Internasional
AS Mencabut Hampir 1.500 Visa Pelajar, Siapa Saja yang Jadi Target dan Apa Dampaknya?
Mayoritas dari mereka yang menjadi sasaran pencabutan visa adalah mahasiswa yang terlibat atau menunjukkan dukungan terhadap aksi protes pro-Palestina
Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Amirullah
Dilansir darui kantor berita Aljazeera (19/4/2025), pemerintahan Trump berdalih bahwa mereka ingin mencegah mahasiswa asing memimpin gerakan aktivis di AS. “Mereka di sini untuk belajar, bukan untuk menjadi pemimpin demonstrasi,” kata Marco Rubio dalam konferensi pers 28 Maret lalu.
Namun, banyak mahasiswa mengaku visanya dicabut tanpa pemberitahuan, tanpa proses hukum yang jelas, dan tanpa kesempatan membela diri. Beberapa bahkan ditangkap secara tiba-tiba.
Menurut Mohammad Ali Syed, pengacara imigrasi di Washington DC, pencabutan visa ini terjadi secara massal dan memunculkan gelombang gugatan hukum.
“Mahasiswa bisa mengajukan gugatan di pengadilan federal untuk menghentikan deportasi dan memulihkan status mereka,” katanya.
Beberapa universitas juga mulai bertindak. Universitas George Mason, misalnya, aktif menghubungi otoritas federal dan menawarkan bantuan hukum bagi mahasiswa terdampak.
Dampaknya Terhadap Kampus
Situasi ini menciptakan atmosfer ketakutan di kampus-kampus. Hafsa Kanjwal, dosen di Lafayette College, menyebut banyak mahasiswa dan dosen asing yang khawatir.
“Beberapa tidak punya tempat untuk pulang jika dideportasi, karena situasi di negara asal mereka tidak stabil,” ujarnya.
Bahkan mahasiswa yang tidak aktif secara politik pun mulai menghapus akun media sosial mereka, khawatir unggahan lama bisa digunakan sebagai alasan untuk mencabut visa mereka.
Seorang dosen yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa pemerintah saat ini ingin menunjukkan bahwa hak-hak imigran, termasuk mahasiswa, bukanlah sesuatu yang dijamin, tetapi bisa dicabut kapan saja.
“Pemerintah ingin memberi sinyal bahwa kampus bukan tempat untuk aktivisme politik, terutama yang berpihak pada Palestina,” katanya.
Kasus Mahasiswa yang Jadi Sorotan
Mahmoud Khalil, 30 tahun
Kebangsaan: Aljazair-Palestina
Status: Pemegang kartu hijau
Lulusan: Universitas Columbia
Tanggal penangkapan: 8 Maret
Khalil ditangkap oleh agen ICE di apartemennya di New York. Ia merupakan salah satu negosiator utama dalam gerakan protes kampus Columbia University Apartheid Divest (CUAD).
Meski memiliki kartu hijau dan tidak dituduh melakukan kejahatan apapun, Khalil ditahan dan visanya berpotensi dicabut.
Pemerintah menuduh Khalil memiliki hubungan dengan Hamas, meski tidak disertai bukti yang jelas.
Ia kini ditahan di Pusat Penahanan ICE di Jena, Louisiana, dan menjadi simbol bagi banyak orang atas tindakan keras pemerintah terhadap aktivisme pro-Palestina.
AS-Rusia Memanas, Putin Pindahkan Empat Pesawat Pengebom Nuklir Lebih Dekat ke Eropa |
![]() |
---|
Proyek Ketahanan Pangan Aceh Dipresentasikan di Vietnam |
![]() |
---|
Rusia Ancam Lenyapkan AS dengan Nuklir, Trump Kerahkan 2 Kapal Selam Siaga |
![]() |
---|
Adidas Bakal Naik Harga? Imbas Tarif AS Harga Produk di Amerika Naik Hingga Rp3,5 Triliun |
![]() |
---|
Trump Ngamuk! Gugat Wall Street Journal Rp160 Triliun Gara-Gara Nama Dicatut di Kasus Epstein |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.