Citizen Reporter
"Aneuk Juli" Bicara di Kancah Internasional
Tujuan kedatangan saya ke Meksiko adalah untuk menghadiri Kongres Ke-31 International Pediatric Association (IPA) berlangsung dari tanggal 7 hingga 11
dr. ASLINAR, Sp.A., M.Biomed., Wakil Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Aceh, melaporkan dari Meksiko
Perjalanan ke Meksiko (Mexico) adalah yang pertama kalinya dalam hidup saya. Mendengar nama Meksiko, apa yang terlintas dalam pikiran kita masing-masing? Ya, hampir semua orang yang saya kabarkan bahwa saya akan berangkat ke Meksiko, memberi respons khawatir karena membayangkan Meksiko sebagai kota mafia, kartel narkoba, dan segala bentuk kekerasan lainnya. Terus terang, awalnya nyali saya ciut juga membayangkannya. Namun, saya kuatkan tekad dan bismillah berangkat ke Meksiko. Semoga apa yang terpikir dan selama ini terlihat dalam film-film yang disajikan di televisi, tidak benar adanya.
Tujuan kedatangan saya ke Meksiko adalah untuk menghadiri Kongres Ke-31 International Pediatric Association (IPA) yang berlangsung dari tanggal 7 hingga 11 Mei 2025.
IPA adalah organisasi perkumpulan dokter anak sedunia. Saya terpilih untuk mewakili Indonesia untuk menjadi pembicara dalam sesi 'sharing experience' tentang Pediatric Association Advocacy for Immunization Priorities, pada tanggal 10 Mei 2025.
Total perjalanan dari Jakarta ke Meksiko sekitar 41 jam dengan transit di Turkiye. Kesan awal yang saya dapatkan saat mendarat di bandara adalah bandaranya masih sederhana dan kondisinya kurang nyaman. Saat pengambilan bagasi terlihat ada anjing besar yang mengendus koper para penumpang. Alhamdulillah, koper saya tidak sampai tercium oleh anjing pelacak tersebut.
Sebelumnya, saya harus melewati pemeriksaan di imigrasi. Prosesnya mudah. Yang penting, kita bisa menjawab tujuan kedatangan, berapa hari di Meksiko, dan di mana menginap. Berkasnya semua juga sudah saya siapkan berupa 'invitation letter' untuk acara kongres, tiket kepulangan, bukti reservasi hotel, dan paspor.
Selama empat hari berada di Mexico City, yang tampak oleh saya adalah kotanya bersih, tertata rapi, dan banyak tanaman berupa hutan kota di sepanjang jalan dari hotel ke lokasi acara di Centro Citinnabamex (sebuah 'convention centre' yang sangat luas). Tampak juga banyak lukisan mural yang ada di tembok khusus yang disediakan. Mengenai kondisi keamanan, selama berada di sini saya tetap diingatkan untuk waspada dan mengupayakan diri dalam kondisi aman.
Saat perlu memesan taksi sendirian, harus memastikan bahwa taksi tersebut resmi. Dari informasi yang saya dapatkan dari warga Indonesia yang sudah sangat lama tinggal dan berkerja di Meksiko, bahwa kabar yang terdengar tentang Meksiko dengan segala permasalahan kriminalitasnya, memang benar adanya. Namun, hal tersebut tidak terjadi di pusat Mexico City, melainkan di wilayah yang jauh dari ibu kota negaranya.
Meksiko terletak di benua Amerika, tepatnya di Amerika Utara. Negara ini beribukotakan Mexico City, kota yang saya kunjungi sebagai tempat pelaksanaan Kongres.
Meksiko merupakan negara dengan luas wilayah sebesar 1.964.375 km2 dan jumlah penduduknya sebanyak 131.776.514 jiwa (2025).
Meksiko menduduki urutan ke-11 sebagai negara yang memiliki penduduk terbanyak di dunia setelah India, Cina, USA, Indonesia, Pakistan, Nigeria, Brasil, Bangladesh, Rusia, dan Ethiopia.
Mayoritas penduduk Meksiko beragama Katolik Roma, mencapai 82,7 persen dari seluruh rakyat Meksiko. Bahasa nasioanal yang dipakai oleh sebagian besar penduduk Meksiko adalah bahasa Spanyol.
Penduduk muslim di negara ini sangat sedikit, hanya berkisar 0,01?ri seluruh populasi Meksiko.
Oleh karena saya baru sampai di Meksiko pada tanggal 8 Mei 2025 dini hari, maka baru pada hari tersebut, paginya menuju lokasi kongres.
Hari pertama saya mengikuti dua workshop. Workshop pertama tentang “Strategies for Protecting Children;s Health During Humanitarian Disaster in the 21st Century”, dan workhop kedua tentang Breastfeeding.
Hari kedua berlangsung pembukaan kongres dengan kegiatan 'symposium full day' dan para peserta bisa memilih topik simposium mana yang akan diikutinya karena sifatnya paralel, di mana setiap ruangan berlangsung banyak sesi presentasi.
Pada hari kedua tersebut saya hanya mengikuti setengah hari saja, karena kebetulan ingin sekali menikmati Kota Meksiko. Alhamdulillah, ada teman yang mengajak. Kami ke pasar tradisional di kota tersebut. Banyak sekali dijual berbagai aksesori dan hasil kreativitas penduduk setempat. Mulai dari tas, dompet, gantungan kunci, tempelan kulkas, pakaian, taplak meja, sepatu, dan sebagainya dengan ciri khas Meksiko. Sepertinya pasar ini memang diperuntukkan bagi turis. Saya membayangkan di kota-kota di Indonesia atau khususnya di Banda Aceh maunya juga ada pertokoan yang begini. Jadi, tidak bercampur dengan pasar lain. Kita bisa menunjukkan lokasi belanja khusus turis bila ada yang bertanya.
Yang terpikir di awal bagaimana komunikasi saat belanja karena mereka yang berjualan sebagian besar tidak bisa berbahasa Inggris. Namun, ternyata kekhawatiran saya tersebut salah. Karena teknologi, mereka sangat paham kalau yang datang adalah orang asing. Saat kami mulai bertanya harga dan sebagainya, mereka langsung mengeluarkan hp dan memakai google translate dari bahasa Inggris ke bahasa Spanyol atau sebaliknya. Cukup merekam suara saja, maka langsung keluar artinya. Tidak ada yang sulit ternyata. Saya dan teman pun belanja sekadarnya saja. Selanjutnya, kami menuju lokasi wisata, yaitu Museum Fridakahlo, tetapi karena antrean masuknya panjang, kami putuskan hanya berfoto saja di depannya. Setelahnya kami langsung kembali ke hotel karena waktu sudah menjelang sore dan saya pun perlu bersiap untuk presentasi besok harinya.
Tibalah hari Sabtu, jadwal presentasi saya di ruangan Valpraiso 1 dengan kapasitas ruangan 780 orang. Jadwal saya tampil pada pukul 09.30 waktu Meksiko. Saya tampil berdua denga profesor dokter anak dari Nigeria. Saya memaparkan tentang program 'immunization champion' yang sudah kami lakukan selama ini, berupa kegiataan advokasi unuk meningkatkan capaian imunisasi. 'Immunization champion' ini adalah para dokter anak dan tenaga kesehatan lainnya yang sudah dilatih secara nasional dan regional.
Saat ini terdapat 60 orang 'immunization champion' nasional dan 1.085 'immunization champion' regional. Semuanya tersebar dari Aceh hingga Papua, yaitu di 30 IDAI cabang di seluruh Indonesia.
Setelah selesai presentasi, ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta yang ingin lebih tahu tentang kondisi kesehatan di Indonesia serta hambatan yang kami alami berkaitan dengan imunisasi. Alhamdulillah, dengan selesainya sesi tersebut, maka selesai juga tugas dan amanah yang diberikan kepada saya. Saya sangat bersyukur bisa melaksanakannya dengan baik, tetap sehat selama perjalanan pergi dan pulang sampai ke tanah air kembali.
Satu hal yang membuat saya sangat bangga, di antara semua pembicara yang tampil dalam acara kongres, dan di antara ribuan peserta kongres (mencapai lebih 4.000 peserta), sejauh mata memandang hanya saya saja yang memakai hijab. Semoga apa yang saya lakukan menambah imej baik untuk Islam di mata dunia dan sabagai ladang dakwah juga.
Anak kampung ini yang berasal dari Juli, Keude Dua, Bireuen, sudah tampil di panggung internasional. Alhamdulillah.
Penulis Citizen Reporter
Citizen Reporter
Aneuk Juli Bicara di Kancah Internasional
dr Aslinar SpA M Biomed
Mengelola Kehidupan Melalui Kematian: Studi Lapangan Manajemen Budaya di Londa, Toraja |
![]() |
---|
Saat Penulis Sastra Wanita 5 Negara Berhimpun di Melaka |
![]() |
---|
Saat Mahasiswi UIN Ar-Raniry Jadi Sukarelawan Literasi untuk Anak Singapura |
![]() |
---|
IKOeD Peusijuek Alumni Leting Intelegencia Generation 2025 di Pantai Lampu’uk |
![]() |
---|
Dinamika Spiritual dan Teknis dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Modern |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.