Berita Langsa

Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tawas, Kuasa Hukum Eks Direktur PDAM Langsa Sorot Tajam Tuntutan JPU 

“Tapi anehnya, tuntutan yang dibacakan seolah-olah mengabaikan fakta-fakta persidangan,” sebut kuasa hukum. 

Penulis: Zubir | Editor: Saifullah
For Serambinews.com
PENGACARA SOROT TUNTUTAN JPU - Pengacara atau kuasa hukum eks Dirut PDAM Tirta Keumuning Langsa menyorot tuntutan JPU dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tawas. 

Laporan Zubir | Langsa

SERAMBINEWS.COM, LANGSA – Sidang perkara dugaan korupsi yang menjerat mantan Direktur PDAM Tirta Kemuning Langsa berinisial A yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banda Aceh, mendapat sorotan tajam kuasa hukum terdakwa. 

Pasalnya, kuasa hukum mengklaim tidak ada satupun alat bukti dalam persidangan yang menguatkan dakwaan.

Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan. 

"Sikap JPU ini dinilai mengabaikan fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan," ujar M Permata Sakti, didampingi Raihan, dan Aulia Ikhsan Yusbi, selaku pengacara eks Direktur PDAM Tirta Kemuning Langsa menyikapi tuntutan JPU di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, 4 Juli 2025 lalu.

Melalui press rilis dikirimkan kepada Serambinews.com, Rabu (9/7/2025), kuasa hukum terdakwa A menilai, tuntutan tersebut mencerminkan keberpihakan jaksa pada konstruksi dakwaan yang telah dibantah oleh bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan.

“Selama proses sidang, telah dihadirkan bukti surat, saksi-saksi fakta, hingga pendapat ahli,” kata Permata Sakti. 

“Semua menunjukkan bahwa dakwaan jaksa tidak didasarkan pada landasan hukum yang kuat,” ulasnya.

“Tapi anehnya, tuntutan yang dibacakan seolah-olah mengabaikan fakta-fakta persidangan,” sebut kuasa hukum. 

M Permata Sakti menambahkan, salah satu fakta kunci yang diabaikan JPU adalah tindakan pembelian tawas oleh PDAM Langsa kepada pihak ketiga atau supplier dilakukan demi kepentingan masyarakat Kota Langsa dalam memastikan ketersediaan air bersih bagi masyarakat. 

Bahkan, berdasarkan fakta persidangan, diketahui bahwa harga tawas batu yang dibeli oleh PDAM pada pihak supplier, sejak tahun 2020 sampai dengan 2022, berkisar pada harga Rp 5.000 sampai dengan Rp 6.400 per kilogramnya.

Di mana harga jual tawas batu oleh supplier tersebut lebih murah dibandingkan harga pasar di Kota Langsa yang berkisar pada harga Rp 7.000 sampai dengan Rp 7.700 per kilogramnya.

Selain itu, mengingat kondisi keuangan PDAM Kota Langsa pada saat itu, kebijakan pembelian tawas melalui pihak ketiga atau supplier merupakan keputusan yang tepat.

Karena pembayaran kepada pihak supplier dapat dilakukan dengan cara mencicil sesuai dengan kemampuan keuangan PDAM Kota Langsa yang hanya bersumber pada pembayaran tagihan air masyarakat Kota Langsa.

Sehingga dirasa sangat efektif dan efisien serta dapat dipertanggungjawabkan dari sisi keuangan PDAM Kota Langsa

“Jadi jelas tidak ada kerugian negara. Tidak ada mark-up. Tidak ada niat memperkaya diri sendiri atau orang lain,” papar dia. 

“Semua keputusan yang diambil oleh klien kami adalah demi menjamin kebutuhan dasar masyarakat kota Langsa, yaitu akses terhadap kebutuhan air bersih,” tegas kuasa hukum.

Ia pun mempertanyakan mengapa fakta tersebut diabaikan oleh jaksa, dan justru kliennya tetap dituntut seolah-olah merugikan negara. 

Padahal dalam fakta persidangan, tidak ditemukan adanya kerugian negara yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.

“Kami tidak sedang bicara soal membela kesalahan. Tapi ketika tidak ada satu pun bukti yang menguatkan tuduhan, maka tuntutan menjadi tidak masuk akal,” tutur dia.

“Ini bukan hanya merugikan terdakwa, tapi menciderai nilai keadilan terhadap sistem peradilan,” tegasnya.

Pihaknya berharap, majelis hakim mampu melihat substansi perkara secara jernih dan tidak terpengaruh oleh tuntutan yang dinilai menyimpang dari fakta persidangan. 

Ia menekankan bahwa pengadilan adalah tempat mencari kebenaran, bukan tempat membenarkan dakwaan yang lemah.

“Melalui nota pembelaan yang telah kami siapkan, kami tuangkan seluruh keganjilan dan fakta-fakta persidangan yang selama terungkap dalam persidangan dan diabaikan oleh penuntut umum," sebutnya.

"Kami percaya, hanya hati nurani yang jernih mampu membaca kebenaran di balik tuntutan yang tak berdasar,” terang Permata Sakti. 

“Kini kami serahkan sepenuhnya pada kebijaksanaan majelis hakim untuk memutus dengan adil dan objektif," pungkasnya. 

Sebelumnya, JPU dari Kejari Langsa, Hendra Salfina pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Irwandi dengan Hakim Anggota, Heri Alfian dan Anda Ariansyah, di PN Tipikor Banda Aceh, saat membacakan tuntutannya menyatakan, supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan.

Pertama, menyatakan terdakwa A, telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b dan c, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kedua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa A, dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, dikurangi selama dalam masa tahanan kota yang telah dijalani terdakwa dengan perintah terdakwa ditahan di rutan.

Ketiga, membebankan denda kepada terdakwa A sebesar Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsider 3 (tiga) bulan kurungan.

Keempat, membebankan terdakwa A untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 784.861.832,60 yang dikompensasikan/diambil dari uang yang telah disita berdasarkan persetujuan penyitaan Pengadilan Negeri Langsa Nomor: 216/PenPid.B-SITA/2024/PN Lgs tanggal 13 September 2024.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved