Kupi Beungoh

In Memoriam Abu Kuta Krueng

Kemudian beberapa menit berita duka tentang kepulangan Abu Kuta Krueng, masyarakat Aceh kembali menerima berita duka dari negeri Lamno Jaya, dimana Ab

|
Editor: Ansari Hasyim
FOR SERAMBINEWS.COM
Muhibuddin Hanafiah, akademisi Darussalam dan Dosen Prodi PAI FTK UIN Ar-Raniry 

Oleh: Muhibuddin Hanafiah*)

“Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, Abu di Kuta Krueng ka geuwoe kembali bak Allah”, demikian pesan singkat yang lewat pada salah satu aplikasi chat di handphone saat saya membacanya usai shalat subuh hari ini (Kamis 13 Februari 2025). 

Menurut informasi resmi dari Tgk H.Mujlisal, Abu wafat sekitar pukul 04.30 WIB setelah sempat menjalani perawatan intensif di RSU Zainoel Abidin Banda Aceh beberapa hari yang lalu. Tentu saja khabar duka ini membuat masyarakat Aceh khususnya sangat merasa kehilangan dan merasakan kesedihan yang mendalam atas kepergian ulama kharismatik ini. Kepulangan Abu kian menambah deretan ulama kharismatik Aceh yang berpulang ke rahmatullah. 

Kemudian beberapa menit berita duka tentang kepulangan Abu Kuta Krueng, masyarakat Aceh kembali menerima berita duka dari negeri Lamno Jaya, dimana Aba H Asnawi bin Tgk Ramli (Aba BUDI), pimpinan dayah BUDI Mesja Lamno juga kembali ke hadhirat ilahi rabbi. Setelah itu disusul pula berita duka atas wafatnya Abuya Haji Musa Jailani bin Husein, pimpinan dayah Bustanul Arifin  Blangkejeren Gayo Lues. 

Alm Abuya Haji Musa Jailani merupakan murid langsung dari Abuya Muda Wali. Sehingga dalam satu hari ini tiga ulama kharismatik Aceh dipanggil kembali oleh Sang Pemiliknya, tepatnya sehari setelah pelantikan gubernur dan wakil gubernur periode 2025-2030.

“Abu di Kuta Krueng”, demikian masyarakat gampong Kuta Krueng khususnya dan masyarakat Kecamatan Bandar Dua Pidie Jaya memanggil Tgk H Usman bin Ali. Abu dikenal sebagai ulama yang memiliki karomah, suatu kelebihan khusus yang diberikan Allah kepada beliau. Kelebihan yang dimiliki Abu Haji Usman ini bagai magnet yang menarik minat masyarakat sekitar untuk berkunjung ke kediaman Abu. 

Abu menjadi tokoh sentral non-formal yang cukup populer di mata masyarakat sekitar terutama karena karamah yang dimilikinya. Sebagai warga Kecamatan Bandar Dua, sejak kecil atau saat sudah mulai sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Ulee Gle, bagi saya pribadi nama Abu sudah sangat familiar karena sering disebut oleh orang tua (ayah) saat berlangsungnya pertemuan-pertemuan keluarga maupun saat berkunjung ke kampung alm ayah di Paya Tunong. 

Sebab untuk menuju desa ini bersamaan jalan menuju desa Kuta Krueng. Dalam keluarga kami sosok Abu itu sudah bagai keluarga, selain seangkatan sekolah dengan alm ayah, Abu juga teman sepermainan ayah sewaktu remaja. Hubungan ayah dengan Abu cukup dekat sampai ayah meninggal dunia. 

Acapkali ada masalah keluarga dan masalah sosial di kampung kami, ayah selalu meminta nasehat dari Abu. Abu selalu menemukan solusi terhadap masalah yang disampaikan kepadanya oleh masyarakat. Mulai dari masalah kehilangan, perjodohan, konflik keluarga dan antar warga, masalah peluang usaha, peruntungan di dunia politik sampai masalah menempati rumah (tempat) baru.

Kuta Krueng Kampung Santri   

Masih tersimpan dalam ingatan, ketika masih kecil sepulang sekolah di akhir pekan dan memilih pulang ke kampung ayah di Paya Tunoeng hingga menginap di rumah umminya ayah (Chiek Paya) beberapa malam hanya untuk melihat para ureung meudagang (santri) yang mondok di dayah Abu saat mereka mendayung sepeda secara berkelompok berangkat dari dayah menuju ke pasar Ulee Gle untuk sekedar ngopi atau membeli keperluan logistik dapur mereka. 

Dengan sepeda Onthel dan Phonix para santri mengayuh sepeda dengan berseragam sarung, baju kemeja putih berlengan panjang serta mengenakan peci mengambil masa istirahat dari belajar untuk rehat sejenak ke pusat pasar Ulee Gle. Konvoi sepeda para santri ini menjadi pemandangan unik dan menarik bagi saya waktu itu. 

Ada rasa penasaran dan ingin merasakan pengalaman hidup di dayah yang sepertinya enak dan syahdu. Jauh sebelum waktu maghrib tiba, para santri dan sepedanya masing-masing mengayuh pedal sepedanya dan segera pulang kembali ke dayah untuk belajar di malam hari. Saya duduk di depan rumah misyiek menghadapkan wajah ke jalan menyaksikan dengan penuh khidmat kolosal sore hari ini. 

Saat itu hanya moda transportasi para santri paling elit yaitu sepeda dayung dengan merek Onthel dan Phoenix. Belum ada sepeda motor konon lagi mobil yang hilir mudik ke dayah Abu di gampoeng Kuta Krueng

Selain itu, pemerintah daerah juga memberikan peran kepada Abu untuk menjadi penasehat pemerintah. Sehingga dalam acara-acara penting pemerintahan, Abu selalu diundang untuk berhadir, terutama pada saat konflik Aceh-Jakarta berkecamuk. Saat itu Abu berperan sebagai penengah, juru damai dan negosiator antara GAM dan Pemerintah RI. 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved