MK Putuskan PSU

Wakil Ketua DPRK Sabang Ingatkan PSU Harus Jadi Evaluasi Serius Bagi Penyelenggara, Kesalahan Kedua

Dalam sidang di Gedung MK, Senin, 24 Februari 2025, Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa KPPS di TPS 02 membuka kotak suara tanpa pros

Penulis: Aulia Prasetya | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
INGATKAN PENYELENGGARA PEMILU - Wakil Ketua DPRK Sabang, Albina Arahman, menilai keputusan PSU karena kesalahan prosedur harus menjadi bahan evakuasi bagi penyelenggara pemilu agar kasus serupa tak terulang lagi kapan saja. Apalagi ini kasus kedua di Sabang. 

Wakil Ketua DPRK Sabang, Albina Arahman, menilai keputusan PSU ini menjadi catatan penting atau evaluasi serius bagi penyelenggara pemilu.

Menurutnya, kesalahan dalam prosedur pemungutan suara seharusnya bisa dihindari, jika semua tahapan berjalan dengan baik.

"Pemungutan suara ulang ini tidak hanya merugikan peserta Pemilu, tetapi juga masyarakat yang harus kembali ke TPS untuk mencoblos ulang. 

Kesalahan berulang ini menunjukkan perlunya evaluasi serius agar kejadian serupa tidak terjadi di masa mendatang," ujar Wakil Ketua DPRK Sabang menaungi komisi terkait dengan urusan Pemerintahan dan Politik.

Lebih lanjut Albina, menilai keputusan PSU ini menunjukkan bobroknya kualitas penyelenggara Pemilu di tingkat KPPS. 

Baca juga: Update Pilkada Sabang, Paslon Independen Zulkifli-Suradji Klaim Unggul Tipis, Cuma Selisih 124 Suara

Ia bahkan menduga ada pola nepotisme dalam rekrutmen petugas KPPS yang menyebabkan standar seleksi menjadi tidak kredibel.

"Kuat dugaan, petugas yang direkrut lebih karena faktor kedekatan dengan komisioner KIP ketimbang kompetensi. Ini harus menjadi bahan evaluasi serius," tegas Albina.

Hal senada juga disampaikan oleh Riandi Armi, salah seorang warga Sabang.

Ia menilai KIP keliru karena tidak memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu, padahal putusan MK secara tegas menyatakan bahwa PSU di TPS 02 Paya Seunara terjadi akibat pelanggaran aturan oleh KPPS.

"KIP sebagai induk dari KPPS harus mengambil langkah tegas, apakah itu evaluasi terhadap penyelenggara atau bahkan mengganti petugas KPPS di TPS tersebut.

 Jika tidak ada tindakan, bisa saja petugas KPPS kembali melakukan kesalahan yang sama," ujarnya.

Ia juga menyoroti dampak finansial akibat keteledoran ini. 

"Karena ketidakprofesionalan penyelenggara, negara harus kembali mengucurkan biaya untuk PSU di TPS tersebut. Ini pemborosan yang seharusnya tidak terjadi," tambahnya.

Kasus ini menegaskan bahwa bukan hanya peserta Pemilu yang harus diawasi.

Tetapi juga penyelenggaranya. Kecerobohan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara bisa berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap hasil pemilu.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved