KUPI BEUNGOH
Dua Dekade MoU Helsinki: Refleksi Seorang Putra Aceh
MoU Helsinki bukan hanya gencatan senjata. Ia adalah komitmen bersama membangun Aceh yang damai, adil, dan bermartabat
Maka, yang kita butuhkan hari ini bukanlah pembubaran BRA, tapi penguatan kelembagaannya, dari sisi regulasi, anggaran, hingga akuntabilitas publiknya.
Otonomi Khusus: Antara Harapan dan Kenyataan
Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki partai lokal, qanun syariat Islam, serta struktur pemerintahan yang khas, berkat MoU dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Ini adalah bentuk kepercayaan negara kepada Aceh, sekaligus peluang untuk membuktikan bahwa kita mampu membangun diri sendiri.
Sayangnya, berbagai potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Dana otsus yang begitu besar belum sepenuhnya mengubah wajah desa-desa di pedalaman.
Beberapa ketentuan penting seperti pengelolaan migas dan simbol daerah masih menjadi polemik tanpa penyelesaian.
Sementara itu, sebagian dari kita terlalu sibuk memperjuangkan simbol, tapi lupa memperjuangkan substansi.
Rakyat butuh listrik, lapangan kerja, dan pendidikan yang bermutu, bukan sekadar bendera.
Bangun Generasi Damai dan Produktif
Dua dekade MoU berarti sudah lahir generasi baru yang tidak mengalami konflik langsung. Ini adalah anugerah.
Tetapi jika tidak dibarengi dengan pendidikan karakter dan pemahaman sejarah, generasi ini bisa kehilangan arah dan identitas.
Pemerintah Aceh dan para tokoh masyarakat perlu mendorong kurikulum pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai damai, toleransi, dan budaya Aceh.
Para eks kombatan dan tokoh gerakan pun perlu menjadi mentor rekonsiliasi, bukan hanya tokoh simbolik.
Solusi: Perkuat Kolaborasi, Bukan Ego
Sudah saatnya Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat duduk bersama dengan kepala dingin, mengevaluasi implementasi MoU dan UUPA secara menyeluruh.
Jangan saling menyalahkan. Jangan mempolitisasi perdamaian.
BRA harus diperkuat sebagai instrumen reintegrasi yang kredibel dan berkelanjutan. Anggarannya perlu dialokasikan secara tepat sasaran.
Baca juga: Berharap Pusat Realisasikan Seluruh Butir MoU Helsinki
Kelembagaannya harus transparan dan profesional. Aceh tidak membutuhkan lembaga simbolik, Aceh butuh lembaga yang bekerja nyata di tengah rakyat.
Genosida Gaza dan Dosa Besar Amerika |
![]() |
---|
Menjadikan Baitul Mal Aceh Sebagai Katalisator Kesejahteraan Rakyat |
![]() |
---|
Refleksi 20 Tahun Damai Aceh: Menanti Peran Anak Syuhada Menjaga Damai Aceh Lewat Ketahanan Pangan |
![]() |
---|
Utang: Membangun Negeri atau Menyandera Masa Depan? |
![]() |
---|
Melihat Peluang dan Tantangan Potensi Migas Lepas Pantai Aceh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.