Berita Banda Aceh

PEMA Targetkan Kelola 100 Ribu Hektare Hutan Aceh Jadi Sumber Karbon, Tersebar di 4 Daerah Ini

Perusahaan yang bergerak di sektor energi, industri, perdagangan dan lingkungan, mengumumkan langkah strategis untuk mengomersialisasikan potensi karb

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
TARGET KELOLA SUMBER KARBON - PT Pembangunan Aceh (PT PEMA), targetkan bakal kelola 100.000 hektare hutan Aceh sebagai sumber karbon global.Perusahaan yang bergerak di sektor energi, industri, perdagangan dan lingkungan, mengumumkan langkah strategis untuk mengomersialisasikan potensi karbon dari kawasan hutan dan lahan kritis di Aceh. 

Perusahaan yang bergerak di sektor energi, industri, perdagangan dan lingkungan, mengumumkan langkah strategis untuk mengomersialisasikan potensi karbon dari kawasan hutan dan lahan kritis di Aceh.

Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - PT Pembangunan Aceh (PT PEMA), targetkan bakal kelola 100.000 hektare hutan Aceh sebagai sumber karbon global.

Perusahaan yang bergerak di sektor energi, industri, perdagangan dan lingkungan, mengumumkan langkah strategis untuk mengomersialisasikan potensi karbon dari kawasan hutan dan lahan kritis di Aceh.

Dalam fase awal, PEMA menargetkan lebih dari 100.000 hektare lahan yang tersebar di wilayah Bireuen, Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Aceh Timur sebagai kawasan prioritas untuk pengembangan karbon berbasis Nature-Based Solutions (NBS)
 
Direktur Komersial PT PEMA, Faisal Ilyas, mengatakan, NBS tersebut merupakan tindakan melindungi, mengelola secara berkelanjutan, dan merehabilitasi ekosistem alam atau yang dimodifikasi.

Selain itu sekaligus memberikan manfaat terhadap keanekaragaman hayati dan kesejahteraan manusia.

Ia mengatakab, upaya tersebut merupakan bagian dari inisiatif ekonomi hijau Aceh yang mengedepankan restorasi lingkungan, pemberdayaan masyarakat adat, desa dan monetisasi jasa ekosistem melalui beberapa skema yang saling menguntungkan. 

Baca juga: Bom Militer Buatan Rusia Ditemukan di Lhoknga Aceh Besar, Dimusnahkan Tim Jibom Gegana Polda Aceh

"PEMA bakal menggandeng Sagint, perusahaan teknologi dan infrastruktur aset digital lingkungan berdasarkan hukum di Kerajaan Arab Saudi, dan Amerika Serikat, Teknologi Sagint akan digunakan untuk validasi, registrasi dan monitoring stok karbon secara real-time," katanya, Minggu (11/5/2025).

Dia mengatakan, Teknologi Sagint menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam penghitungan emisi terhindarkan (avoided emissions),
 
Kolaborasi ini menjadikan Aceh sebagai salah satu wilayah pertama di Indonesia yang menekankan penggunaan AI, data geospasial, dan uji biomassa di lapangan, sehingga menjawab kebutuhan MRV (Measurement, Reporting, and Verification) berbasis bukti nyata.
 
"Proyek ini tidak hanya soal ekonomi karbon, tapi juga transformasi tata kelola hutan berbasis masyarakat," jelasnya.
 
Menurutnya, potensi karbon Aceh harus dikelola oleh orang Aceh sendiri dengan standar global, sehingga PEMA ingin menjadikan hutan sebagai aset strategis yang menghasilkan nilai ekonomi tanpa menebang satu pohon pun.
 
Untuk mencapai hal tersebut, pihaknya saat ini sedang menyelesaikan pemetaan legal dan sosial atas lahan-lahan yang potensial, termasuk hutan adat, hutan desa, hutan lindung, dan lahan gambut.

Baca juga: Israel Mengebom Gaza, Bunuh 19 Warga Palestina dan 81 Lainnya Terluka dalam 24 Jam

"Pendekatan yang digunakan bersifat transdisipliner, melibatkan akademisi, LSM lingkungan, serta perwakilan komunitas lokal dalam setiap tahap perencanaan," jelasnya.
 
Dengan mengunakan skenario konservatif asumsi rerata potensi serapan karbon sebesar 10 ton CO₂ per hektare per tahun, proyek ini diproyeksikan menghasilkan lebih dari 1 juta ton CO₂e per tahun. 

Jika dikonversi pada nilai karbon saat ini (USD 10–20 per ton), berpotensi menciptakan nilai ekonomi antara USD 100 juta hingga 200 juta per tahun dalam beberapa tahun ke depan.
 
"Proyek karbon Aceh oleh PEMA ini menandai babak baru arah pembangunan ekonomi daerah, berbasis sumber daya alam berkelanjutan, terukur secara ilmiah, dan inklusif terhadap masyarakat adat dan lokal," pungkasnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved