Kasus Polisi di Aceh Paksa Pramugari Aborsi Berakhir Damai, Begini Nasib Ipda Yohananda Fajri

Edwwi mengeklaim, pacar Ipda Yohananda sudah tidak mempermasalahkan pemaksaan ini.

Editor: Faisal Zamzami
Dok. Humas Polres Bireuen
PERWIRA BERKASUS - Foto Ipda Yohananda Fajri, S.Tr.K. saat menerima penghargaan atas keberhasilan menangkap pelaku pembunuhan mahasiswi Ummah di Bireuen, Aceh, 5 Agustus 2024. Ipda Yohananda tersangkut kasus diduga menyuruh pacarnya aborsi kandungan. 

Diketahui, viral unggahan di media sosial X terkait seorang anggota polisi lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) yang diduga memaksa pacarnya yang merupakan seorang pramugari untuk aborsi.

Kasus ini mencuat setelah unggahan di platform media sosial X viral.

Akun @Randomable mengungkap dugaan bahwa seorang anggota kepolisian yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) memaksa kekasihnya, yang berprofesi sebagai pramugari, untuk melakukan aborsi.

Dalam unggahan tersebut disebutkan bahwa pramugari tersebut mengalami infeksi pada rahim akibat tindakan tersebut.

Aborsi diduga dilakukan dengan alasan menyelamatkan karier Ipda Yohananda yang saat itu masih berstatus taruna Akpol.

Dari informasi yang beredar, taruna tersebut telah lulus pada tahun 2023 dan bertugas di kepolisian Aceh.

 

 Akademisi IAIN Lhokseumawe: Proses Hukum Harus Transparan

Advokat dan akademisi hukum dari IAIN Lhokseumawe, Dr Bukhari MH CM, mengecam keras dugaan tindakan oknum polisi di Aceh yang memaksa pacarnya untuk menjalani prosedur aborsi.

Tindak kekerasan ini dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap hukum pidana serta ketentuan kesehatan yang berlaku.

 
Menurut Dr Bukhari, tindakan memaksa seseorang untuk menjalani aborsi adalah pelanggaran berat yang bertentangan dengan Pasal 346 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tentang pengguguran kandungan dengan paksaan.

"Jika tindakan ini mengakibatkan luka berat atau kematian, pelaku dapat dikenakan sanksi tambahan berdasarkan Pasal 347 ayat (2) KUHP," ungkapnya dalam rilisan yang diterima Serambinews.com, Senin (3/2/2025).

Lebih lanjut, Dr Bukhari menyoroti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang dengan tegas membatasi aborsi hanya pada kondisi kedaruratan medis atau korban perkosaan yang mengalami trauma psikologis.

"Aborsi yang dilakukan di luar kerangka hukum ini adalah ilegal dan membahayakan kesehatan perempuan," katanya.

Dr Bukhari menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum terhadap kasus ini, sambil mendesak kepolisian untuk menindak tegas penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum aparat.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved