Budaya Nusantara
Berikut 5 Tradisi Peringatan Satu Suro di Jawa, dari Kirab Pusaka, hingga Upacara di Pantai Selatan
Kedua pemaknaan ini menunjukkan bahwa bulan Suro mengandung makna simbolik yang kuat sebagai waktu yang penuh kehati-hatian, keberanian, sekaligus spi
Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Nur Nihayati
Kedua pemaknaan ini menunjukkan bahwa bulan Suro mengandung makna simbolik yang kuat sebagai waktu yang penuh kehati-hatian, keberanian, sekaligus spiritualitas tinggi.
Puncak dari makna bulan Suro terletak pada tanggal 10 Muharram, yang dikenal sebagai Hari Asyura.
Dalam sejarah Islam, tanggal ini dikenang sebagai hari yang sangat mengharukan, ketika terjadi tragedi pembantaian keluarga Nabi Muhammad SAW di Karbala.
Sebanyak 72 orang dari keturunan Nabi dan para pengikutnya gugur secara tragis, termasuk Sayyidina Husain, cucu Nabi, yang dibunuh dengan kejam atas restu Khalifah Yazid bin Mu’awiyah.
Peristiwa ini menorehkan luka mendalam dalam sejarah umat Islam, dan memperkuat makna spiritual serta kesedihan yang menyelimuti bulan Suro.
Baca juga: Tung Tung Tung Sahur Meledak di TikTok! Meme Lokal Jadi Viral di Dunia Brainrot Global
Macam-Macam Tradisi Jawa di Bulan Suro
Bulan Suro dikenal sebagai bulan yang sakral atau keramat dalam tradisi masyarakat Jawa.
Di bulan ini, masyarakat melaksanakan berbagai ritual dan upacara adat yang umumnya bertujuan untuk memohon keselamatan, ketentraman, dan perlindungan dari marabahaya.
Di berbagai daerah di Indonesia, terutama di tanah Jawa, terdapat beragam tradisi yang dijalankan untuk memperingati malam 1 Sura.
Berikut salah satu tradisi yang paling terkenal:
Baca juga: Ini Dia Asal Mula Tung Tung Tung Sahur, Ballerina Cappucina dan Mahluk Anomali Lainnya yang Viral
1. Tradisi Satu Sura di Solo: Kirab Pusaka Keraton
Di kota Solo, malam satu Sura diperingati dengan acara sakral yang disebut Kirab Pusaka Keraton.
Tradisi ini diawali dengan prosesi jamasan (penyucian) pusaka-pusaka keraton, lalu dilanjutkan dengan kirab atau arak-arakan pusaka keliling kota.
Kirab ini dilaksanakan tepat tengah malam (pukul 00.00) dan dimulai dari kompleks Keraton Surakarta.
Yang menarik, dalam kirab ini ikut serta beberapa ekor kerbau bule (berkulit putih), yang dikenal dengan sebutan Kebo Kyai Slamet.
Kerbau-kerbau ini dipercaya sebagai penjaga pusaka keraton dan dianggap memiliki kekuatan magis.
Karena statusnya yang dianggap suci dan penuh makna simbolik, masyarakat pun memberikan penghormatan tinggi dan menyebut mereka sebagai Kerbau Kyai Slamet.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.