Opini

Tradisi Ramadan dalam Kehidupan Masyarakat Aceh

Begitu awal Ramadan ditetapkan dan dimulai, lazim ritme kehidupan masyarakat Aceh berubah. Aktivitas mereka dimulai lebih awal, di sepertiga malam

Editor: Ansari Hasyim
IST
Abdul Manan, Dosen Antropologi UIN Ar-Raniry 

Tradisi lainnya, menjelang hari raya Idulfitri, malamnya masyarakat berbondong-bondong takbir keliling kampung. Ada yang berjalan kaki ada juga yang menaiki kendaraan.

Kemudian pada 1 syawalnya, masyarakat berhalal bi halal, bersilaturahmi, mendatangi rumah tetangga dan warga lainnya. Selama bersilaturahmi itu, tuan rumah menyediakan kue kering maupun basah yang enak dan lezat.

Penutup

Ramadhan bukan sekadar bulan puasa, tetapi juga ajang penyucian hati dan pembelajaran spiritual. Ia mengajarkan disiplin, kesabaran, dan kedekatan dengan Allah. Di sepuluh hari terakhir, banyak yang memilih beri’tikaf di masjid, mengisolasi diri dari hiruk-pikuk dunia demi meraih ketenangan batin.

Namun, lebih dari itu, Ramadan adalah bulan kebahagiaan. Para perantau kembali ke kampung halaman, merasakan kehangatan keluarga. Khanduri dan sajian khas semakin menyemarakkan suasana. Ramadan adalah berkah. Ia datang membawa cahaya, mengajarkan makna pengorbanan, kebersamaan, kepekaan sosial dan ketakwaan. [abdul.manan@ar-raniry.ac.id]

*) Penulis adalah Ketua Prodi S2 Ilmu Agama Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved