Korea Utara Hukum Berat Pasangan Bercerai, Jika Melanggar Langsung Dikirim ke Kamp Kerja Militer

Warga Korea Utara (Korut) yang mengajukan perceraian kini menghadapi hukuman berat berupa kerja paksa.

Editor: Amirullah
KCNA
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memimpin rapat akhir tahun. 

SERAMBINEWS.COM -  Warga Korea Utara yang mencoba mengakhiri pernikahan mereka dengan perceraian kini menghadapi konsekuensi serius berupa hukuman kerja paksa.

Laporan dari Radio Free Asia (RFA) yang dikutip oleh Korea Herald menyebutkan bahwa pemerintah Korea Utara telah mengirim 12 pasangan yang baru saja menyelesaikan proses perceraian di pengadilan langsung ke kamp kerja militer.

"Tahun lalu, hanya pihak yang mengajukan perceraian yang dikirim ke kamp kerja militer,"

"Namun sejak bulan lalu, kedua mantan pasangan itu langsung dikirim," kata seorang sumber anonim dari Provinsi Yanggang kepada RFA.

Sebelumnya, Daily NK yang berbasis di Seoul melaporkan bahwa pemerintah Korea Utara menghukum warga yang bercerai dengan enam bulan kerja paksa.

Hukuman tersebut, biasanya hanya diberikan kepada pihak yang dianggap "lebih bersalah" dalam perceraian.

Perintah Kim Jong Un

Langkah ini dianggap sebagai implementasi dari perintah pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, pada Maret 2021.

Kim menilai, perceraian sebagai tindakan yang "membawa kekacauan dalam masyarakat dan bertentangan dengan gaya hidup sosialis."

Secara hukum, perceraian diakui di Korea Utara, tetapi hukuman kerja paksa tidak secara eksplisit diatur dalam undang-undang tersebut.

Seorang wanita yang baru menyelesaikan tiga bulan kerja paksa akibat perceraian mengatakan bahwa hukuman untuk perempuan lebih berat dibandingkan laki-laki.

Di kamp tempatnya ditahan, terdapat sekitar 80 perempuan dan 40 laki-laki, dengan 30 di antaranya dipenjara karena perceraian.

Orang-orang yang bercerai sebagian besar berusia 30-an, diikuti oleh mereka yang berusia 40-an.

Alasan perceraian yang paling umum adalah kekerasan dalam rumah tangga yang dipicu oleh konflik akibat kesulitan ekonomi.

Sumber lain mengungkapkan bahwa seorang warga pernah menjalani tiga bulan kerja paksa akibat perceraian.

Sumber itu menambahkan bahwa sekitar 30 dari 120 orang di kamp tersebut berada di sana karena perceraian, mayoritas perempuan menjalani hukuman lebih lama dibandingkan laki-laki.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved