Wawancara Eksklusif

Miklos Gaspar, Rohingya Tidak Habiskan Uang Aceh

Ia kemudian berkunjung ke Kantor Serambi dan berkesempatan diwawancarai secara khusus, di Studio Serambinews.com, oleh host Tieya Andalusia.

|
Editor: mufti
TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE SERAMBINEWS.COM
SERAMBI SPOTLIGHT - Direktur UN Information Center atau Pusat Informasi PBB, Miklos Gaspar dan Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra Azwar menjadi narasumber dalam program Serambi Spotlight yang dipandu Tieya Andalusia di Studio Serambinews.com, Meunasah Manyang Pagar Air, Aceh Besar, Rabu (5/2/2025). 

Direktur UN Information Center atau Pusat Informasi PBB, Miklos Gaspar, kembali berkesempatan mengunjungi Aceh. Kedatangannya ke Tanah Rencong kali ini merupakan yang kedua kalinya setelah sebelumnya berkunjung ke Simeulue pada September 2024 lalu.

Miklos Gaspar merupakan diplomat PBB asal Hongaria yang memiliki pengalaman lebih dari 25 tahun di bidang informasi publik, komunikasi dan hubungan internasional. Ia ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres untuk menjalankan tugasnya sebagai Direktur UN Information Center atau UNICs di Jakarta, sejak tanggal 5 September 2024.

Diketahui, UNICs adalah sumber utama informasi tentang sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa di negara tempat mereka berada. UNICs bertanggung jawab untuk meningkatkan pemahaman publik dan dukungan terhadap tujuan dan kegiatan PBB kepada penduduk dunia, terutama di negara-negara berkembang.

Dalam kunjungannya ke Aceh, Miklos melaksanakan salah satu agenda PBB, yaitu meresmikan koleksi foto UN di Museum Tsunami Aceh, pada Kamis (6/2/2025). Pada hari yang sama ia juga berkesempatan mengisi kuliah umum bertajuk "Sustainable Development Goals (SDGs) dan Peran Mahasiswa" yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (USK).

Sehari sebelum melaksanakan agenda PBB, Miklos dijemput langsung ke Bandara internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh Besar oleh Pemimpin Redaksi Serambi Indonesia, Zainal Arifin M Nur, pada Rabu (5/2/2025). Ia kemudian berkunjung ke Kantor Serambi dan berkesempatan diwawancarai secara khusus, di Studio Serambinews.com, oleh host Tieya Andalusia.

Dalam wawancara tersebut Miklos bercerita panjang lebar terkait sejumlah peristiwa di Aceh, mulai dari ketakjubannya terhadap tradisi masyarakat Simeulue dalam memitigasi bencana hingga rentetan aksi penolakan yang menimpa pengungsi Rohingya di beberapa negara.

Selengkapnya, wawancara yang direkam dalam bentuk video tersebut dapat disaksikan di kanal YouTube Serambinews.com. Berikut ini petikan wawancara yang telah disederhanakan oleh reporter Serambi Rianza Alfandi.

Bagaimana penerbangan Anda ke Aceh?

Cukup bagus, keberangkatannya sedikit terlalu dini, tapi nyaman.

Ini adalah kunjungan kedua ke Aceh, apa agendamu pada kunjungan sebelumnya?

Kunjungan saya sebelumnya yaitu pada tahun lalu, tahun 2024. Saya pergi ke Simeulue, tidak ke Banda Aceh, jadi ini adalah pertama kalinya saya ke Banda Aceh. Saya pergi ke sana (Simeulue) untuk berpartisipasi dalam sebuah konferensi kecil yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan RRI tentang cara membantu tempat yang jauh untuk menarik wisata. Jadi saya memberikan perspektif tentang itu (cara mempromosikan wisata)

(Di Simeulue) saya juga mengunjungi sekolah dan mereka menunjukkan pulau itu (Simeulue) kepadaku, dan mereka mengajak saya makan lobster sepanjang waktu. Jadi itu adalah kunjungan yang sangat menyenangkan di pulau yang indah, dan saya sangat senang bisa kembali ke Aceh 

Bagaimana Anda melihat Aceh saat ini?

Baik, saya baru saja mendarat pagi ini. Jadi saya tidak bisa mengatakannya. Maksud saya, selain keindahan, jalan yang sangat bagus, banyak hal dari bandara dan kami minum kopi di kedai kopi yang luar biasa. 

Kamu tahu di pesawat itu penerbangan yang sangat awal (pagi), saya berpikir hanya sendiri. Saya tidak minum kopi dalam penerbangan (di dalam pesawat), sebagai gantinya saya akan menunggu untuk menikmati kopi Aceh yang enak di Banda Aceh. Kami melakukan itu (minum kopi di Banda Aceh).

(Catatan: Sebelum berkunjung ke kantor Serambi, Miklos diajak menikmati kopi dan lontong oleh Zainal Arifin di Solong Pango)

Jadi saya benar-benar hanya bisa bicara tentang waktu saya sebelumnya di Aceh (Simeulue), bahwa orang-orang sangat ramah, sangat bagus, saya kira di Simeulue tidak banyak orang asing. Jadi mereka mendatangi saya di jalan dan mereka sangat tertarik dan saya juga sangat tertarik pada mereka. Jadi itu pengalaman yang luar biasa.

Saya diberitahu oleh rekan Indonesia saya, bahwa orang-orang di Aceh sangat intelektual dan Anda suka berpikir dan berbicara. (Buktinya) saya berkesempatan untuk makan siang dengan Pemimpin Redaksi Anda dan juga percakapan yang sangat menarik. Jadi ini baru hari pertama perjalananku. Saya di sini selama empat hari dan saya berharap untuk bertemu lebih banyak orang dan melihat sebanyak yang saya bisa. 

Apakah Anda memiliki pengetahuan tentang Aceh sebelum bencana tsunami?

Saya rasa saya belum pernah mendengar tentang Aceh sebelum tsunami. Anda tahu, saya seperti kebanyakan orang berasal dari Eropa. Saat itu saya tidak tinggal di Indonesia. Jadi maksud saya orang-orang di luar negeri pertama kali mendengar tentang Aceh karena tsunami dan karena kehancuran di sini.

Tentang kunjungan kali ini, apa agendanya?

Saya datang ke sini atas undangan Museum Tsunami karena kita akan membuka pameran yang disatukan dengan dukungan dari PBB tentang bantuan yang banyak. Di mana PBB agensi telah memberikan kepada orang-orang Aceh setelah tsunami untuk membantu pemulihan dan rekonstruksi segera, tetapi sejak itu untuk membantu membangun ketahanan sehingga provinsi ini lebih tangguh dari sebelumnya. 

Sehingga, jika lain kali terjadi gempa dan di lain waktu tsunami terjadi maka orang akan lebih tahu apa yang harus dilakukan dan jumlah korban akan lebih sedikit. Jadi itulah pekerjaan PBB dengan provinsi Aceh dan rakyat Aceh.

Koleksi PBB yang seperti apa di Museum Tsunami?

Apakah Anda tahu bagaimana Anda mengatakan gambar berbicara lebih dari kata-kata? Jadi ini adalah pameran berbasis foto. Kami memilih foto dari koleksi dan dari arsip agensi PBB yang terlibat setelah tsunami. Ada 12 lembaga kemanusiaan, foto siapa yang kami pamerkan bersama dengan keterangan yang menjelaskan apa sebenarnya yang mereka lakukan. Itu (foto) benar-benar untuk memperingati dan menunjukkan solidaritas internasional dengan rakyat Aceh selama masa-masa yang sulit itu.

Apa pendapat Anda tentang kelompok yang menolak kedatangan pengungsi Rohingya? 

Ada beberapa orang yang menolak pengungsi, termasuk di Aceh. Orang berhak atas pendapat mereka, meski dari apa yang saya baca di media sosial terkadang penolakan ini terjadi berdasarkan disinformasi atau informasi yang salah. Misalnya salah satu keluhan yang disampaikan adalah uang yang diberikan oleh pemerintah untuk Aceh akan dihabiskan untuk para pengungsi (Rohingya), dan itu tidak benar.

Itu informasi yang salah, karena itu adalah uang dari PBB bukan dari pemerintah. Jadi sebenarnya tidak ada uang yang diambil dari masyarakat Aceh akibat kedatangan para pengungsi.

Ada juga informasi salah yang sedang menyebar tentang mengapa para pengungsi ini datang ke sini. Mereka bukan migran ekonomi, mereka adalah pengungsi dan tidak diperbolehkan bekerja. Jadi jika ingin bekerja dan benar-benar ingin menjadi migran ekonomi, mereka akan memilih negara tempat bisa dapat bekerja. 

Mereka datang ke sini karena situasi yang mengerikan, tidak hanya di negara asal mereka tetapi juga di kamp pengungsi. Jadi menurut pendapat saya dan juga menurut pendapat banyak pemimpin Aceh, termasuk pemimpin agama dan akademisi, itu (penolakan) karena kesalahpahaman yang dimiliki orang.  

Bagaimana dengan kebijakan PBB tentang permasalahan Rohingya di Myanmar?

Situasi di Myanmar tentu saja sangat disayangkan. Sekitar empat tahun lalu ada kudeta ilegal, sebuah pengambilalihan oleh militer pemerintah yang dipilih secara demokratis dan kelompok internasional termasuk banyak resolusi PBB telah disahkan terhadap situasi ini, pemerintah tidak diakui secara internasional dan PBB. Bersama orang lain di ASEAN kami sedang mencoba mencari atau mencoba menengahi resolusi untuk situasi ini.

Sekretaris Jenderal PBB telah menunjuk utusan khusus untuk menghadapi situasi di Myanmar. Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama ini akan berbuah tidak ada lagi perang saudara, karena orang-orang menderita sekarang, situasi Rohingya bahkan semakin buruk.

Menurut pendapat PBB kewarganegaraan mereka tidak bisa diambil di negara kelahiran mereka. Mereka dicabut kewarganegaraan mereka, mereka dianggap sebagai orang asing. 

Padahal mereka bukan orang asing, mereka pernah tinggal di tanah mereka, lahir di sana, tempat ayah mereka lahir di sana. Itu adalah situasi yang tidak dapat dipertahankan. Dalam perspektif kami di Indonesia ada sekitar 2.000 pengungsi Rohingya, di Bangladesh ada sekitar satu juta, dan sekitar 100 ribu di Malaysia.

Kami sangat berterima kasih kepada masyarakat Aceh menyambut para pengungsi ini, karena saat di berita, kami (membaca) seperti yang dikatakan terkadang terlihat tentang penolakan. Tapi saya mengerti dari rekan-rekan saya bahwa di jalan (Aceh) orang-orang sangat baik. Bahkan seringkali wanita penduduk desa kebanyakan akan membawa pakaian untuk untuk anak-anak pengungsi dan sebagainya. Sebenarnya ada banyak dukungan dan hati yang hangat saat mereka (Rohingya) datang. Maksud saya orang-orang merasa kasihan pada mereka yang malang

Nilai kemanusiaan ini, dari apa yang saya ketahui, bahwa Islam juga mengajarkan kepada sesama untuk membantu yang kurang beruntung. Dan kita tahu kebanyakan orang memang melakukan itu, tapi ada sejumlah (orang) yang vokal menentang para pengungsi dan saya berharap dari waktu ke waktu mereka juga akan menyadari bahwa itu bukan kesalahan pengungsi.

Seperti yang saya katakan sebelumnya (keberadaan mereka) tidak akan menghabiskan sedikitpun uang Aceh, karena PBB sebagian besar mendukung mata pencaharian para pengungsi ini. 

Banyak orang menolak Rohingya, apakah itu sebuah kesalahpahaman?

Jadi itu adalah bagian terbesarnya, sulit untuk membayangkannya dengan baik, apakah orang-orang seperti Anda dan saya akan menolak orang yang harus menyeberangi laut, mempertaruhkan hidup mereka untuk menyeberangi laut lebih dari dua minggu dengan sedikit makanan dan air. Bahwa seseorang yang melakukan itu pasti sangat-sangat putus asa. 

Dalam pandangan saya tugas kita adalah untuk membantu orang yang putus asa. Jadi saya hanya bisa membayangkan ini (penolakan Rohingya) adalah kesalahpahaman. Itulah mengapa kita semua perlu memberitahukan orang lain tentang situasi para pengungsi dan tentang meyakinkan mereka bahwa itu bukan (dana) pemerintah, tetapi sebagian besar PBB yang menyediakan (dana) bagi para pengungsi ini.

Apa harapan Anda kepada masyarakat Aceh terkait para pengungsi Rohingya dan memori tentang tsunami Aceh ini? 

Dari tsunami Aceh atau tsunami Samudra Hindia, sebagian besar dampaknya itu terjadi di Aceh dan juga Nias, negara lain juga terkena dampak. Tapi pertama-tama, saya sangat berterima kasih kepada pemerintah Aceh dan Museum Tsunami (memberi ruang pameran foto) sehingga ingatan ini (bencana), tetap hidup sebagai peringatan bagi orang-orang yang menjadi korban, tetapi juga sebagai pembelajaran. Karena dari tragedi apa pun kita perlu belajar, sehingga ketika hal yang sama terjadi lain hasilnya (pencegahannya) mungkin lebih baik.

Kita tidak bisa menghentikan gempa bumi, kita tidak bisa menghentikan tsunami, ini pasti akan terjadi lagi, yang bisa kita ubah adalah bagaimana kita bereaksi mempersiapkan dan bagaimana kita bereaksi ketika tsunami memang terjadi. 

Anda tadi bertanya kepada saya tentang perjalanan saya ke Simeulue. Saya membuat artikel utama di PBB, di situs berita di New York tentang ketahanan masyarakat (Simeulue) bagaimana mereka memiliki lagu, mereka tahu bahwa ketika air laut surut mereka harus berlari dan bagaimana manfaat dari itu, korbannya lebih sedikit daripada di tempat lain.

Selain itu, ada pendidikan anak tentang apa yang harus dilakukan saat ada tsunami terjadi. Dalam pandangan saya, salah satu peran museum adalah mengingatkan sejarahnya. Selain itu manfaatnya juga sangat relevan hingga hari ini dan ke masa depan. Karena seperti yang saya katakan gempa bumi dan tsunami pasti akan terjadi lagi dan museum ini menjadi pengingat bagi kita semua khususnya masyarakat Aceh, bahwa kita harus waspada dan kita harus tangguh dan siap menghadapi bencana alam.

Terima kasih terima kasih telah menerima saya. Saya sangat tertarik dalam menghabiskan beberapa hari ke depan di Aceh, termasuk mengunjungi Museum Tsunami, Museum Aceh, dan belajar lebih banyak tentang sejarah.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved