Pertamina Sebut Pertamax yang Beredar Sesuai Spesifikasi Migas, Ini Perbedaan Spek RON 92 dan RON 90

spesifikasi Pertalite dan Pertamax yang diproduksi oleh perusahaan migas plat merah tersebut mengacu pada standar dan mutu yang ditetapkan oleh Dirjen

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Agus Ramadhan
Dok. Pertamina
SPBU PERTAMINA - Berikut perbedaan spesifikasi BBM jenis Pertamax (RON 92) dan Pertalite (RON 90). 

Rapat itu menjadi dasar untuk menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

Dengan begitu, pemenuhan minyak mentah dan kebutuhan kilang dilakukan melalui impor yang melawan hukum.

Saat produksi minyak mentah turun, dibuat skenario untuk sengaja menolak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S).

Dengan skenario itu, produksi minyak mentah K3S dianggap tidak memenuhi nilai ekonomis.

Padahal, harga yang ditawarkan masih tergolong rentang harga normal.

Selain itu, produksinya juga ditolak dengan alasan tidak sesuai spesifikasi yang diinginkan. Alhasil, minyak mentah produksi K3S diekspor ke luar negeri.

Sementara, kebutuhan minyak mentah dalam negeri dipenuhi melalui impor.

Baca juga: Warganet Murka Usai Tahu Pertamina Oplos Pertalite Jadi Pertamax, Fiersa Besari: Berengsek!

Abdul Qohar menuturkan, ada perbedaan harga yang sangat tinggi antara minyak mentah impor dan produksi dalam negeri.

“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar, dilansir dari Kompas.com, Selasa (25/2/2025).

Selanjutnya, dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina, dengan broker.

Para tersangka diduga mengincar keuntungan lewat tindakan pelanggaran hukum ini.

“Tersangka RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” ucapnya.

Selain itu, tersangka DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi.

Tak hanya itu, mereka juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang.

Dirut Pertamina Patra Niaga "sulap" BBM RON 90 jadi 92

Dirut Pertamina Patra Niaga alias RS kemudian "menyulap" BBM Pertalite menjadi Pertamax.

Adapun RS melakukan pembayaran produk kilang untuk Pertamax (RON 92), padahal yang dibeli adalah Pertalite (RON 90) atau lebih rendah.

Pertalite tersebut kemudian dicampur di Depo untuk menjadi RON 92.

Kejagung menegaskan bahwa praktek ini tidak diperbolehkan.

Pada saat impor minyak mentah dan produk kilang, ditemukan adanya mark up kontrak pengiriman yang dilakukan tersangka YF melalui PT Pertamina International Shipping.

Baca juga: Pertamina Pastikan Pertamax yang Dijual di SPBU Saat Ini Bukan Campuran Pertalite: Sesuai Spek Migas

Akibatnya kecurangan tersebut, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN.

Selain itu, akibat kecurangan tersebut, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi.

Kemudian, HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN.

Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 193,7 triliun. 

Namun, jumlah ini adalah nilai perkiraan sementara dari penyidik. Kejagung menyebut, nilai kerugian yang pasti sedang dalam proses penghitungan bersama para ahli.

(Serambinews.com/Yeni Hardika)

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

 

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved