Liputan Eksklusif Aceh

Psikolog UIN Ar Raniry Banda Aceh Sebut Bulyying dan Kekerasan Antar Pelajar Disebabkan Budaya Diam

Dosen Psikologi UIN Ar-Raniry, Iyulen Pebry Zuanny S.Psi, M.Psi, menerangkan Aceh Timur menjadi salah satu wilayah dengan tingkat pelaporan kasus ya

|
Penulis: Maulidi Alfata | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
TANGGAPI KASUS KEKERASAN - Dosen Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Iyulen Pebry Zuanny S. Psi, MPsi, menanggapi kasus kekerasan terhadap pelajar di Aceh Timur baru-baru ini. 

Dosen Psikologi UIN Ar-Raniry, Iyulen Pebry Zuanny S.Psi, M.Psi, menerangkan Aceh Timur menjadi salah satu wilayah dengan tingkat pelaporan kasus yang lumayan tinggi.

Laporan Maulidi Alfata | Aceh Timur

SERAMBINEWS.COM, IDI – Kasus kekerasan terhadap anak di Aceh, khususnya di Aceh Timur, terus menjadi sorotan dan menimbulkan kekhawatiran serius.

Belakangan ini terjadi kasus pemukulan yang oleh kelompok remaja SMA terhadap kawan sebayanya dan viral di TikTok.

Kasus tersebut saat ini sedang ditangani Polres Aceh Timur.

Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, lebih dari 500 kasus kekerasan (fisik, verbal, seksual, cyber, dan lainnya) terjadi setiap tahun.

Sebagian besar korbannya adalah anak-anak.

Dosen Psikologi UIN Ar-Raniry, Iyulen Pebry Zuanny S.Psi, M.Psi, menerangkan Aceh Timur menjadi salah satu wilayah dengan tingkat pelaporan kasus yang lumayan tinggi.

Baca juga: Live TikTok Jadi Salah Satu Penyebab Banyak Perceraian di Aceh

Namun, ini tidak menggambarkan angka sebenarnya.

"Banyak kasus diduga tidak dilaporkan akibat adanya budaya diam atau ilence culture dan ketakutan sosial yang masih kuat di masyarakat," ujar Iyulen, saat dikonfirmasi Serambinews.com, pada Jumat (1/8/2025).

Menurutnya penyebab anak melakukan kekerasan bersifat multifaktorial.

Beberapa faktor utama yang memicu tindakan ini antara lain, lingkungan keluarga yang tidak  sehat.

Pola asuh yang otoriter, kurangnya kasih sayang, atau anak yang sering menyaksikan kekerasan di rumah berpotensi membentuk perilaku agresif.

Juga dipengaruhi  tontonan yang mengandung unsur kekerasan tanpa pengawasan orang tua dapat menormalisasi tindakan tersebut di mata anak.

Baca juga: Kasus Penganiayaan di Seuneubok Nalan Peulimbang Bireuen Diselesaikan Melalui Restorative Justice

Kekerasan itu juga bisa disebabkan pengaruh teman sebaya. 

Dalam pergaulan, anak terkadang merasa harus melakukan kekerasan untuk menunjukkan dominasi atau popularitas di antara teman-temannya.

Selain itu kurangnya pendidikan moral dan sosial di rumah maupun di sekolah membuat anak tidak memahami batasan perilaku yang baik.

Prilaku itu juga bisa dipengaruhi oleh masalah psikologis anak, beberapa anak memiliki gangguan emosi, trauma masa kecil, atau gangguan perilaku (conduct disorder) yang mendorong mereka melakukan kekerasan.

Iyulen menyoroti dampak fatal apabila tindak kekerasan dan bullying terhadap anak tidak ditangani baik secara hukum maupun damai, dampaknya sangat berbahaya.


Ada lima bahaya utama yang mengintai para korban bullying dan kekerasan ini terutama korban berisiko mengalami gangguan psikologis seperti PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), depresi, kecemasan, dan rendah diri seumur hidup.

Pelaku yang tidak mendapatkan pembinaan yang tepat berpotensi besar untuk terus melakukan kekerasan hingga dewasa, bahkan menurunkannya kepada generasi berikutnya.

"Ketika kasus tidak ditangani, masyarakat dapat menganggap kekerasan sebagai hal yang lumrah.

Hal ini menciptakan lingkungan yang tidak aman dan membuat anak-anak lain berisiko menjadi korban atau pelaku," jelasnya.

Ia menekankan pentingnya untuk berani bersuara. Anak harus berani melaporkan setiap kekerasan yang dialami kepada guru, orang tua, atau pihak lain yang dipercaya.

Dan untuk orang tua harus bisa menjadi pendengar yang empatik dan tidak menghakimi sangat krusial.

"Berikan dukungan emosional, ciptakan rasa aman, dan ajarkan cara menyelesaikan konflik tanpa kekerasan," pungkasnya.

Selain itu, orang tua juga perlu mengawasi penggunaan media dan pergaulan anak, serta menanamkan pendidikan karakter sejak dini.

Kasus Pemukulan Pelajar di Aceh Timur  Masih dalam Penyelidikan, Diduga Karena Utang

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus kekerasan dan penganiayaan melibatkan siswa berseragam Sekolah Menengah Atas (SMA) putih abu-abu di Aceh Timur, yang terjadi pada 19 Mei 2025 lalu belum menunjukkan perkembangan terbaru.

 Sejauh ini, kasus itu masih diselidiki oleh Sat Reskrim Polres Aceh Timur.

Hal itu disampaikan oleh Kasatreskrim Polres Aceh Timur, Iptu Adi Wahyu Nurhidayat dikonfirmasi Serambinews.com pada, Jumat (1/8/2025).

"Saat ini masih dalam proses, kita masih memanggil saksi-saksi untuk dimintai keterangan tentang kejadian itu," ungkapnya.

Aksi penganiayaan yang sempat heboh di jagat media sosial itu berdurasi 44 detik, memperlihatkan sekelompok remaja mendatangi seorang pemuda yang hanya mengenakan sarung dan tidak berbaju, kemudian melakukan penganiayaan.

Peristiwa ini diketahui terjadi pada Senin sore, 19 Mei 2025, sekitar pukul 16.05 WIB, di rumah korban yang berada di Gampong Pangoe, Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur.

Menurut Adi, kejadian itu disebabkan oleh utang piutang, yang menyebabkan terlapor mendatangi rumah korban untuk menagih utangnya.

Pemukulan terjadi akibat korban tidak mau membayar utangnya, dengan alasan tidak mempunyai uang saat itu untuk dibayarkan.

Sehingga terlapor dan teman-temannya memukul korban di depan rumah korban sendiri.

Kasus pemukulan ini masih terus bergulir di Aceh Timur dan belum ada penetapan tersangka.

Adi menekankan, bahwa kasus-kasus pem-bully-an dan kekerasan antar pelajar tidak bisa dibawa ke ranah damai atau restorative justice (RJ).

"Perkelahian yang korbannya anak kami proses semua, tidak ada RJ untuk kekerasan terhadap anak," tuturnya.

Dalam setahun terakhir, ada tiga kasus kekerasan dan pemukulan antar pelajar di Aceh Timur, dan itu diproses semua oleh Polres Aceh Timur.

Adi memaparkan dalam menekankan angka kekerasan dan pembullyan ini, Polres Aceh Timur juga sudah memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah mengangandeng lintas sektor, untuk memberikan pemahaman kepada pelajar bahwa kekerasan itu melanggar hukum dan bisa dipidanakan.

"Kita memberikan pemahaman ini agar mereka tidak terlibat dalam tawuran atau perkelahian serta bullying sesama pelajar, juga kita beharap dunia pendidikan di Aceh Timur semakin bermutu," harapnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved