Jurnalisme Warga

Budaya dan Bahasa Aceh Urgensi dan Upaya Pelestariannya

Budaya dan bahasa daerah merupakan identitas suatu masyarakat yang mencerminkan sejarah, nilai-nilai, dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi

Editor: mufti
IST
SUKMAYATI, S.Pd., M.Pd., Guru SMA Negeri 1 Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh 

SUKMAYATI, S.Pd., M.Pd., Guru SMA Negeri 1 Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh

Budaya dan bahasa daerah merupakan identitas suatu masyarakat yang mencerminkan sejarah, nilai-nilai, dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Aceh sebagai salah satu daerah dengan warisan budaya dan bahasa yang kaya, menghadapi tantangan besar dalam menjaga keberlanjutan tradisi tersebut di era modern dan globalisasi yang semakin pesat. Akibatnya, kebudayaan tradisional Aceh terancam punah digerus arus perubahan yang tidak dapat dihindari.

Oleh karena itu, melestarikan budaya dan bahasa Aceh menjadi suatu keharusan karena beberapa alasan berikut:

1. Menjaga jati diri masyarakat

Budaya dan bahasa adalah cermin dari kehidupan masyarakat Aceh. Dalam bahasa Aceh, terdapat istilah dan ungkapan khas yang tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga merefleksikan pola pikir dan filosofi hidup masyarakatnya.

Berikut, contoh-contoh  ungkapan yang mencerminkan pola pikir dan filosofi hidup masyarakat Aceh.

a. "Keunong lagee buleun."  Artinya, “bersinar seperti bulan”, digunakan dalam sastra dan percakapan sehari-hari untuk menunjukkan makna keindahan dan kebaikan.

b. "Mate aneuk meupat jeurat, mate adat hana pat tamita." Artinya, "Jika anak meninggal, ada kuburannya; jika adat hilang, tidak ada tempat mencarinya."

Ungkapan ini menekankan pentingnya menjaga adat dan budaya sebagai identitas masyarakat.

Berdasarkan contoh-contoh di atas jelas terlihat bahwa ungkapan khas tersebut tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga cerminan filosofi dalam hidup bermasyarakat.

Jika ungkapan-ungkapan ini  tidak digunakan lagi, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga bisa turut terhapus.

Menurut penelitian UNESCO (2010), banyak bahasa daerah di Indonesia terancam punah karena minimnya penutur asli yang menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak dilakukan langkah pelestarian, bahasa Aceh bisa mengalami nasib serupa.

2. Memperkuat solidaritas

Pelestarian budaya dan bahasa Aceh juga berperan penting dalam mempererat hubungan sosial di dalam komunitas. Bahasa Aceh adalah alat komunikasi yang memperkuat rasa kebersamaan antarsesama warga.

Berikut, beberapa contoh bagaimana bahasa Aceh digunakan untuk membangun solidaritas dan hubungan sosial:

a.  Sapaan dan ungkapan kehangatan

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Aceh sering menggunakan sapaan khas seperti "Meulayet?" (Apa kabar?) atau "Peunyoe sehat?" (Apakah sehat?  Ungkapan ini menunjukkan kepedulian dan mempererat hubungan antarwarga.

b. Gotong royong dan kebersamaan

Dalam kegiatan sosial seperti gotong royong, bahasa Aceh digunakan untuk mengajak dan menyemangati sesama. Misalnya, ungkapan "Bek lagee buleun di langet, hana pat tamita" (Jangan seperti bulan di langit, tidak bisa dijangkau), mengingatkan agar seseorang tetap dekat dengan komunitasnya.

c. Pepatah dan hadih maja

Bahasa Aceh kaya akan pepatah yang mengajarkan nilai kebersamaan, seperti "Ureueng meusapat, gampong meugoeh" (Jika masyarakat bersatu, desa akan kuat). Pepatah ini sering digunakan dalam musyawarah desa untuk menekankan pentingnya persatuan.

d. Bahasa dalam tradisi dan upacara

Dalam acara adat seperti pernikahan atau kenduri, bahasa Aceh digunakan untuk menyampaikan doa dan harapan baik. Misalnya, dalam kenduri, sering terdengar ungkapan, "Semoga beurahmat Allah tapeugah" (Semoga mendapat rahmat dari Allah), yang memperkuat ikatan spiritual dan sosial.

Beberapa tradisi Aceh yang masih lestari, antara lain, peusijuek, meugang, kenduri beureuat, dan jeulamee. Tradisi-tradisi ini tidak hanya ritual adat, tetapi juga sarana untuk mempererat hubungan sosial dan menjaga nilai kebersamaan. 

3. Menghindari kepunahan warisan leluhur

Seiring dengan modernisasi dan globalisasi, banyak aspek budaya lokal yang mulai tergeser oleh pengaruh budaya asing. Jika tidak dilestarikan, warisan budaya Aceh dapat terancam punah.

Oleh karena itu, perlu ada upaya konkret dalam menjaga eksistensi budaya dan bahasa daerah, seperti dokumentasi digital, festival budaya, serta pendidikan muatan lokal.

Selain itu, penggunaan media digital dalam penyebaran cerita rakyat Aceh juga dapat membantu memperkenalkan budaya ini ke masyarakat yang lebih luas.

Menurut data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh (2022), festival budaya yang didukung pemerintah telah berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap seni tradisional, dengan peningkatan partisipasi sebesar 30 persen dalam lima tahun terakhir.

4. Meningkatkan kebanggaan

Budaya dan bahasa daerah Aceh juga memiliki potensi besar dalam sektor pariwisata. Wisatawan lokal dan mancanegara tertarik untuk mengenal keunikan budaya Aceh, seperti kuliner khas mi Aceh dan tradisi seni seperti rapai. Dengan terus mempromosikan dan melestarikan budaya ini, Aceh dapat meningkatkan daya tarik wisata yang sekaligus memperkuat ekonomi lokal.

Menurut laporan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2023), desa wisata berbasis budaya di Aceh mengalami peningkatan jumlah kunjungan sebesar 40?lam tiga tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak hanya berdampak pada identitas sosial, tetapi juga ekonomi masyarakat.

Dengan terus mempromosikan dan melestarikan budaya ini, Aceh dapat meningkatkan daya tarik wisata yang sekaligus memperkuat ekonomi lokal.

Upaya pelestarian

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan budaya Aceh, di antaranya:

1. Pendidikan dan sosialisasi

Pendidikan memiliki peran penting dalam pelestarian budaya. Sekolah dan lembaga pendidikan dapat memasukkan materi tentang budaya Aceh dalam kurikulum, seperti sejarah, adat istiadat, dan seni tradisional.

2. Pekan Kebudayaan Aceh

PKA adalah festival terbesar yang diadakan setiap empat tahun sekali untuk memperkenalkan dan mempertahankan seni serta tradisi Aceh.

3. Aceh Ramadhan Festival

Festival ini tidak hanya merayakan bulan suci Ramadhan, tetapi juga mengangkat budaya Islam dan ekonomi kreatif di Aceh. Acara ini mencakup pameran kaligrafi, lomba penyalinan mushaf, serta pembagian bubur kanji khas Aceh.

Pelestarian bahasa

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa Aceh, di antaranya:

1. Penggunaan bahasa Aceh dalam kehidupan sehari-hari

Bahasa Aceh semakin tergerus oleh penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa asing. Oleh karena itu, masyarakat perlu didorong untuk menggunakan bahasa Aceh dalam komunikasi sehari-hari, baik di rumah maupun di lingkungan sosial.

2. Lomba dan kompetisi berbahasa Aceh

Salah satu cara menarik untuk melestarikan bahasa Aceh adalah dengan mengadakan lomba cerita rakyat dalam bahasa Aceh, seperti yang dilakukan oleh pegiat budaya di Aceh Singkil.

3. Penggunaan bahasa Aceh di Medsos

Untuk menarik perhatian anak muda, bahasa Aceh mulai diperkenalkan dalam konten digital seperti video, lagu, dan aplikasi pembelajaran bahasa daerah. Pendekatan ini membantu bahasa Aceh tetap relevan di era modern.

4. Lomba berbahasa Aceh

Berbagai lomba seperti lomba pidato, cerita rakyat, dan penulisan dalam bahasa Aceh diadakan untuk meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan bahasa ini.

Kesimpulan

Melestarikan budaya dan bahasa daerah Aceh bukan hanya tentang mempertahankan warisan leluhur, melainkan juga menjaga identitas, solidaritas sosial, dan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Dengan upaya yang tepat, seperti pendidikan, revitalisasi tradisi, dan pemanfaatan teknologi, budaya Aceh dapat terus berkembang dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kekayaan budaya Indonesia.

Budaya dan bahasa Aceh adalah bagian tak ternilai dari perjalanan bangsa yang patut dijaga dan dihargai. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved