Opini
Runtuhnya Etika Profesi, Sebuah Cerminan Krisis Moral
Runtuhnya etika profesi di Indonesia bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor antara lain karena terjadinya krisis moral.
M Zubair SH MH, Anggota Ikakum USK
DALAM beberapa dekade terakhir, Indonesia menghadapi berbagai masalah yang mengindikasikan runtuhnya etika profesi di berbagai bidang. Fenomena ini mencakup sektor pemerintahan, hukum, kesehatan, pendidikan, hingga bisnis. Kasus-kasus seperti korupsi, manipulasi data, konflik kepentingan, dan pelanggaran kode etik telah menjadi berita yang begitu lazim, sehingga menimbulkan keprihatinan akan kondisi moral bangsa. Kasus-kasus besar terhadap pelanggaran kode etik profesi dan kriminal yang dipertontonkan para pejabat di berbagai bidang tersebut menjadi trending topik berbagai media saat ini.Padahal diketahui bahwa Etika profesi adalah seperangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi para profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.
Pedoman ini bertujuan menjaga integritas, transparansi, dan kepercayaan publik terhadap profesi tertentu. Sebagai contoh, seorang dokter harus berpegang pada sumpah Hippokrates, sementara pengacara wajib menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan sesuai kode etik advokat. Namun, ketika etika profesi diabaikan, kepercayaan masyarakat terhadap profesi tersebut akan tergerus. Hal ini dapat menyebabkan kerugian yang luas, mulai dari individu yang dirugikan secara langsung hingga dampak sistemik yang memengaruhi stabilitas sosial dan ekonomi negara.
Kita dapat melihat pelanggaran etika profesi lainnya yang terus terjadi sampai hari ini misalnya, korupsi dalam lembaga pemerintahan dimana pejabat yang seharusnya melayani masyarakat justru terlibat dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Kasus seperti ini tidak hanya merusak citra institusi, tetapi juga memperburuk krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan. Pelanggaran etika di dunia pendidikan guru atau dosen yang seharusnya menjadi teladan moral terkadang terlibat dalam tindakan tidak pantas, seperti penyalahgunaan dana pendidikan atau bahkan kasus kekerasan terhadap siswa.
Merusak kredibilitas
Contoh kasus konflik kepentingan di sektor bisnis yaitu pelaku bisnis sering kali mengesampingkan tanggung jawab sosial demi keuntungan pribadi atau perusahaan, yang pada akhirnya merugikan konsumen dan masyarakat luas. Selain itu maraknya terjadi manipulasi data dalam penelitian, beberapa akademisi terlibat dalam kasus manipulasi data atau plagiarisme demi mengejar reputasi akademik atau dana penelitian.
Hal ini bisa merusak kredibilitas dunia ilmiah. Sementara itu terjadi juga pelanggaran etika di dunia hukum yang dapat dilihat dari banyak berita. Beberapa pengacara, hakim, atau jaksa justru terlibat dalam suap atau memperjualbelikan keadilan serta sarat kepentingan. Hal ini mencederai harapan masyarakat terhadap sistem hukum yang adil dan transparan.
Runtuhnya etika profesi di Indonesia bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor antara lain karena terjadinya krisis moral. Hilangnya nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat adalah penyebab utama. Ketika materialisme dan hedonisme menjadi prioritas, integritas sering kali dikorbankan. Selain itu kurangnya pengawasan dan penegakan hukum karena lembaga pengawas yang lemah serta penegakan hukum yang tidak konsisten memberikan ruang bagi pelanggaran etika untuk terjadi tanpa konsekuensi serius.
Selanjutnya budaya korupsi yang telah mengakar karena budaya korupsi itu telah merambah ke berbagai sektor seolah pelanggaran etika menjadi "norma" dan sulit diberantas di samping penegakan hukum yang lemah. Seterusnya karena tekanan ekonomi dan kompetisi yang tinggi sehingga dalam situasi ekonomi yang sulit atau kompetisi yang ketat, beberapa individu memilih untuk melanggar etika demi mencapai tujuan mereka. Selanjutnya sebab kurangnya pendidikan etika, pendidikan formal yang sering kali lebih menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis, sementara aspek moral dan etika kurang mendapat perhatian.
Dari semua faktor penyebab tersebut yang sangat perlu dipahami hal itu bisa terjadi adalah karena kurangnya keimanan di hati nurani sehingga menyebabkan runtuhnya semua norma etika. Seperti kita ketahui bahwa dalam kehidupan di dunia fana ini manusia umumnya mencari kebahagian yang bersifat materialistis. Untuk mencapainya maka kelebihan pikiran yang berada dalam otak bekerja siang malam diputar guna memperoleh kekayaan duniawi yang terkadang lupa untuk menafkahkan sedikit hartanya kepada jalan agama.
Guna memperoleh materi yang berlimpah kemungkinan otak sebagai sumber inteligensia terkadang berjalan pada kebenaran dan terkadang terseret ke jalan kesesatan. Sementara hatinya yang paling dalam mempunyai penilaian yang lain terhadap langkah yang telah diambil otak dan hati pun berkata jangan lakukan itu. Namun karena kerakusan maka keimanan dalam hati dapat dikalahkan oleh otak dengan gemerlap dunia.
Upaya kolektif
Ketika etika profesi tidak lagi dihormati, dampaknya sangat luas dan merugikan, baik secara individual maupun kolektif dapat dilihat dari menurunnya kepercayaan publik. Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap institusi dan profesi tertentu, yang pada akhirnya mengurangi legitimasi dan efektivitas mereka. Kerugian ekonomi, pelanggaran etika, seperti korupsi atau manipulasi data, dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar, baik bagi individu maupun negara.
Krisis sosial, Ketidakpercayaan terhadap profesi dan institusi dapat menyebabkan polarisasi sosial, protes, atau bahkan kerusuhan. Degradasi moral generasi Muda, Ketika pelanggaran etika menjadi hal yang biasa, generasi muda akan kehilangan figur teladan, yang berpotensi memperburuk krisis moral di masa depan.
Namun meskipun situasinya terlihat suram, kiranya masih ada harapan yang perlu diambil dini untuk memulihkan etika profesi di Indonesia. Langkah yang bisa dilakukan yaitu mengadakan peningkatan pendidikan etika. Pendidikan etika harus menjadi bagian integral dari kurikulum di semua jenjang pendidikan, terutama di pendidikan tinggi dan pelatihan profesional.
Selanjutnya, penguatan regulasi dan pengawasan pemerintah dan lembaga terkait harus memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap pelanggaran etika profesi, termasuk pemberian sanksi tegas bagi pelanggar. Dan pihak orang tua juga harus melakukan penanaman nilai moral di lingkungan keluarga dan masyarakat. Pendidikan karakter sejak dini dalam keluarga dan komunitas dapat membantu membangun fondasi moral yang kuat.
Disisi lain juga harus memberi penghargaan terhadap profesional yang berintegritas. Memberikan penghargaan dan pengakuan kepada individu atau institusi yang menjunjung tinggi etika profesi dapat menjadi motivasi bagi yang lain untuk mengikuti jejak serupa. Seterusnya pada setiap organisasi baik pemerintah maupun swasta harus melakukan penerapan transparansi dan akuntabilitas. Penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam semua sektor dapat meminimalkan peluang terjadinya pelanggaran etika.
Runtuhnya etika profesi di Indonesia bukan hanya masalah individu, tetapi juga refleksi dari krisis moral yang lebih luas di masyarakat. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya kolektif dari semua pihak; pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi profesi, keluarga, dan individu. Dengan membangun kembali nilai-nilai moral dan integritas, Indonesia dapat memperbaiki citra profesi yang tercoreng dan memulihkan kepercayaan masyarakat. Selebihnya harus memperkuat pendidikan agama agar suara hati manusia yang bersih dalam qalbunya dapat melawan suara otak yang mencari jalan pintas dengan arah yang terlarang.
Dengan memperkuat pendidikan agama maka suara hati dan otak akan mencapai titik temu menuju satu tujuan yaitu berusaha di dunia fana ini dengan jalan kebenaran menuju alam selanjutnya guna memperoleh Surga Jannatun Naim. Hanya dengan demikian, bangsa ini dapat melangkah maju menuju masa depan yang lebih baik dan bermartabat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.