Berita Banda Aceh

SUKAT Dukung Wacana Pemerintah Bentuk Dinas Ekonomi Kreatif di Aceh

SUKAT mengapresiasi langkah cepat Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang langsung memerintahkan pembentukan dinas ekonomi kreatif

Penulis: Rianza Alfandi | Editor: Faisal Zamzami
HUMAS PEMPROV ACEH
BENTUK DINAS KREATIF – Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem) saat bertemu dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya membahas pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif di kawasan SCBD, Kamis malam (10/4/2025). 

Laporan Rianza Alfandi | Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Suara untuk Kebudayaan Aceh Terarah (SUKAT) menyatakan dukungan terhadap wacana Pemerintah Aceh meleburkan fungsi kelembagaan yang selama ini terpusat di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, dengan membentuk badan atau dinas ekonomi kreatif.

Koordinator SUKAT, Iskandar Tungang, menilai pembentukan badan atau dinas ekonomi kreatif menjadi peluang penting untuk menata ulang arah kebijakan kebudayaan, pariwisata, dan ekonomi kreatif di Aceh agar lebih sehat dan terfokus.

“Sudah saatnya Aceh tidak lagi menumpuk tiga urusan besar dalam satu dinas. Kebudayaan, pariwisata, dan ekonomi kreatif harus dikelola secara fokus dan berkesinambungan,” kata  Iskandar Tungang, Minggu (13/4/2025).

SUKAT mengapresiasi langkah cepat Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang langsung memerintahkan pembentukan dinas ekonomi kreatif usai bertemu dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. 

Hal itu sejalan dengan telah ditetapkannya Provinsi Aceh sebagai satu dari 15 provinsi prioritas pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia.

Mengacu pada struktur kementerian di tingkat nasional, SUKAT mendorong pembentukan tiga dinas terpisah, yaitu Dinas Kebudayaan dengan fokus pada pelestarian, pengembangan, dan pembinaan warisan budaya, baik benda maupun tak benda. 

Kemudian, Dinas Pariwisata yang bertugas mengembangkan destinasi secara berkelanjutan tanpa mengorbankan nilai-nilai lokal, dan selanjutnya Dinas Ekonomi Kreatif yang difokuskan pada penguatan ekosistem produksi kreatif dari akar komunitas, bukan pada event-event seremonial dan proyek jangka pendek.

Baca juga: Dipercaya Mualem Jadi Sekjen DPP PA, Aiyub Bin Abbas justru Ucap Innalillahi wainna IIaihi Rajiun

Iskandar juga mengungkap, selama ini kebijakan kebudayaan di Aceh kerap eksklusif, berbasis pada pencapaian kasar, yaitu angka semata, serta kurang melibatkan pelaku budaya secara bermakna. Di sisi lain, pariwisata acap kali tampil sebagai sektor dominan yang justru mengancam substansi budaya lokal.

“Pariwisata tidak boleh menjadi predator atas budaya, dan ekonomi kreatif harus bertumbuh dari komunitas, bukan dari panggung proyek,” tuturnya. 

Iskandar menegaskan bahwa pemisahan struktur kelembagaan ini harus diiringi dengan perubahan paradigma dalam pengambilan kebijakan. Jika tidak, pembentukan dinas-dinas baru hanya akan menjadi agenda administratif tanpa dampak nyata bagi pelaku budaya.

Ia menambahkan, sebagai forum yang terdiri dari pelaku, peneliti, dan penggerak kebudayaan Aceh, SUKAT berkomitmen untuk mengawal dan mengkritisi setiap kebijakan budaya yang tidak partisipatif dan tidak berpihak kepada masyarakat kebudayaan.

“Pemajuan budaya harus menjadi fondasi pembangunan Aceh yang bermartabat, bukan sekadar pelengkap narasi wisata atau proyek seremonial,” pungkasnya. (*)

Baca juga: VIDEO - Aceh Ekspor 1 Ton Minyak Nilam Hasil Produksi Petani ke Prancis

Baca juga: Santri Dibakar Rekannya di Kolaka Sulawesi Tenggara, 2 Pelaku Diamankan, Mengaku Bercanda

Baca juga: dr Boyke Ungkap 5 Ciri Keputihan yang Bisa Jadi Tanda Kanker Serviks, Nomor 2 Sering Diabaikan!

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved