Pulau Sengketa Aceh Sumut
Bukan Sekedar Peta, Permahi Nilai Pergeseran 4 Pulau Ingkari Sejarah Aceh
“Selama ini pulau itu berada di bawah administrasi Aceh. Tiba-tiba dipindahkan ke Sumut tanpa diskusi. Ini bukan sekadar koordinat yang digeser...
Penulis: Indra Wijaya | Editor: Nurul Hayati
“Selama ini pulau itu berada di bawah administrasi Aceh. Tiba-tiba dipindahkan ke Sumut tanpa diskusi. Ini bukan sekadar koordinat yang digeser di peta, ini soal marwah,” kata Ketua Permahi Aceh, Rifqi Maulana SH, Sabtu (14/6/2025).
Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Polemik pergeseran wilayah administratif empat pulau dari Aceh ke Provinsi Sumatera Utara makin memanas.
Perhimpunan Mahasiswa Hukum Aceh (Permahi) mengecam keras dan menilai langkah tersebut tidak hanya melukai perasaan masyarakat Aceh, tetapi juga mencederai kehormatan sejarah Aceh sendiri.
“Selama ini pulau itu berada di bawah administrasi Aceh. Tiba-tiba dipindahkan ke Sumut tanpa diskusi. Ini bukan sekadar koordinat yang digeser di peta, ini soal marwah,” kata Ketua Permahi Aceh, Rifqi Maulana SH, Sabtu (14/6/2025).
Empat pulau yang dimaksud—Pulau Panjang, Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, dan Pulau Lipan—secara geografis, historis, dan administratif telah lama menjadi bagian dari Aceh.
Bahkan, Pemerintah Aceh dan Kabupaten Aceh Singkil telah membangun berbagai infrastruktur di pulau-pulau tersebut sejak 2007, dengan menggunakan dana APBD.
Menurutnya, isu batas wilayah ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan juga menyangkut kehormatan dan sejarah.

Baca juga: Mualem Tegaskan Tak Ada Ruang Negosiasi dengan Sumut Soal 4 Pulau di Singkil
Sejak dulu, pulau-pulau itu adalah bagian dari Aceh.
Itu fakta yang hidup dalam memori kolektif masyarakat.
Ia mengatakan, bagi rakyat Aceh, tanah bukan hanya aset, tetapi identitas.
Sejarah panjang perjuangan dan konflik berdarah membuat setiap jengkal wilayah Aceh menyimpan nilai simbolik yang dalam.
Ketika wilayah itu digeser secara sepihak, yang tercabik bukan hanya peta, tapi juga harga diri.
“Kami tidak bicara atas dasar emosi semata. Kami bicara soal sejarah yang sudah berurat akar, dan soal kesepakatan damai yang menjadi pondasi perdamaian Aceh. Jangan main-main dengan itu,” jelasnya,
Pihaknya juga menolak gagasan “pengelolaan bersama” sebagai solusi damai.
Menurut mereka, itu hanya mempermanenkan tindakan sepihak yang mengkhianati semangat MoU Helsinki.
“Kami cinta damai, tapi jangan rampas hak kami sejengkal pun. Jangan membangunkan singa yang sedang tidur,” ucap Rifqi.
Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera turun tangan dan mencopot Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang dianggap paling bertanggung jawab atas kekisruhan ini.
“Aceh ingin damai, ingin hidup tenang. Tapi damai itu hanya mungkin jika perjanjian dihormati, jika sejarah tidak diputarbalikkan. MoU Helsinki itu kesepakatan antar dua lelaki. Dan lelaki, tak pernah ingkar janji,” pungkasnya. (*)
Baca juga: Aceh Bakal Lobi Prabowo, Jika Tak Mempan Bahas Polemik 4 Pulau dengan Kemendagri
Kemendagri Terbitkan Keputusan Penetapan Empat Pulau Milik Aceh, Ini Pesan Safrizal ZA |
![]() |
---|
Rektor Unimal Berkemah di Pulau Panjang Aceh Singkil, Letakkan Tugu Hingga Eksplorasi 4 Pulau Ini |
![]() |
---|
Kisah Rudini dan Safrizal yang “Bertemu Lagi” |
![]() |
---|
Senator Aceh Azhari Cage Ingatkan Dasar Pengembalian 4 Pulau Sengketa ke Aceh Harus Permendagri |
![]() |
---|
Clear! Pemprov Sumut Terima dengan Lapang Dada 4 Pulau Dikembalikan ke Aceh: Sudah tak Ada Masalah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.