Jurnalisme Warga

Penulis Hebat Adalah Pembaca yang Lahap

Kegiatan ini diadakan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) Bireuen, Ac

|
Editor: mufti
IST
M. ZUBAIR, S.H., M.H Kepala Diskominsa Kabupaten Bireuen, melaporkan dari Bireuen 

M. ZUBAIR, S.H., M.H., Kepala Diskominsa Kabupaten Bireuen, melaporkan dari Bireuen

Judul reportase ini saya kutip dari pernyataan Pak Yarmen Dinamika, Redaktur Harian Serambi Indonesia, saat menyajikan materi pada  Latihan Peningkatan Kualitas Tulisan Melalui Editing Profesional.

Kegiatan ini diadakan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) Bireuen, Aceh, Sabtu (24/5/2025).

Dalam pelatihan yang diikuti oleh seluruh anggota FAMe Chapter Uniki, sejumlah dosen, dan penulis lainnya yang ada di Bireuen itu, Yarmen mengulas banyak hal tentang teknik editing agar tulisan menjadi bagus dan layak dipublikasi.

Untuk memperoleh pengetahuan tentang penggunaan kata-kata yang baku, Yarmen menyarankan peserta pelatihan rajin membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi terbaru, yakni KBBI Daring VI.

Pada pelatihan tersebut juga diberikan banyak contoh penulisan diksi (pilihan kata) yang benar, tapi typo. Misalnya, menulis Al-Qur'an dengan Alquran, familier dengan familiar, dan standardisasi dengan standarisasi.

Diksi, seperti dikatakan Yarmen, bertujuan untuk menyampaikan pesan dengan jelas, efektif, dan mencapai efek yang diinginkan. Diksi yang tepat akan mengantar pembaca ke relung makna yang diinginkan penulis.

Ada sejumlah bentuk editing lainnya yang menjadi bahan ulasan dalam pelatihan tiga jam tersebut, seperti kata-kata yang beda huruf, beda arti (misalnya kaus dan kaos, telur dan telor, ranking dan rangking); juga kata yang harus ditulis pisah (misalnya wali kota, budi daya, dan kerja sama); juga kata yang harus ditulis serangkai (seperti Iduladha, halalbihalal,  dan Lailatulqadar), serta kata ulang yang boleh diringkas (misalnya gegara, lelaki, dan tetamu).

Banyak lagi subbahasan yang diulas Yarmen sebagai syarat untuk menjadi editor yang andal.

Ada pesan  Yarmen yang sangat relevan diikuti untuk bisa menjadi penulis yang baik dan hebat, yaitu harus rajin membaca sebanyak mungkin apa saja untuk memperluas wawasan.

Ia katakan, pembaca yang hebat adalah pembaca yang lahap. Merujuk KBBI,  lahap bermakna suka makan banyak dengan tidak memilih-milih makanan atau bernafsu sekali ketika makan.

Menurut Yarmen, penulis pun harus rakus terhadap bahan bacaan atau jadilah pembaca yang lahap. Sebab, membaca akan menjadi fondasi kokoh yang telah terbukti menopang perjalanan karier para penulis besar dunia.

Keterampilan menulis tidak tumbuh dalam ruang hampa, tetapi dapat berkembang dalam taman kata-kata yang subur dan ditanam, serta dipelihara oleh kebiasaan membaca, mengingat untuk menulis jiwa dan pikiran kita harus terisi penuh dengan bahan bacaan dan pengalaman lapangan.

Orang yang menulis, tapi malas membaca, ide tulisannya akan gersang karena kekurangan nutrisi dari bahan bacaan. Sebaliknya, rajin membaca akan menjadi sumber inspirasi tanpa batas bagi seseorang karena selain memiliki wawasan luas, ia juga mempunyai imajinasi tinggi dan pemahaman mendalam terhadap ragam gaya penulisan.

Yarmen juga mengungkapkan secara khusus kepada saya di luar pelatihan itu bahwa seorang penulis terkenal Harvard Rodciffe Institute bernama Sarah E. Vaugh, mengatakan, “Untuk bertumbuh Anda adalah apa Anda yang makan, tetapi untuk berkembang Anda adalah apa yang Anda baca.”

Jadi, jelas, nutrisi otak itu adalah bahan bacaan. Lebih jauh beliau sampaikan bahwa membaca itu mencari tahu, sedangkan menulis adalah memberi tahu. Nah, orang yang tidak membaca, apa yang dapat ia sampaikan kepada pembaca sebagai pengetahuan yang bermakna dan bermanfaat?

Begitu pentingnya membaca (buku), kata Yarmen, sampai-sampai Unesco membuat manifesto bahwa bangku pendidikan terakhir bagi setiap orang adalah perpustakaan. Itu karena, di perpustakaanlah terdapat banyak buku, koleksi yang akan memperkaya ilmu pengetahuan dan wawasan insani.

Tokoh-tokoh besar lainnya dalam sejarah sastra pun telah membuktikan pentingnya membaca, seperti Stephen King yang dikenal sebagai pembaca setia sebelum menjadi penulis produktif.

Dalam bukunya “On Writing”, ia tekankan bahwa membaca dan menulis adalah dua sisi dari koin yang sama. Bahkan, ia menyebutkan, “Jika kamu tidak punya waktu untuk membaca, maka kamu juga tidak akan punya waktu (atau alat) untuk menulis.”

Bagi King, membaca adalah latihan yang terus memperbarui amunisi kreatifnya sehingga dia dapat berkembang dan terkenal.

Membaca juga melatih kepekaan karena melalui membaca penulis belajar bagaimana bahasa digunakan dalam berbagai konteks dan dialog dibangun secara alami, serta deskripsi bisa begitu hidup, atau kalimat pendek bisa lebih kuat daripada pragraf panjang.

Dapat dipahami bahwa semua ilmu itu akan didapatkan dengan membaca dan menjadi pembaca yang lahap itu bukan berati harus membaca ratusan buku dalam setahun. Namun, jadikanlah membaca itu sebagai kebiasaan dan kebutuhan intelektual karena setiap buku yang dibaca adalah investasi kreatif.

Ketika seorang penulis mengisi pikirannya dengan bacaan berkualitas, maka tanpa sadar ia sedang membangun perpustakaan batin yang menjadi sumber inspirasi tiada habisnya. Di sanalah ide-ide bermekaran, konflik cerita tumbuh, dan karakter-karakter imajinatif hidup.

Ketika seseorang membaca karya dari berbagai penulis dengan gaya yang berbeda, ia akan terbiasa dengan aneka bentuk ekspresi. Dari sana, ia akan mulai menemukan suaranya sendiri, bukan dengan meniru, melainkan dengan mengolah pengaruh-pengaruh tersebut menjadi gaya yang khas.

Gaya penulis tidak muncul begitu saja, ia dibentuk oleh pengalaman literasi yang luas dan mendalam.

Dalam satu literatur disebutkan, untuk menjadi penulis yang utuh, tidak cukup dengan hanya membaca satu jenis bacaan. Seorang penulis hebat perlu menjelajahi berbagai genre dan bentuk tulisan. Ada beberapa kategori bacaan yang bermanfaat,  sebagai berikut.

1. Fiksi klasik, berguna untuk memahami struktur narasi dan karakter yang kuat;

2. Fiksi modern dan kontemporer, bermanfaat untuk menangkap perkembangan gaya dari tema masa kini;

3. Puisi, untuk melatih kepekaan terhadap irama, simbol, dan bahasa yang padat makna;

4. Esai dan opini, untuk membentuk argumentasi dan gaya persuasi yang efektif;

5. Buku refrensi dan ensiklopedia, untuk memperkaya wawasan dan akurasi informasi;

6. Biografi tokoh, untuk mengambil inspirasi dan memahami perjalanan hidup yang kompleks; dan

7. Buku-buku teknik menulis, untuk mengasah ketrampilan secara teknis dan praktis.

Membaca adalah langkah strategis untuk membangun kedisplinan dan kebiasaan menulis, karena untuk keberhasilan dalam menulis dimulai dari kerja keras yang diawali dari kedisiplinan, kesabaran, dan kosistensi.

Hal tersebut juga berlaku dalam membaca karena seseorang melatih diri untuk membaca secara teratur, yang bersangkutan sekaligus melatih kedisipinan yang sama pentingnya dalam proses menulis. Keduanya saling menguatkan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan apa yang dikatakan Pak Yarmen  bahwa “Penulis hebat adalah pembaca yang lahap” bukanlah sekadar slogan karena menjadi kenyataan yang telah terbukti dalalam jejak-jejak penulis besar sepanjang sejarah.

Membaca adalah proses mengisi, sedangkan menulis adalah proses memberi. Tidak mungkin seseorang memberi dengan baik jika tidak pernah mengisi terlebih dahulu. Penulis hebat diawali oleh kebiasaan sebagai pembaca yang lahap dan hasilnya akan dinikmati oleh pembaca lainnya dengan lahap pula. 

Maka, jika ingin menjadi penulis hebat mulailah dengan hobi membaca dan hati yang terbuka.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved