Breaking News

Berita Sabang

Iskandar Curhat BPKS Terbelenggu Regulasi & Minim Dana, Sabang Sulit Berkembang, Ini Tanggapan DPRA

Regulasi yang tumpang tindih serta minimnya dana atau anggaran dari pemerintah pusat menjadi penghambat utama, membuat potensi besar Sabang seolah ter

Penulis: Aulia Prasetya | Editor: Mursal Ismail
Serambinews.com/Aulia Prasetya
BPKS TERBELENGGU ATURAN - Pihak BPKS foto bersama dengan pihak Komisi III DPRA di Ruang Rapat Pimpinan BPKS, Sabang, Kamis (20/2/2025). Dalam pertemuan itu, Kepala BPKS Iskandar Zulkarnain, menyampaikan unek-uneknya atau curahan hati (curhatnya) yang menilai regulasi yang mengatur BPKS sering kali tersandung aturan lain, di samping juga minim anggaran sehingga sulit untuk berkembang. 

Regulasi yang tumpang tindih serta minimnya dana atau anggaran dari pemerintah pusat menjadi penghambat utama, membuat potensi besar Sabang seolah terkungkung dalam aturan yang saling berbenturan.

Laporan Aulia Prasetya | Sabang

SERAMBINEWS.COM, SABANG – Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang atau BPKS menghadapi tantangan berat dalam mengembangkan kawasan.

Regulasi yang tumpang tindih serta minimnya dana atau anggaran dari pemerintah pusat menjadi penghambat utama, membuat potensi besar Sabang seolah terkungkung dalam aturan yang saling berbenturan.

Sebagai satu dari empat Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) di Indonesia, Sabang memiliki landasan hukum yang kuat.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 seharusnya memberi keleluasaan dalam pengelolaan kawasan.

Di atas kertas, ia dijamin oleh undang-undang yang semestinya memberi keleluasaan dalam bergerak.

Namun, berbeda dengan Batam, Tanjung Balai Karimun, dan Bintan yang mendapat berbagai keuntungan melalui Peraturan Presiden, Sabang justru terkendala oleh regulasi yang saling tumpang tindih.

Kantor BPKS
Kantor BPKS (For Serambinews.com/Aulia Prasetya)

Baca juga: Pemangkasan Anggaran BPKS Sabang Capai 62,8 Persen, Program Strategis Bisa Terdampak

Kepala BPKS, Iskandar Zulkarnain, mengungkap realitas 'pahit' ini dalam pertemuan antara pihak BPKS dan Komisi III DPRA di Ruang Rapat Pimpinan BPKS, Sabang, Kamis (20/2/2025).

Iskandar yang seperti memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan unek-uneknya atau curahan hati (curhatnya) tersebut menilai regulasi yang mengatur BPKS sering kali tersandung aturan lain. 

Malah aturan lain dimaksud tingkatannya dinilai lebih rendah, sehingga menghambat implementasi kebijakan strategis.

"Banyak aturan yang dijamin oleh UU Nomor 37 Tahun 2000 justru terhambat hanya karena surat edaran seorang menteri.

Ini ironi yang nyata," ujar Iskandar 

Iskandar menambahkan potensi besar yang dimiliki Sabang pun seperti terkurung dalam sangkar regulasi. 

Baca juga: Fajran Zain Deputi Umum BPKS, Gantikan Suprijal Yusuf, Ini Pesan Pj Wali Kota Sabang

Menurutnya, pelabuhan alami dengan kedalaman laut yang mampu menampung kapal-kapal raksasa seharusnya menjadi modal utama dalam sektor kepelabuhan. 

Namun, pengembangannya tak bisa berjalan optimal karena aturan yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah.

"Dalam UU Nomor 37 Tahun 2000, Sabang seharusnya menjadi daerah bebas tata niaga. Tetapi apa yang terjadi? Undang-undang bisa kalah dengan surat edaran menteri," lanjut Iskandar dengan nada getir.

Padahal, Sabang memiliki lokasi strategis di jalur pelayaran internasional yang seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Namun, alih-alih menjadi pusat perdagangan bebas, kebijakan yang tidak harmonis justru membatasi peran Sabang dalam rantai perdagangan global.

Tak hanya sektor kepelabuhan, sektor lain seperti pariwisata dan perikanan juga menghadapi tantangan serupa.

Baca juga: Mualem-Dek Fadh, Harapan Baru Aceh Mengoptimalkan Fungsi BPKS & BPMA Sebagai Indikator Kemajuan Aceh

Sabang yang ditetapkan sebagai destinasi wisata strategis nasional masih belum mampu berkembang secara maksimal. 

Infrastruktur pendukung dan regulasi yang ketat membuat investasi di sektor ini berjalan lamban.

Sementara itu, sektor perikanan yang tengah mendapat suntikan dana hibah dari Jepang untuk pembangunan pelabuhan, tetap menghadapi tantangan yang sama yaitu regulasi yang justru menghambat.

"Potensi ini hanya akan menjadi cerita kosong jika regulasi tidak segera diperbaiki.

Ini bukan hanya urusan BPKS, tapi menjadi tanggung jawab kita bersama pemerintah daerah, legislatif, dan semua pemangku kebijakan di tingkat pusat," tegasnya.

"Kita butuh harmonisasi regulasi. Kita butuh induk di pemerintah pusat, sebagaimana tiga KPBPB lain di Indonesia.

Tanpa itu, Sabang akan terus terperangkap dalam belenggu aturan yang mengekang langkahnya menuju kejayaan." sambung Iskandar.

BPKS berharap ada solusi konkret dari pemerintah pusat untuk mengatasi berbagai kendala regulasi yang menghambat pengembangan kawasan.

Dengan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat, daerah, dan para pemangku kebijakan, Sabang diharapkan bisa berkembang sesuai potensinya sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan internasional.

Tanggapan DPRA

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi III DPRA, Hj Aisyah Ismail, SAg, bersama jajarannya menegaskan komitmen mereka untuk membantu mencarikan solusi bagi berbagai kendala yang menghambat BPKS.

Salah satu langkah konkret yang akan ditempuh adalah mengadvokasi regulasi yang selama ini menjadi batu sandungan bagi pengembangan kawasan Sabang.

Selain itu, Wakil Ketua Komisi III, Armiyadi, SP, dengan tegas menyoroti kejanggalan dalam sistem regulasi yang berlaku.

“Undang-undang bisa dikalahkan oleh aturan yang lebih rendah. Ini adalah masalah serius, dan akibatnya, BPKS terjebak dalam stagnasi yang berkepanjangan,” ujarnya dengan nada prihatin. (*)

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved