Liputan Eksklusif Aceh

Takut Didiskriminasi, Jadi Alasan Pengidap HIV Enggan Cek Kesehatan di Banda Aceh

Salah satunya adalah para kelompok beresiko ini takut identitasnya terbongkar, jika ia melakukan pengecekan darah.

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Nurul Hayati
AI CHATGPT
HIV/AIDS - llustrasi ini dibuat dengan kecerdasan AI, Kamis (7/8/2025). Data Dinkes Kota Banda Aceh menunjukkan terjadinya peningkatan kasus HIV/AIDS di wilayah tersebut. Takut diskriminasi menjadi alasan kelompok beresiko HIV enggan melakukan cek kesehatan. 

Salah satunya adalah para kelompok beresiko ini takut identitasnya terbongkar, jika ia melakukan pengecekan darah.

Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kasus HIV/AIDS di Banda Aceh menjadi salah satu daerah dengan jumlah temuan kasus tertinggi di Aceh.

Perilaku hubungan seksual menyimpang menjadi salah satu faktor penyebab penularan tersebut. 

Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh mencatat peningkatan kasus HIV/AIDS sepanjang Januari hingga Juni 2025.

Berdasarkan data yang disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Banda Aceh, Supriady, total kasus tercatat mencapai 585, yang terdiri dari 475 kasus HIV dan 110 kasus AIDS.

Pemerintah Kota Banda Aceh dan provinsi diminta untuk mengurangi diskriminasi layanan terhadap para penderita HIV/AIDS yang melakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan.

Diskriminasi itu kerap terjadi lantaran adanya ketakutan bagi petugas kesehatan akan tertular dari penyakit seksual tersebut.

Selain itu, kurangnya pengetahuan terkait penyakit HIV/AIDS juga menjadi faktor penyebab timbulnya diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS khususnya di Banda Aceh.

Koordinator Lapangan Penjangkauan HIV/AIDS LSM Galatea Banda Aceh & Lhokseumawe, Yunidar, mengatakan, jumlah kasus HIV/AIDS di Aceh, khususnya Banda Aceh dapat dikatakan seperti fenomena gunung es.

Jumlah kasus yang ditemukan hanya di permukaan saja, akan tetapi masih banyak mereka yang terjangkit virus menular akibat perilaku hubungan seksual yang menyimpang, masih enggan untuk melakukan pengecekan.

Hampir setiap bulannya pihaknya menemukan satu hingga dua kasus baru HIV/AIDS di Banda Aceh.

Baca juga: Pandangan Raqan RPJM, Fraksi PAN Sorot Promosi Wisata dan Kasus HIV/AIDS di Kota Banda Aceh

Hal itu juga menjadi fokus LSM Galatea untuk mengajak mereka para kelompok berisiko tertular penyakit infeksi menular seksual (IMS) di Banda Aceh, untuk mau melakukan tes darah baik di fasilitas kesehatan atau melalui pendampingan yang mereka lakukan.

Dengan tingginya kasus itu, perlu ada dukungan dan support dari pemerintah kota, khususnya pengurangan diskriminasi di layanan kesehatan bagi para penderita HIV ini.

Kemudian di pihak pemerintah kota agar mengeluarkan statement yang dapat memicu ketakutan. 

“Misalnya, seperti larangan penjualan kondom di supermarket. Intinya tidak boleh dijual bebas. Sedangkan pencegahan salah satu yang paling efektif adalah menggunakan kontrasepsi seperti kondom. Saya tidak tahu kalau angka kasus akan melonjak,” katanya kepada Serambinews.com, Rabu (6/8/2025).

“Kasus itu makin banyak ditemukan, jika razia makin gencar dilakukan. Tapi jangan mereka kaget ketika kasus makin tinggi, dan sibuk menyalahkan orang lain. Walaupun saya setuju dengan tindakan razia, tapi harus diikuti dengan sosialisasi,” tegasnya.

Selama aktif melakukan kegiatan 'jemput bola' untuk mengajak para kelompok berisiko tertular HIV/AIDS ini untuk melakukan pengecekan darah, pihaknya menemukan jumlah hambatan tantangan.

Salah satunya adalah para kelompok beresiko ini takut identitasnya terbongkar, jika ia melakukan pengecekan darah.

Mereka takut didiskriminasi dan dikucilkan, menjadi alasan para kelompok beresiko itu enggan mengecek kesehatannya.

Kasus itu baru terungkap kata Yuni, ketika yang bersangkutan mengeluhkan sakit dan timbulnya gejala infeksi menular seksual di kelaminnya.

“Dan mereka baru menghubungi kita untuk di cek. Dan hasilnya itu positif,” ucapnya.

Kemudian adanya kejenuhan untuk meminum obat bagi mereka yang sudah dinyatakan positif HIV/AIDS.

Sehingga mereka hampir setiap harinya melakukan pendampingan dan menyarankan agar meminum obat tersebut.

Terlebih banyak kasus yang mereka temukan, bahwa ia mengetahui bahwa dirinya positif HIV, tapi tidak mau minum obat dan menularkan ke orang lain. 

Sehingga menurutnya, perlu ada strategi pencegahan peningkatan angka kasus HIV/AIDS yang dilakukan oleh pemerintah kota.

Ia menyarankan agar pemerintah kota lebih baik menyasar mereka yang merupakan kelompok beresiko tinggi dan sosialisasi awal pra nikah, dan pencegahan kasus pelecehan.

Menurutnya, hal itu dapat menjadi langkah tepat untuk melakukan deteksi dini HIV/AIDS di ibukota provinsi Aceh tersebut.

“Kita mengajak kelompok beresiko untuk melakukan tes darah sebagai upaya awal pencegahan dan peningkatan kasus AIDS,” pungkasnya.

Baca juga: Kasus HIV di Banda Aceh Tinggi, ISAD: Perlu Ada Rehabilitasi Spiritual dan Psikologis

'Jemput Bola' Ajak Kelompok Berisiko Tes Darah

Sementara itu, Penjangkau Lapangan LSM Galatea, Agussalim, mengatakan, ia bersama tim melakukan kegiatan 'jemput bola' untuk mengajak mereka kelompok berisiko tertular HIV/AIDS ini untuk melakukan tes darah.

Hal itu dilakukan sebagai upaya deteksi dini penularan kasus tersebut. 

Di Banda Aceh sendiri, kaum pria dominan terkena HIV akibat perilaku hubungan menyimpang lelaki suka lelaki (LSL).

Untuk mengajak mereka mau melakukan tes darah, ia tak segan-segan mencari mereka, baik dari aplikasi maupun via instagram agar mau dilakukan pengecekan.

“Mereka kayak multi-level marketing. Kalau di atasnya ada upline, pasti ada downline. Uplane ini dari si A bisa aja ke si B, si C, si D. Nanti yang dari si D ini bisa lagi ke si A, F, G. Ke bawahnya terus,” katanya.

Sosialisasi dan pendampingan terus mereka lakukan.

Bahkan ia tak segan-segan menyebarkan nomor handphone kepada kelompok berisiko tersebut.

Hal itu ia lakukan, agar ketika mereka ingin mengecek kesehatan saya, dapat langsung menghubungi dirinya.

“Pengecekan itu semuanya gratis, obatnya juga. Tapi kita cuma butuh KTP untuk pendataan. Dan jangan takut disebarluaskan, identitas mereka tetap aman,” tutupnya.(*)

Baca juga: Kasus HIV/AIDS di Banda Aceh Naik, Aplikasi Kencan Jadi Salah Satu Pintu Penyebaran

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved