Berita Aceh Barat Daya

Harga Sembako di Pasar Blangpidie Stabil, Daya Beli Lesu, Ini Kata Pengamat Ekonomi

Namun, keluh Mustafa, meski harga barang stabil dan pasokannya mencukupi, daya beli masyarakat

Editor: Nur Nihayati
SERAMBINEWS.COM/MASRIAN MIZANI
HARGA SEMBAKO - Telur ayam tersusun rapi di toko milik pedagang di Pasar Tradisional Blangpidie. 

Namun, keluh Mustafa, meski harga barang stabil dan pasokannya mencukupi, daya beli masyarakat

Laporan Masrian Mizani I Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE – Harga sembako di Pasar Tradisional Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) hingga memasuki hari keenam lebaran Idul Fitri 1446 Hijriah masih relatif stabil.

Menurut Mustafa, salah seorang pedagang di Pasar Tradisional Blangpidie, harga sejumlah sembako di tempatnya tidak mengalami kenaikan sejak bulan puasa hingga kini.

“Harga telur tetap sama, yaitu Rp 50 ribu per papan, gula pasir Rp 19 ribu per kilogram, minyak curah Rp 35 ribu per bambu.

Intinya semua barang masih stabil, tidak ada yang naik,” kata Mustafa saat ditemui Serambinews.com, Senin (7/4/2025) di Pasar Tradisional Blangpidie.

Namun, keluh Mustafa, meski harga barang stabil dan pasokannya mencukupi, daya beli masyarakat yang mengalami penurunan atau lesu.

“Daya belinya berkurang. Saya tidak tahu apa penyebabnya. Ini sudah berlangsung sejak bulan puasa lalu,” kata Mustafa.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Abdya, Elizar Lizam SE, kepada Serambinews.com, menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan daya beli masyarakat berkurang, apalagi pasca lebaran Idul Fitri.

“Masyarakat hari ini sudah kehabisan uang, karena libur yang cukup lama ini, membuat mereka cukup banyak mengeluarkan biaya buat lebaran, terutama untuk biaya wisata.

Bahan, hampir setiap hari ribuan kendaraan berkeliaran baik ke arah timur maupun barat sejak hari kedua sampai hari ini,” kata Aduen—sapaan akrab Elizar Lizam.

Kemudian, tambahnya, para nelayan juga baru dalam dua hari ini aktif melaut. Ini juga berefek bagi pedagang, karena perputaran uang di nelayan tidak ada.

“Maka kita harapkan dengan kembali aktifnya nelayan pergi melaut, perputaran uang juga kembali berputar,” ujarnya.

Penyebab lainnya, jelas Aduen, belum dimulainya pekerjaan proyek pemerintah, sehingga membuat beberapa aspek juga tidak mengalami pertumbuhan, misalnya toko bangunan dan jasa angkutan umum, dan dunia kontraktor.

“Biasanya pekerjaan ini nanti bulan enam baru di mulai.

Tapi, dengan adanya efisiensi anggaran ini, pemerintah sangat hati-hati sekali dalam meluncurkan proyek, karena ketika dananya belum pasti masuk dari pusat.

Pemerintah daerah kan masih ragu-ragu untuk melakukan tender, jangan sempat nanti gagal bayar lagi seperti setahun yang lalu,” tutur Aduen.

Penyebab lainnya, sambung Aduen, belum dimulainya secara serentak program makan bergizi gratis. 

“Kita di Abdya kan belum seluruh kecamatan program ini berjalan, padahal kalau sudah mulai, itu ada 40 ribu jiwa yang harus diberikan makan bergizi gratis.

Sehingga dampaknya terhadap daya beli sembako juga tinggi sekali itu,” sebutnya.

Sekarang, kata Aduen, dengan adanya kebijakan nasional terkait harga gabah Rp 6.500 per kilogram.

Bulog harus lebih giat lagi membeli gabah petani, sehingga perputaran uang ditingkat petani juga tinggi, dan dampaknya juga dirasakan oleh semua pedagang.

Aduen menyarankan, Dinas Pertanian harus mendorong masyarakat untuk berkebun di pekarangan rumah, baik itu menanam sayur mayur, cabai, dan lain sebagainya.

“Hal-hal seperti ini harus kita sampaikan kepada masyarakat, sehingga ini juga menjadi pendapatan rumah tangga.

Tidak perlu luas, yang penting pekarangan rumah itu bisa produktif,” sarannya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved