Breaking News

KUPI BEUNGOH

Dua Dekade MoU Helsinki: Refleksi Seorang Putra Aceh

MoU Helsinki bukan hanya gencatan senjata. Ia adalah komitmen bersama membangun Aceh yang damai, adil, dan bermartabat

Editor: Muhammad Hadi
For Serambinews.com
Mayjen TNI (Purn.) Teuku Hafil Fuddin, Putra Aceh, Tokoh Masyarakat dan Purnawirawan TNI 

Maka, yang kita butuhkan hari ini bukanlah pembubaran BRA, tapi penguatan kelembagaannya, dari sisi regulasi, anggaran, hingga akuntabilitas publiknya.

Otonomi Khusus: Antara Harapan dan Kenyataan

Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki partai lokal, qanun syariat Islam, serta struktur pemerintahan yang khas, berkat MoU dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

 Ini adalah bentuk kepercayaan negara kepada Aceh, sekaligus peluang untuk membuktikan bahwa kita mampu membangun diri sendiri.

Sayangnya, berbagai potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Dana otsus yang begitu besar belum sepenuhnya mengubah wajah desa-desa di pedalaman. 

Beberapa ketentuan penting seperti pengelolaan migas dan simbol daerah masih menjadi polemik tanpa penyelesaian.

Sementara itu, sebagian dari kita terlalu sibuk memperjuangkan simbol, tapi lupa memperjuangkan substansi. 

Rakyat butuh listrik, lapangan kerja, dan pendidikan yang bermutu, bukan sekadar bendera.

Bangun Generasi Damai dan Produktif

Dua dekade MoU berarti sudah lahir generasi baru yang tidak mengalami konflik langsung. Ini adalah anugerah. 

Tetapi jika tidak dibarengi dengan pendidikan karakter dan pemahaman sejarah, generasi ini bisa kehilangan arah dan identitas.

Pemerintah Aceh dan para tokoh masyarakat perlu mendorong kurikulum pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai damai, toleransi, dan budaya Aceh. 

Para eks kombatan dan tokoh gerakan pun perlu menjadi mentor rekonsiliasi, bukan hanya tokoh simbolik.

Solusi: Perkuat Kolaborasi, Bukan Ego

Sudah saatnya Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat duduk bersama dengan kepala dingin, mengevaluasi implementasi MoU dan UUPA secara menyeluruh. 

Jangan saling menyalahkan. Jangan mempolitisasi perdamaian.

BRA harus diperkuat sebagai instrumen reintegrasi yang kredibel dan berkelanjutan. Anggarannya perlu dialokasikan secara tepat sasaran. 

Baca juga: Berharap Pusat Realisasikan Seluruh Butir MoU Helsinki

Kelembagaannya harus transparan dan profesional. Aceh tidak membutuhkan lembaga simbolik, Aceh butuh lembaga yang bekerja nyata di tengah rakyat.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved