Opini

Menghafal Al-Qur’an: Antara Kemuliaan, Prestise, dan Bom Waktu

Salah satu fenomena mencolok adalah meningkatnya jumlah santri usia 12–19 tahun yang telah menyelesaikan hafalan 30 juz Al-Qur’an. Ini menandai lonjak

Editor: Ansari Hasyim
IST
Tgk Mustafa Husen Woyla, S.Pd.I,. Ketua DPP ISAD Aceh dan Asesor Akreditasi Dayah Aceh 2025. 

Oleh: Mustafa Husen Woyla *)

DALAM visitasi dan assesmen akreditasi dayah tahun 2025 di berbagai kabupaten/kota di Aceh, kami menemukan capaian positif sekaligus problematika yang patut direnungkan bersama. Temuan-temuan ini penting sebagai bahan evaluasi untuk pemangku kebijakan di tingkat dinas maupun kementerian yang menangani pendidikan dayah/pesantren.

Salah satu fenomena mencolok adalah meningkatnya jumlah santri usia 12–19 tahun yang telah menyelesaikan hafalan 30 juz Al-Qur’an. Ini menandai lonjakan peminat bidang tahfidz yang luar biasa dalam satu dekade terakhir. Namun, fakta lapangan menunjukkan bahwa hafalan ini sering tidak diiringi dengan pemahaman agama yang memadai.

Kami tim Asesor Akreditasi Dayah Aceh 2025

sengaja menjadwalkan visitasi bertepatan dengan waktu shalat agar bisa menyaksikan langsung praktik ibadah para santri serta menguji wawasan dasar mereka tentang fikih, tauhid, dan tasawuf. Hasilnya beragam. Beberapa dayah telah mampu mengintegrasikan program tahfidz dengan pengajaran ilmu fardu ‘ain secara memadai. Namun tak sedikit pula santri yang tidak mampu menjawab pertanyaan dasar tentang syarat sah wudhu, rukun shalat, atau bahkan keliru dalam praktik ibadah harian. Dalam beberapa kasus, wudhu dan shalat para santri tidak memenuhi standar sah menurut Mazhab Syafi’i yang dianut mayoritas masyarakat Aceh.

Ketimpangan ini adalah kekhawatiran serius. Sebab, Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dayah dengan tegas mengamanatkan bahwa pendidikan dayah adalah pendidikan Islam berbasis kitab turats dalam pemahaman ahlusunah waljamaah, yang bertujuan “melahirkan ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fi al-din)” (Pasal 8). Bukan sekadar hafiz tanpa pemahaman agama khususnya ilmu hâl standar minimal yang mesti dikuasai oleh seorang mukallaf.

Tahfidz sebagai Tren dan Simbol Prestise

Secara nasional, tren tahfidz berkembang luar biasa sejak 2010. Dorongan semangat hijrah, pengaruh selebriti Muslim, dan promosi media sosial menjadikan rumah tahfidz menjamur dari kota besar hingga pelosok desa. Pemerintah pun mendukung lewat beasiswa, program tahfidz nasional, bahkan ada jalur khusus TNI-Polri untuk para hafiz. Alhamdulillah.

Tahfidz kini menjadi simbol baru prestise keagamaan. Di banyak tempat, anak SD yang hafal 30 juz lebih dibanggakan daripada lulusan universitas. Namun, jika tidak dibarengi dengan pemahaman agama, ini berisiko menjadikan Al-Qur’an sekadar prestasi simbolik, bukan pedoman hidup.

Qanun Dayah dan Kewajiban Integrasi Ilmu

Qanun Aceh telah meletakkan dasar yang kuat. Dalam Pasal 2, ditegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan dayah harus berasaskan:

a. keislaman;

b. manhaj ahlussunnah waljamaah (Asy’ariyah dan Maturidiyah);

c. kebangsaan; dan

d. ke-Acehan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved