Sabang
Pernikahan Menurun, Perceraian Masih Tinggi di Sabang, Ini Penyebabnya
“Penurunan ini cukup signifikan dan berpotensi mempengaruhi struktur sosial masyarakat dalam jangka panjang...
Penulis: Aulia Prasetya | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Aulia Prasetya | Sabang
SERAMBINEWS.COM, SABANG – Fenomena sosial yang sedang terjadi di Kota Sabang mengisyaratkan pergeseran besar dalam pola kehidupan rumah tangga. Angka pernikahan terus mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir, sementara kasus perceraian tetap tinggi dan memunculkan beragam penyebab baru yang kompleks.
Data dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Sabang menunjukkan bahwa jumlah pasangan yang menikah menurun pada tiga tahun terakhir. Pada 2022 tercatat 182 pasangan menikah, kemudian turun menjadi 164 pada 2023, dan kembali menurun ke angka 143 pasangan hingga pertengahan 2024.
“Penurunan ini cukup signifikan dan berpotensi mempengaruhi struktur sosial masyarakat dalam jangka panjang,” kata Kepala Seksi Bimas Islam Kemenag Sabang, Tgk Murdani, beberapa hari lalu saat ditemui serambinews.com di ruang kerjanya.
Menurutnya, perubahan cara pandang generasi muda terhadap pernikahan menjadi faktor utama. Banyak dari mereka memilih menunda menikah demi mengejar pendidikan, karier, atau karena merasa belum siap secara mental dan emosional.
“Bukan hanya karena ekonomi atau mahalnya mahar, tapi banyak yang belum siap mental. Itu justru dominan,” jelasnya.
Meski demikian, ada secercah harapan. Dalam semester pertama 2025, sebanyak 94 pasangan sudah menikah, dengan lonjakan pada Juni yang mencatat 27 pernikahan. Jika tren ini bertahan, jumlah pernikahan diprediksi bisa kembali menyentuh angka 180 hingga 200 pasangan hingga akhir tahun.
Murdani menggarisbawahi pentingnya peran Kantor Urusan Agama (KUA) dalam memberikan edukasi dan pembinaan pranikah. Ia menyebutkan bahwa seluruh prosedur nikah kini bisa dilakukan secara mudah, bahkan tanpa biaya jika dilakukan di kantor KUA. Sementara pernikahan di luar kantor dikenakan biaya resmi sebesar Rp 600 ribu yang langsung disetor ke kas negara.
Baca juga: Cegah Kekerasan Seksual dan Penyimpangan Perilaku Remaja, DWP Sabang Gelar Sosialisasi
Sebagai langkah pencegahan terhadap meningkatnya konflik rumah tangga, Kemenag Sabang mewajibkan adanya bimbingan pra-nikah. Materi edukasi mencakup hak dan kewajiban suami-istri, komunikasi sehat, hingga manajemen emosi.
“Anak muda jangan takut menikah. Jangan malas bekerja, dan jangan cuma tidur pagi bangun sore. Siap mental, siap ibadah, insya Allah rezeki akan datang,” pesannya.
Ironisnya, meski angka pernikahan menurun, tren perceraian di Sabang masih tinggi. Sepanjang Januari hingga Juni 2025, Mahkamah Syar’iyah Sabang menerima 20 perkara cerai. Dari jumlah itu, 17 perkara dilatarbelakangi perselisihan dan pertengkaran terus menerus, dan tiga karena ditinggal pasangan.
Yang mencemaskan, penyebab konflik rumah tangga kini semakin kompleks. Judi online, kekerasan verbal, hingga beban peran ganda dalam rumah tangga menjadi penyulut utama retaknya hubungan.
“Sekarang, judi online mulai masuk dalam daftar penyebab utama. Banyak suami yang awalnya baik-baik saja, berubah drastis karena kecanduan, tidak menafkahi, dan akhirnya memicu pertengkaran,” ungkap Humas Mahkamah Syar’iyah Sabang, Dr. Mira Maulidar, S.H.I., M.H., Rabu (30/7/2025).
Dari 17 kasus perceraian akibat konflik rumah tangga, Mahkamah mencatat lima kasus karena suami tidak memberi nafkah, lima kasus karena kekerasan verbal, tiga kasus akibat judi online, dua kasus karena perselingkuhan dan dua kasus karena pasangan mengalami sakit berkepanjangan
Sebagian besar perceraian terjadi pada usia produktif, yaitu 30–50 tahun, yang kerap menghadapi tekanan ekonomi dan sosial. Pada usia ini, beban pekerjaan, tuntutan gaya hidup, dan kurangnya waktu berkualitas menjadi tantangan tersendiri dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.