Berita Aceh Timur
Kisah Kakek Pemanen Nira di Aceh Timur, Sudah 2 Dekade Bertahan Hidup dari Pohon Aren
Di usianya yang tak lagi muda, ia menggantungkan hidupnya dari dua batang pohon joek yang ia panen setiap hari.
Penulis: Maulidi Alfata | Editor: Nurul Hayati
Di usianya yang tak lagi muda, ia menggantungkan hidupnya dari dua batang pohon joek yang ia panen setiap hari.
Laporan Maulidi Alfata | Aceh Timur
SERAMBINEWS.COM, IDI – Pohon aren atau dikenal dengan sebutan joek dalam bahasa Aceh, memiliki potensi ekonomi tinggi.
Hampir seluruh bagian pohon ini dapat dimanfaatkan, dari nira hingga seratnya.
Namun, sayangnya, banyak masyarakat enggan membudidayakan pohon tersebut, terutama di Kecamatan Indra Makmu, Kabupaten Aceh Timur.
Namun, berbeda dengan Ngadiman, atau sapaan akrab Lek Ngadiman seorang kakek berusia 71 tahun di Gang Becek, Desa Alue Ie Mirah, Kecamatan Indra Makmu.
Di usianya yang tak lagi muda, ia menggantungkan hidupnya dari dua batang pohon joek yang ia panen setiap hari.
Rutinitas pagi Lek Ngadiman setelah menunaikan salat subuh, bersiap dengan peralatan sederhana parang dan wadah penampungan nira.
Saat matahari mulai naik, ia bergegas menuju pohon joek yang akan dipanennya.
Dengan tangga bambu seadanya, ia mendaki pohon tersebut dengan hati-hati, diawali dengan bacaan Bismillah dalam hati.

Baca juga: Unsam Pimpin Inisiatif Penguatan Pangan Nasional, Pengolahan Nira Nipah di Seruway Jadi Andalan
Sesampainya di puncak, ia mengganti wadah penampungan nira yang telah dikumpulkan sejak sore sebelumnya dengan wadah baru untuk menampung hasil panen pagi itu.
Meski terlihat mudah, proses menyadap nira aren tidak bisa dilakukan sembarangan.
Jika tidak memiliki keahlian, nira tidak akan ke luar dari batang pohon.
Bahkan, anak Lek Ngadiman sendiri telah mencoba beberapa kali, tetapi hasilnya nihil.
20 Tahun menggantungkan hidup dari pohon aren, Lek Ngadiman mengaku juga sudah 2 dekade menjadi pemanen nira aren.
Dahulu, pekerjaan ini hanya menjadi sampingan karena ia lebih banyak bekerja sebagai penderes getah karet (rambung).
Namun, seiring berjalannya waktu, pohon karet tempatnya bekerja sudah tidak lagi produktif.
Kini, ia sepenuhnya bergantung pada dua batang pohon joek miliknya bersama sang istri, Sulastri.
Setiap kali pulang dari memanen, Sulastri sudah menunggu di rumah, siap mengolah nira yang dikumpulkan suaminya.
Dengan tungku sederhana berbahan bakar kayu, nira tersebut dimasak hingga mengental menjadi manisan.
Setelah dingin, manisan ini dikemas dalam plastik berukuran satu kilogram dan dijual ke pasar Kedai Alue Ie Mirah dengan harga Rp 20 ribu per kilogram.
Baca juga: Kakek di Aceh Timur Tersangkut di Pohon Aren Saat Mengambil Nira
Harapan Lek Ngadiman
Meski tetap berusaha bertahan dengan hasil panennya, Lek Ngadiman berharap adanya perhatian dari pemerintah terkait.
Ia ingin mendapatkan pelatihan dalam pembuatan gula aren, yang kemungkinan memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan manisan yang selama ini ia produksi.
"Kami hanya tahu membuat manisan dari nira aren. Kalau ada pelatihan untuk membuat gula aren, mungkin harganya bisa lebih mahal," ujarnya.
Lek Ngadiman adalah satu dari sedikit orang yang masih bertahan dalam usaha ini.
Di tengah minimnya minat masyarakat terhadap budidaya pohon aren, kisahnya menjadi bukti bahwa sumber daya alam lokal dapat dimanfaatkan secara optimal, jika dikelola dengan baik.(*)
Baca juga: Jarang Diketahui, Ini Sederet Manfaat Gula Aren Bagi Kesehatan Jantung, Jaga Tekanan Darah
Tingkatkan Kewaspadaan, Polres Aceh Timur Gelar Simulasi Sispam Mako |
![]() |
---|
RPIA Medco Tumbuhkan Potensi Anak dan Warga di Aceh Timur |
![]() |
---|
5 Nelayan Aceh Timur Akan Dipulangkan dari Thailand Rabu, 3 September 2025 |
![]() |
---|
IPPAT Sesali Pernyataan Wali Kota Langsa, Sebut Bupati Aceh Timur Debt Collector |
![]() |
---|
Rocky Diperiksa Selama 5 Jam di Kasus Dugaan Korupsi Brata Maju |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.