Berita Aceh Singkil

Nestapa Nelayan Tradisional Aceh Singkil, Nekat Semalaman Melaut Sendirian Walau Hasil tak Seberapa

Semalaman di laut, penghasilan nelayan tradisional ternyata hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Terkadang malah tidak dapat.

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Nurul Hayati
SERAMBINEWS.COM/ DEDE ROSADI
NELAYAN TRADISIONAL: Nelayan tradisional berhenti di tangkahan untuk menjual hasil tangkapan kepada pengepul di pinggir sungai Desa Ketang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil, Rabu (30/7/2025). 

Semalaman di laut, penghasilan nelayan tradisional ternyata hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Terkadang malah tidak dapat.

Laporan Dede Rosadi I Aceh Singkil 

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Nelayan tradisional di Kabupaten Aceh Singkil, mayoritas melaut sendirian. 

Berangkat menjelang petang.

Setelah semalaman sendirian di laut paginya baru pulang. 

Nelayan mengarungi laut seorang diri bukan tanpa alasan.

Umumnya karena armada tangkap yang digunakan perahu kecil. 

Ukuran panjang kira-kira 9 meter dan lebar hanya 1,5 meter. Bahkan banyak yang lebih kecil lagi. 

Alat tangkap pun sederhana yaitu berupa pancing dan jaring mini.

Pergi melaut seorang diri alasan paling utama menekan biaya pengeluaran.

Jika berangkat berdua atau lebih, tentu harus keluarkan biaya tambahan membeli perbekalan selama di laut. 

Seperti kopi, makanan, bahan bakar minyak dan rokok.

Rokok termasuk pengeluaran cukup banyak ketika nelayan melaut

Merokok merupakan kebiasaan umum nelayan di daerah itu.

Dalam semalam melaut, seorang nelayan bisa menghabiskan dua bungkus rokok. 

Baca juga: Banyak ABK Hilang Tenggelam, DKP Bekali Pelampung ke Nelayan di Aceh Timur

Seorang diri di laut dalam gelap malam, tentu butuh nyali lebih.

Terutama ketika tiba-tiba cuaca buruk. 

Bukan itu saja, walau sudah biasa melaut dalam gelap malam, nelayan juga mengaku sesekali acap dihantui rasa takut. 

Untuk mengusir rasa takut, bisanya merokok atau bernyanyi.

Maklum, tidak ada kawan yang bisa diajak bicara.

"Kadang tiba-tiba merinding seolah ada yang mengikuti," kata Bang Saf nelayan tradisional asal Gosong Telaga, Kecamatan Singkil Utara, Rabu (30/7/2025).

Semalaman di laut, penghasilan nelayan tradisional ternyata hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Terkadang malah tidak dapat.

Jangankan untuk memberi belanja kepada keluarga, menutupi biaya pengeluaran selama melaut saja tidak cukup. 

Tak mengherankan, banyak nelayan kecil yang menumpuk utang kepada para tokoh. 

Syukurnya, para juragan ikan rata-rata sebelumnya merupakan nelayan tradisional.

Sehingga mengerti kesusahan nelayan tradisional

"Kalau ada yang pinjam untuk ke laut tetap dikasih, asalkan ketika mendapat ikan dijualnya ke kami," kata Jefri pengepul ikan nelayan tradisional di kawasan Ketapang Indah, Singkil Utara. 

Baca juga: Pengakuan Nelayan Ambil Uang Kotak Amal Masjid Raya Aceh: Bekal Habis, Tak Bisa Melaut Cuaca Ekstrem

Jefri mengakui, banyak nelayan yang sama sekali pulang melaut tidak membawa hasil.

Omongannya benar adanya.

Nelayan tradisional yang jadi pelanggannya.ada yang memberikan kode silangkan tangan ketika melintas di tangkahan milik Jefri sebagai tanda tak mendapat hasil. 

Tangkahan merupakan tempat sandar nelayan tradisional untuk menjual ikan kepada pengepul. 

Berapa sesungguhnya penghasilan nelayan sekali melaut?

Sesuai istilah nelayan lokal, bahwa rezeki ke laut seperti pukat harimau. 

Sekali lagi banyak, maka penghasilnya banyak.

Sebaliknya ketika sedang sulit, jangankan untuk belanja di rumah, modal saja tidak kembali. 

Rata-rata ketika cuaca bersahabat nelayan tradisional bisa mendapatkan uang Rp 200 ribu dari hasil penjualan ikan. 

Pendapatan tersebut jika dikurangi biaya bahan bakar minyak, perbekalan makanan dan rokok, yang ditaksir sekitar Rp 100 ribu.

Maka pendapat nelayan yang bisa diberikan kepada keluarga semalam suntuk melaut Rp 100 ribu. 

"Sekali berangkat kalau ke laut habis Rp 100 ribu," kata Ma Oden nelayan yang sudah banyak makan asam garam menghadapi tantangan di laut.

Kondisi itu tak mengherankan jika banyak nelayan di Aceh Singkil, masuk dalam kategori miskin. 

Ini terlihat dari perahu sebagai armada tangkap yang sudah lapuk tak bisa berganti.

Paling hanya tambal sulam untuk mencegah air laut masuk ke dalam perahu. 

Atas alasan itu pulalah, nelayan mengharap uluran tangan pemerintah untuk mendapat bantuan alat tangkap.

Masalah lainnya, dalam mencari nafkah ke laut tidak bisa dilakukan sepanjang waktu.

Sebab bukan hanya cuaca yang jadi tantangan, tapi perubahan musim dari gelap bulan ke terang bulan tak bisa dilawan. 

Ketika musim terang bulan, nelayan tidak bisa menangkap ikan dengan cara dijaring.

Lantaran tidak akan berhasil mendapatkan ikan. 

Sehingga dalam sebulan, nelayan hanya punya waktu efektif melaut sekitar dua pekan.

Terkait kondisi itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil, didorong untuk melahirkan peluang usaha alternatif bagi nelayan. 

Agar ketika tidak bisa melaut, dapur nelayan sebagai pejuang dalam menghasilkan ikan untuk kebutuhan protein tetapi bisa ngebul.(*)

Baca juga: Thailand-Kamboja Perang, 18 Nelayan Aceh Timur Terimbas, Masih tanpa Kabar 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved