bernama Nikson Pangaribuan alias Ucok.

Aipda N tega membunuh ibu kandungnya sendiri dengan menghantam kepala korban menggunakantabung gas LPG 3 Kg atau gas melon. 

Insiden Ucok yang tega menghabisi nyawa sang ibu itu terjadi di kediamannya, Cileungsi, Bogor, pada Minggu, 1 Desember 2024 malam. 

Kapolres Bogor Kabupaten, AKBP Rio Wahyu Anggoro mengatakan pelaku Ucok saat sudah ditangkap dan masih diperiksa intensif. 

"Pangkatnya bintara tinggi, inisialnya N," kata Rio Wahyu, Senin, 2 Desember 2024.

Sementara itu, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Bambang Satriawan, merekomendasikan pemberhentian Ajun Inspektur Dua Nikson Pangaribuan, yang membunuh ibunya dengan menggunakan tabung gas 3 kilogram pada Ahad, 1 Desember 2024.

Bambang menyampaikan rekomendasi itu berdasarkan aturan dalam Pasal 32 Peraturan Kepolisian Nomor 7 tahun 2022 tentang Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

"Di situ disampaikan bahwa terhadap terduga pelanggar yang mengalami gangguan kejiwaan itu dapat diajukan untuk pemberhentian kepada Bapak Kapolda," kata Bambang saat konferensi pers di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, pada Kamis malam, 6 Desember 2024. 

Baca juga: Aipda Nikson, Polisi yang Bunuh Ibunya Ternyata Alami Gangguan Jiwa, Pernah Dirawat di RSJ Grogol

Aipda Nikson Sudah Jadi Pasien RS Kejiwaan Sejak 2020

Psikiater dari Rumah Sakit (RS) Polri Kramatjati, Henny Riana, mengungkapkan bahwa Aipda Nikson yang membunuh ibu kandungnya sendiri telah menjadi pasien RS Bhayangkara Polri Kramatjati sejak tahun 2020.

Selama periode tersebut, ia beberapa kali menjalani rawat inap karena kondisi masalah kejiwaaannya.

"Pasien terakhir kali dirawat inap pada 8 Maret 2024, dengan durasi perawatan selama 16 hari," kata Henny kepada Kompas.id, Kamis (5/12/2024).

Setelah menjalani rawat inap, Henny mengungkapkan, Nikson terakhir kali melakukan pengobatan jalan pada 23 Oktober 2024.

Ia sempat dijadwalkan untuk kontrol kesehatan pada 22 November 2024, namun tidak hadir pada jadwal yang telah ditentukan di poliklinik jiwa.


"Saat ini, pasien masih dirawat di RS Polri Kramatjati untuk menjalani observasi kejiwaan," kata Henny.

Menurut Henny, anggota Polri yang mengalami gangguan kejiwaan tetap memungkinkan untuk menjalankan tugas, asalkan menunjukkan respons yang baik terhadap pengobatan.

"Sejauh mana perbaikan itu? Tentu disesuaikan dengan jenis tugas yang bisa diberikan," katanya.

Durasi perawatan dan pengobatan, menurutnya, sangat bergantung pada jenis gangguan jiwa, kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat, dan efektivitas pengobatan tersebut.

Ia menambahkan, dalam beberapa kasus, anggota Polri dengan gangguan kejiwaan dapat tetap bertugas hingga masa pensiun dengan catatan rutin mengonsumsi obat.


Mengenai penyebab gangguan jiwa, Henny menegaskan bahwa hal ini sulit ditentukan secara pasti karena gangguan jiwa biasanya disebabkan oleh banyak faktor (multifactor).

Baca juga: Pemberontak Suriah Kuasai Aleppo, Panglima Perang HTS Abu Mohammed Bertekad Gulingkan Presiden Assad

Baca juga: Dicecar Hakim, Harvey Moeis Anggap Rp 100 Juta per Bulan dari Bos Smelter Timah Sebagai Uang Jajan

Baca juga: KONI Kota Langsa Segera Gelar Musorkot Pilih Ketua Baru

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved