Meuseuraya Akbar 2025

Meuseuraya Akbar 2025 di Pidie, Mapesa Temukan Banyak Peninggalan Sejarah Aceh Dijual 

Menurutnya, pemikik nekat menjual peninggalan sejarah, karena tawaran dari luar negeri yang cukup menggiurkan....

Penulis: Muhammad Nazar | Editor: Eddy Fitriadi
SERAMBINEWS.COM/ M NAZAR
BENDA PENINGGALAN - Pengunjung melihat benda peninggalan Aceh yang dipamerkan pada kegiatan Meuseuraya Akbar 2025, di Gedung Pertemuan Pidie, Minggu (25/05/2025). 

Laporan Muhammad Nazar I Pidie

SERAMBINEWS.COM, SIGLI- Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) menemukan banyak benda peninggalan sejarah Aceh di jual ke luar negeri, karena pemilik tergiur dengan harga tinggi. Sehingga peminggalan sejarah Aceh yang telah berpindah tangan tersebut tidak boleh lagi diakses publik.

Ketua Mapesa, Mizwar Mahdi, kepada Serambinews.com, Minggu (25/5/2025) malam, mengatakan, hasil temuan Mapesa, sangat banyak benda peninggalan sejarah Aceh telah dijual masyarakat. Berbagai benda bersejarah peninggalan kerajaan Aceh telah dijual pemiliknya ke luar negeri. 

Menurutnya, pemikik nekat menjual peninggalan sejarah, karena tawaran dari luar negeri yang cukup menggiurkan. Benda peninggalan sejarah Aceh dijual ke Malaysia dan Brunei Darussalam. Publik tidak bisa mengakses sama sekali terhadap benda bersejarah yang telah dijual ke luar negeri. Jika diperbolehkan mengakses, tentunya harus membayar dengan harga tinggi.

"Tapi jika koleksi manuskrip dipegang kolektor secara pribadi, maka tidak bisa diakses lagi karena sangat privasi," kata Mizwar di sela pembukaan Meuseuraya Akbar 2025 Pidie, di Gedung Pertemuan Pidie, Minggu (25/5/2025).

Menurutnya, saat ini koleksi peninggalan sejarah yang ditampilkan pada pameran tidak mencapai lima persen yang berhasil ditulis dan diungkap. Untuk itu, peneliti harus melakukan riset terhadap bukti-bukti sejarah tersebut, agar penulisan sejarah islam khususnya di Pidie, maupun di asia tenggara secara umum untuk ditulis kembali kesahihannya. 

Kata Mizwar, dominan benda peninggalan sejarah yang ditampipkan di pameran berasal dari Kabupaten Pidie. Benda sejarah tersebut telah disortir semuanya di mesium, yang merupakan warisan kerajaan Pedir di Pidie. Bahkan, di manuskrip muncul sederet nama tokoh besar Pedir, baik ulamanya atau pun tokoh Pedir, sekaligus ditemukan adanya stempel dari kerajaan Pedir. 

"Meskipun ada beberapa manuskrip yang disebutkan dan disalin di makam Almusyarakah, tapi si penulis juga menambalkan berasal dari negeri Pedir," ujarnya.

Ia mengungkapkan, proses pengumpulan benda peninggalan sejarah melalui perjalanan panjang. Baik dilakukan dengan ekspedisi, penyilidikan hingga pencaharian data -data dari masyarakat. Sehingga benda-benda tersebut bisa dilakukan diakuisisi di masyarakat. 

"Juga kita rawat dan kita publikasi sehingga peneliti bisa melakukan riset terhadap benda bersejarah dari kerajaan Aceh. Masyarakat juga harus berperan aktif untuk menjaga kelestarian budaya peninggalan Aceh tempo dahulu. Makanya, Mapesa menggelar Meuseuraya Akbar 2025 di Pidie

Ia menjelaskan, Meuseuraya dipilih di Pidie, karena kabupaten dengan julukan emping meulinjau itu sangat banyak menyimpan khazanah warisan sejarahnya. Selain itu, peninggalan sejarah banyak ragam. Baik dari sisi arkeologi, batu nisan, manuskrip, geografis, rumah Aceh, meunasah dan masjid. 

Namun, bukti peninggalan sejarah itu, kian hari kian menyusut akibat tidak dipedulikan oleh masyarakat. Makanya, Mapesa melaksanakan kegiatan Meuseuraya, sebagai sosialisasi kepada masyarakat, untuk memberitahukan terhadap jejak-jejak sejarah yang patut dijaga. 

Kecuali itu, peninggalan sejarah itu wajib dilestarikan untuk diperlihatkan nantinya bagi anak cucu. Salah satunya, dengan menulis kembali jejak sejarah dengan mengambil bukti yang orisinil sesuai dengan dekade sejarah tersebut. 

Selain itu, masyarakat harus terlibat secara aktif supaya dapat menjadi kekuatan yang mampu mengubah arah kebijakan dan menciptakan perubahan nyata. Pengalaman menunjukkan bahwa masyarakatlah yang sebenarnya mampu membawa perubahan dan kemajuan, terutama dalam isu-isu yang berkaitan dengan sejarah dan budaya.

Untuk itu, peningkatan kualitas pemahaman masyarakat terhadap sejarah harus menjadi prioritas utama. Pemahaman itu tidak hanya akan memperkuat identitas budaya, tapi akan berdampak positif pada berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi dan sosial. 

Maka lewat program sebagai kegiatan pelestarian rutin yang disebut "Meuseuraya." Program itu telah berjalan sejak belasan tahun yang lalu, yang menjadi salah satu pilar utama dalam upaya pelestarian warisan budaya dan sejarah Aceh. 

Meuseuraya, yang dalam bahasa Aceh berarti gotong royong atau kerja sama, diadopsi dari tradisi lokal untuk diterapkan dalam kegiatan pelestarian situs-situs bersejarah.

Kata Mizwar, program itu tidak hanya berfokus pada restorasi fisik situs-situs sejarah, tetapi juga memberdayakan masyarakat melalui partisipasi aktif dalam pelestarian budaya. Program Meuseuraya Mapesa diatur dalam enam langkah utama, mulai dari peninjauan awal hingga sosialisasi dan pelaksanaan kerja lapangan. 

Langkah pertama melakukan survei dan penelitian untuk menemukan dan menilai lokasi-lokasi bersejarah. Jika layak, langkah selanjutnya adalah mengurus perizinan yang diperlukan dari otoritas setempat. 

Setelah itu, sebutnya, masyarakat diajak untuk berpartisipasi melalui pengumuman di media sosial. Pelaksanaan kegiatan melibatkan dokumentasi, pembersihan, dan penataan lokasi bersejarah, yang diikuti dengan observasi mendalam untuk kepentingan penelitian lebih lanjut. 

"Kita lakukan komunikasi dengan tokoh lokal menjadi bagian integral dari program ini, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian sejarah. Langkah terakhir dilakukan pengumpulan data lapangan untuk kepentingan penyimpanan digital terpusat atau repositori. Data ini selanjutnya akan digunakan sebagai bahan penelitian dan kajian ilmiah lainnya," kata Mizwar. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved