Opini
Urgensi Cybergogic untuk Kecakapan Siswa
Kurikulum Merdeka menuntut murid untuk memiliki kecakapan Kecerdasan Artifisial dan Coding di tingkat SMA. Maka sebenarnya konsep penerapan teknologi
Khairuddin SPd MPd, Kepala SMA Negeri 1 Matangkuli, Microsoft Educator Certified, Microsoft Innovative Education Expert
INTERNALISASI teknologi dalam pembelajaran harusnya bukan hal baru di pendidikan di tanah air. Murid di Indonesia sudah dikenalkan dengan konten komputerisasi sejak kurikulum KBK dua dekade silam. Setiap perubahan kurikulum setelah itu, selalu mengusung informatika dan teknologi dalam bentuk prioritas dan pendamping pembelajaran di satuan pendidikan. Konten Informatika terus berkembang mengikuti dinamika teknologi digital.
Kurikulum Merdeka menuntut murid untuk memiliki kecakapan Kecerdasan Artifisial dan Coding di tingkat SMA. Maka sebenarnya konsep penerapan teknologi digital sudah harus diikuti cara mengajarkan dengan tepat oleh guru. Sehingga bukan hanya teknologi tepat guna penggunaan, namun pembelajaran di sekolah bisa sangat applied dalam kecakapan teknologi siswa.
Cybergogic merupakan gabungan dari cyber (dunia digital) dan pedagogic (ilmu mengajar), yang merujuk pada pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi secara menyeluruh ke dalam proses belajar-mengajar. Dalam konteks pendidikan kekinian, cybergogic sangat penting dan menjadi keniscayaan.
Proses pembelajaran yang bermakna dan mendalam baik secara konten materi maupun internalisasi teknologi dalam setiap aktivitas pembelajaran di satuan pendidikan. Terlebih siswa saat ini merupakan generasi digital native, lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang dikelilingi oleh teknologi. Generasi yang belajar, berinteraksi, dan berpikir dengan cara yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya, berpikir disrupsi.
Tradisi pendidikan konvensional sering kali bersifat satu arah: guru mengajar, siswa mendengar. Model ini membatasi partisipasi aktif siswa dan mengasumsikan bahwa semua siswa belajar dengan cara yang sama. Cybergogic menggeser paradigma ini menjadi lebih interaktif, kolaboratif, dan terpersonalisasi. Teknologi memungkinkan siswa untuk belajar kapan saja dan di mana saja, dengan materi yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan gaya belajar masing-masing.
Platform digital dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran berbasis cybergogic. Guru dapat menggunakan Learning Management System (LMS) seperti Google Classroom, Moodle, atau Microsoft Teams untuk memberikan materi, tugas, kuis, dan diskusi daring. Siswa dapat mengakses konten tersebut sesuai kecepatan mereka masing-masing, mengulang materi yang sulit, dan mendapatkan umpan balik secara real time. Ini menciptakan lingkungan belajar yang lebih adaptif dan responsif.
Cybergogic diyakini mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran melalui pendekatan yang lebih menarik dan interaktif. Penggunaan media seperti video, animasi, simulasi, dan game edukatif bisa membuat pembelajaran terasa lebih hidup dan relevan. Selain itu, fitur gamifikasi dalam platform pembelajaran digital-- seperti sistem poin, lencana, atau papan peringkat--dapat memicu motivasi intrinsik siswa untuk terus belajar.
Teknologi membuka pintu untuk pembelajaran project based learning dan kolaboratif. Melalui bantuan alat kolaborasi daring, seperti Google Docs atau Padlet, murid dapat bekerja sama dalam menyusun laporan, melakukan riset, atau menyusun presentasi meskipun berada di lokasi yang berbeda. Proses ini tidak hanya mengasah keterampilan kognitif, tetapi juga keterampilan sosial dan komunikasi yang penting dalam dunia kerja modern.
Setiap murid memiliki karakteristik dan kebutuhan belajar yang berbeda. Sebagian murid cepat menyerap informasi, namun sebagian lain membutuhkan waktu lebih lama. Sebagian siswa cenderung visual, namun sebagian lain relatif lebih menyenangi teks atau praktik langsung. Cybergogic memberikan solusi terhadap tantangan belajar siswa secara inklusif dengan menyediakan beragam sumber belajar dan metode penyampaian. Melalui teknologi, guru dapat menyediakan materi dalam berbagai format seperti video, audio, teks atau interaktif, sehingga murid bisa memilih yang paling sesuai dengan mereka.
Lebih jauh, pendekatan cybergogic memungkinkan integrasi teknologi asisten pembelajaran berbasis kecerdasan artifisial yang mampu menganalisis pola belajar siswa dan memberikan rekomendasi materi atau latihan tambahan secara otomatis. Pola ini sangat membantu siswa yang mengalami kesulitan, tanpa harus menunggu perhatian khusus dari guru.
Peran guru
Penerapan cybergogic tidaklah berarti menggantikan peran guru dengan teknologi, melainkan mentransformasi peran guru menjadi fasilitator dan pembimbing dalam proses belajar. Guru tidak lagi hanya sebagai sumber informasi utama, tetapi sebagai pengarah yang membantu siswa menavigasi lautan informasi digital. Berbantuan teknologi, guru memiliki data real time tentang perkembangan belajar siswa, dan bisa mengambil langkah intervensi yang tepat dan cepat bila ada siswa yang tertinggal.
Cybergogic juga mendorong guru untuk terus belajar dan beradaptasi. Dunia digital bergerak cepat. Agar dapat menerapkan cybergogic secara efektif, guru dituntut untuk menguasai keterampilan teknologi, desain pembelajaran digital, serta kemampuan mengelola kelas daring. Hal ini turut mendorong peningkatan kualitas tenaga pengajar.
Peran guru yang optimal dapat membantu menyiapkan murid agar cakap di dunia kerja masa ke depan yang sangat bergantung pada keterampilan digital. Mengintegrasikan cybergogic dalam pendidikan dasar dan menengah memberikan pengetahuan mulai dari literasi informasi, komunikasi digital, manajemen proyek daring, hingga etika berinternet. Kecakapan ini merupakan keterampilan hidup yang esensial di abad ke-21.
Selain itu, cybergogic membuka peluang bagi murid untuk belajar dari sumber global. Mereka bisa mengikuti kursus daring dari universitas ternama, mengikuti webinar internasional, atau bergabung dengan komunitas belajar global. Hal Ini dapat memperluas wawasan, meningkatkan kemampuan bahasa asing, dan membuka perspektif baru.
Tantangan
Meski besarnya potensinya yang dapat dioptimalkan, penerapan cybergogic tidak lepas dari tantangan. Masalah infrastruktur seperti koneksi internet yang tidak merata, ketersediaan perangkat, dan kemampuan digital siswa serta guru merupakan kendala utama. Karena itu, Kemendikdasmen dan pihak satuan pendidikan harus berperan aktif dalam menciptakan ekosistem yang mendukung seperti menyediakan akses internet yang memadai, pelatihan bagi guru serta kebijakan kurikulum yang fleksibel terhadap pemanfaatan teknologi.
Penting juga untuk menekankan aspek etika dan keamanan digital. Dalam pembelajaran berbasis teknologi, siswa terpapar berbagai risiko seperti cyberbullying, kecanduan gawai, atau penyalahgunaan data pribadi. Maka, pendidikan digital yang bertanggung jawab juga harus menjadi bagian dari kurikulum.
Dengan demikian cybergogic sejatinya mampu menciptakan pembelajaran yang lebih adaptif, menarik, inklusif, dan relate dengan dunia nyata. Cybergogic memberi ruang bagi siswa untuk tumbuh sebagai pembelajar mandiri, kreatif, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.