Berita Luar Negeri

Ledakan Ekonomi Tiongkok di Kuartal Pertama 52 Persen, Bisa Ambruk Jika Perang Dagang Makin Panas?

Namun, meskipun angka PDB terlihat kuat, banyak analis memperingatkan bahwa momentum pertumbuhan ini bisa cepat memudar, terutama akibat tekanan dari

Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Muhammad Hadi
english.www.gov.cn/
BERJABAT TANGAN - Presiden China, Xi Jinping berjabat tangan dan berbincang dengan perwakilan pengusaha di Beijing, 17 Februari 2025. 

SERAMBINEWS.COM-Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal pertama 2025 mencatat angka yang cukup solid, naik 5,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dilansir dari kantor berita Reuters (16/4/2025), angka ini lebih tinggi dari prediksi para analis dalam survei Reuters yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 5,1 persen, dan setara dengan kinerja kuartal sebelumnya (Oktober–Desember 2024).

Namun, meskipun angka PDB terlihat kuat, banyak analis memperingatkan bahwa momentum pertumbuhan ini bisa cepat memudar, terutama akibat tekanan dari perang dagang dengan Amerika Serikat yang kembali memanas.

 
Tarif Tinggi dari AS Jadi Pukulan Berat

Presiden Donald Trump telah memberlakukan tarif tambahan yang sangat tinggi terhadap berbagai barang asal China, bahkan disebut-sebut sebagai yang terbesar dalam sejarah hubungan dagang dua negara.

Sebagai respons, Beijing juga memberlakukan tarif balasan yang menyasar produk-produk asal AS, dengan bea masuk hingga 125 persen.

“Ekonomi Tiongkok menghadapi dua hambatan besar sekaligus: krisis properti dalam negeri yang belum pulih, dan perang dagang dengan AS yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata ekonom dari Nomura dalam sebuah catatan resmi.

 
Konsumsi dan Ekspor Masih Kuat

Di tengah tekanan tersebut, konsumsi dalam negeri dan produksi industri tetap jadi penyokong utama ekonomi. Data Maret menunjukkan:

Penjualan eceran naik 5,9 persen (year-on-year), naik dari 4,0 persen di Januari–Februari.


Produksi industri melonjak 7,7 persen, naik dari 5,9 persen di dua bulan pertama tahun ini.

Lonjakan ini didorong oleh peningkatan penjualan barang-barang rumah tangga seperti elektronik dan furnitur, yang dipicu oleh program tukar tambah dari pemerintah.

Namun, ekspor yang selama ini jadi andalan China bisa terancam, karena tarif baru dari AS diperkirakan akan mulai berdampak nyata dalam beberapa bulan ke depan.

Beberapa analis menyebut lonjakan ekspor di bulan Maret terjadi karena banyak pabrik mempercepat pengiriman sebelum tarif baru diberlakukan.

 
Properti Masih Jadi Penghambat

Sektor properti masih menjadi beban berat bagi ekonomi China. Selama kuartal pertama:

  • Investasi di sektor properti turun 9,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
  • Harga rumah baru pada bulan Maret tidak mengalami perubahan dibandingkan Februari, menandakan stagnasi pasar.
    Kondisi ini membuat kepercayaan konsumen dan investor masih lemah, terutama di kota-kota besar.

 
Tingkat Pengangguran & Ancaman Deflasi Mengintai


Meski PDB tumbuh, pengangguran dan deflasi menjadi tantangan serius. Ekonom Raymond Yeung dari ANZ menyebutkan, “PDB yang baik tidak mencerminkan kesehatan ekonomi secara keseluruhan.

Deflasi dan pengangguran, terutama di kalangan anak muda, masih menjadi perhatian utama.”

 
Proyeksi PDB Tahun Ini Dipangkas

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Medium

    Large

    Larger

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved