Opini
Menghafal Al-Qur’an: Antara Kemuliaan, Prestise, dan Bom Waktu
Salah satu fenomena mencolok adalah meningkatnya jumlah santri usia 12–19 tahun yang telah menyelesaikan hafalan 30 juz Al-Qur’an. Ini menandai lonjak
Lebih lanjut, Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa “Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan Pendidikan Dayah yang berakidah Islamiyah sesuai dengan manhaj ahlussunnah waljamaah.” Maka, kewajiban menanamkan pemahaman akidah dan fikih dasar adalah bagian dari mandat struktural.
Dalam konteks ini, hak santri (thalabah) juga dijamin. Pasal 22 ayat (1) menyatakan bahwa thalabah berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu sesuai standar pendidikan dayah. Mutu itu tak bisa hanya diukur dari kuantitas hafalan, tetapi harus mencakup kedalaman ilmu dan ketepatan ibadah.
Pembanding Global: Hafal dan Faham
Di dunia Islam, seperti di Mesir dan Yaman, lembaga kuttab dan zawiyah mendampingi tahfidz dengan pembelajaran fikih, tauhid, dan akhlak. Kitab-kitab seperti al-Murshid al-Mu‘īn, Sullam al-Tawfīq, Risālah al-Jāmi‘ah, Jawharah al-Tawḥīd, hingga Ta‘līm al-Muta‘allim menjadi bacaan wajib santri.
Sementara di Indonesia, banyak rumah tahfidz berdiri tanpa guru fikih atau akidah yang mumpuni. Ini menjadi celah serius yang dapat menjerumuskan generasi Qur’ani ke dalam kekosongan substansi.
Beberapa dayah salafiyah di Aceh—yang secara historis unggul dalam multidisiplin keilmuan Islam—perlu memperkuat dimensi tahsin Al-Qur’an agar tidak tertinggal dalam aspek kelisanan. Dayah seperti Darul Munawwarah Kuta Krueng dan Dayah MUDI Samalanga telah menunjukkan langkah-langkah ke arah ini.
Ilmu Hal Wajib Bagi Santri dan Hafiz
Dalam Ta‘līm al-Muta‘allim, Imam al-Zarnūjī menekankan pentingnya ilmu ḥāl—yakni ilmu yang wajib dipelajari sesuai kondisi hidup. Tiga komponen utamanya adalah:
Pertama, Tauhid dasar: memahami prinsip-prinsip iman dan akidah.
Kedua, Fikih ibadah: tata cara wudhu, shalat, puasa secara sah.
Ketiga, Tasawuf dan akhlak: pembersihan hati dari penyakit batin.
Ketiga hal ini adalah fardu ‘ain, wajib dipelajari oleh setiap individu Muslim. Sementara itu, menghafal Al-Qur’an—meskipun sangat mulia—termasuk fardu kifayah. Maka, mendahulukan hafalan tanpa fondasi ilmu ḥāl dapat melahirkan generasi yang hafal Al-Qur’an tapi tidak mampu mengamalkannya secara sah dan benar.
Risiko Sosial: Hafiz Tanpa Ibadah Sah
Fenomena hafiz yang dijadikan imam, khatib, atau guru ngaji adalah umum. Namun bila ia tidak memahami fikih ibadah, umat dapat tersesat dalam kekeliruan. Bayangkan jika ribuan hafiz kelak memimpin umat tapi tidak tahu syarat sah shalat. Ini bukan kemuliaan, melainkan bom waktu kebingungan massal.
Tahsin Al-Qur’an: Kebutuhan Mendesak
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.