Citizen Reporter
Dari Papa ke Pusat Data, Belajar dari Cina
Untuk melihat teleskop dengan jelas, kami harus bersusah payah dengan menaiki tangga sebanyak 800 anak tangga.
AYNA SHAFIA MARTHUNIS, Siswi Kelas X MAN 1 Banda Aceh, melaporkan dari Kota Guiyang, Provinsi Guizhou, Cina
Reportase ini menceritakan pengalaman saya ketika mengikuti kegiatan Intensive Educational Short Course for Madrasah Students di Kota Guiyang, Provinsi Guizho, Cina, dari tanggal 18–28 Desember 2024.
Kegiatan ini diprakarsai oleh Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKk) Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia bekerja sama dengan China University and College Admission System (CUCAS).
'Short course' ini dibagi dua gelombang. Gelombang 1 diikuti 27 siswa, berlangsung di Kota Hangzhou. Gelombang 2 diikuti 28 siswa di Kota Guiyang. Saya tergabung pada gelombang kedua.
Perjalanan dimulai dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Guangzhou sebagai tempat transit yang memakan waktu sekitar 6-7 jam. Ketika berada di Guangzhou, saya langsung terpukau dengan bandara yang sangat besar dengan jumlah 'gate' mencapai ratusan. Bandara ini juga sangat tertata rapi dan bersih.
Setelah transit dua jam, kami menaiki pesawat menuju Guiyang sebagai tujuan utama kami. Setelah menempuh perjalanan udara dua jam dari Bandara Internasional Ghuangzhou Baiyun, pesawat China Southern Airlines mendarat mulus di 'runway' Bandara Guiyang pada pukul 01.00 waktu setempat.
Hal pertama yang saya rasakan adalah cuaca di luar bandara yang sangat dingin dengan suhu hanya 3° Celsius dibandingkan dengan suhu rata-rata di Indonesia berkisar 26°- 29° Celsius. Saya dan rombongan lainnya benar-benar merasa kedinginan dan segera mengenakan jaket tebal agar tetap hangat.
Guiyang adalah ibu kota Provinsi Guizhou di Republik Rakyat Cina (RRC). Terletak di tengah provinsi, di sebelah timur Dataran Tinggi Yunnan-Guizhou, dan di tepi utara Sungai Nanming. Provinsi Guizho terletak di barat daya Cina. Karena topografinya yang pergunungan, dulu Guizhou adalah Provinsi miskin (papa) dengan akses transportasi dan informasi yang tidak memadai.
Dalam satu dekade terakhir, provinsi ini berhasil melakukan transformasi digital menjadi pusat data terbesar di Cina. Meningkatnya jumlah proyek teknologi di Guizhou secara otomatis meningkatkan taraf ekonomi, terutama ekonomi digital.
‘Short course’ yang kami ikuti berlangsung dengan dua metode. Metode pertama dengan belajar di Guizhou Vocational and Technical College of Water Resources and Hydropower. Metode kedua dengan 'field trip' atau kunjungan lapangan ke beberapa tempat, seperti museum dan tempat bersejarah lainnya.
Pada saat berlangsung kegiatan, kami disambut hangat dan ramah oleh pihak kampus dan para mahasiswa yang membuat kegiatan pembelajaran menjadi nyaman dan menyenangkan.
Selain keramahan, kepada kami juga disediakan tempat tinggal di sekitar kampus berbentuk 'dormitory' yang setara hotel bintang 4. Makanan disediakan oleh pihak kampus dengan jaminan halal karena dibedakan tempat produksi maupun distribusinya dari makanan yang nonhalal.
Sebelum memulai kegiatan 'short course' terlebih dahulu kami diperkenalkan beberapa budaya khas Cina, seperti seni menyeduh teh Cina, seni lukis, dan kaligrafi yang bernama Shūfǎ, menyanyikan lagu rakyat berjudul Wǒ Zài Guìzhōu Děng Nǐ yang berarti Aku Menunggumu di Guizho, dan batik khas Cina.
Pada hari pertama, setelah 'opening ceremony', kami diarahkan keluar menuju jalan untuk melihat kecanggihan dan kemajuan Cina. Para dosen menyiram jalanan dengan air, tetapi airnya tidak tergenang dan langsung diserap aspal dalam waktu kurang dari satu menit. Hal ini dikarenakan Cina memakai aspal yang dapat menyerap air dengan lapisan berpori pada bagian atas permukaannya yang berguna untuk mengantisipasi terjadinya banjir.
Pada hari selanjutnya, ‘field trip’ kami ke pusat ‘big data’ di Guiyang. Tempat Ini memiliki 21 pusat data berskala besar, menjadikannya salah satu kawasan dengan kapasitas komputasi terdepan di Cina. Saat ini Guiyang juga tengah mempersiapkan diri menjadi pusat nasional ‘big data’ yang terintegrasi dengan jaringan komputasi canggih.
Selain itu, kami menyaksikan teleskop radio yang bernama FAST. FAST atau Five-hundred-meter Aperture Spherical Telescope adalah proyek ilmiah dan teknologi besar di Cina dan teleskop radio antena tunggal terbesar di dunia. Teleskop ini dirancang untuk mencari sinyal komunikasi antarbintang, mengamati materi gelap, menentukan massa lubang hitam, dan mencari kemungkinan peradaban di luar Bumi (alien).
Dengan ukuran yang sangat besar, FAST mampu menangkap sinyal radio yang sangat lemah dari objek jauh di luar galaksi kita, memberikan informasi penting tentang alam semesta.
Kami tidak diperbolehkan membawa alat elektronik di sekitar teleskop, seperti handphone dan kamera digital, tetapi boleh memakai kamera analog untuk mengambil foto.
Untuk melihat teleskop dengan jelas, kami harus bersusah payah dengan menaiki tangga sebanyak 800 anak tangga.
Pada hari lainnya kami mengunjungi Pingtang Mega Bridge. Jembatan Mega Pingtang adalah jembatan beton tertinggi di dunia. Jembatan ini juga dikenal sebagai “Bridge in The Sky” karena tingginya diperkirakan sama dengan gedung 110 lantai.
Kepada kami juga diperlihatkan kehebatan Cina yang lain berupa robot yang sangat canggih, hasil karya dari anak-anak Cina. Robot ini berjalan dengan dikendalikan oleh aplikasi. Kehebatan lainnya adalah robot ini bisa menari layaknya manusia serta pandai mengikuti perintah.
Kondisi alam Guiyang yang dikelilingi oleh pegunungan dan mempunyai bebarapa jenis bebatuan sehingga kami juga diajarkan kemampuan untuk mengidentifikasi beberapa jenis bebatuan seperti kalsit, kuarsa, mika, dan pirit.
Identifikasinya menjadi dua bagian, yakni karakteristik optik dan karakteristik mekanik. Karakteristik optik meliputi warna, transparansi, dan kilau, sedangkan karakteristik mekanik meliputi kekerasan mineral (Mohs), pemisahan batu menurut mineral, dan patahan.
Hal lain yang tidak kalah menarik di Cina adalah kecintaan mereka terhadap lingkungan. Wujudnya adalah mereka menggunakan air daur ulang di kehidupan sehari-hari. Air daur ulang dipakai untuk mandi, menyiram tanaman, mencuci pakaian, dan lain-lain. Cina memakai konsep 3R (reduce, reuse, and recycle). Tujuan utama dari sistem daur ulang limbah ini adalah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang efektif dan pemanfaatan limbah yang efisien.
Setelah melewati hampir sepuluh hari ‘short course’ di Guiyang, ini saat nya kembali ke tanah air untuk berkumpul dan bercerita tentang pengalaman selama di Cina.
Seperti halnya saat berangkat, saat pulang ke Indonesia pun kami harus melalui transit di Shenzhen Bao'an International Airport selama kurang lebih delapan jam. Di Shenzhen, cuacanya tidak terlalu dingin hanya sekitar 9° Celcius.
Banyak hal yang bisa dipelajari dan ditiru dari Cina. Tidak salah ada ungkapan Arab yang artinya tuntutlah ilmu walau ke Negeri Cina. Semoga reportase singkat ini memberi manfaat. < shafiaaynaa>
Citizen Reporter
Penulis Citizen Reporter
Dari Papa ke Pusat Data Belajar dari Cina
cina
AYNA SHAFIA MARTHUNIS
Saat Mahasiswi UIN Ar-Raniry Jadi Sukarelawan Literasi untuk Anak Singapura |
![]() |
---|
IKOeD Peusijuek Alumni Leting Intelegencia Generation 2025 di Pantai Lampu’uk |
![]() |
---|
Dinamika Spiritual dan Teknis dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Modern |
![]() |
---|
Dari Aceh Menuju Makkah Ibadah Haji yang Mengajarkan Arti Keluarga |
![]() |
---|
Mengintip Geliat Industri Halal di Rusia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.