Berita Lhokseumawe
Kasus Polisi Gadungan Tipu Puluhan Warga, Dosen Pidana Islam: Korban Bisa Tuntut Ganti Rugi
Seorang pria berinisial IKN (52) ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menipu 34 orang dengan kerugian lebih dari Rp400 juta, menggunakan kedok
Penulis: Jafaruddin | Editor: Mursal Ismail
Laporan Jafaruddin I Aceh Utara
SERAMBINEWS.COM,LHOKSUKON – Kasus penipuan berkedok aparat kembali mencoreng wajah keamanan sosial di Aceh.
Seorang pria berinisial IKN (52) ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menipu 34 orang dengan kerugian lebih dari Rp400 juta, menggunakan kedok sebagai anggota Polri dan BNN sejak 2019.
Tak hanya menjadi kasus kriminal, perbuatan IKN dinilai sebagai jarimah ta’zir dalam hukum jinayat Islam yang berlaku di Aceh, yaitu kejahatan yang hukumannya ditentukan oleh hakim demi menjaga kemaslahatan publik.
“Ini bukan sekadar penipuan biasa. Pelaku melakukan khiyanah (pengkhianatan) dan tadlis (penyesatan), yang dalam syariah tergolong berat karena merusak kepercayaan sosial,” tegas Dr. Bukhari, M.H., C.M., Konsultan Hukum dan Akademisi UIN Lhokseumawe, Sabtu (9/8/2025).
Menurut Dr Bukhari, pelaku memenuhi unsur ghurur (penipuan) dan tazwir (pemalsuan), dua tindak pidana serius dalam hukum Islam. Jika terbukti, ia dapat dijatuhi hukuman cambuk, penjara, dan denda, tergantung putusan mahkamah syar’iyah.
Selain itu, korban berhak menuntut ta’widh (ganti rugi). Jika pelaku tak mampu membayar, menurut aturan di Aceh, negara dapat memfasilitasi restitusi melalui lembaga terkait.
Baca juga: Meriahkan HUT RI, Capella Bagi Ratusan Bendera Merah Putih di Lhokseumawe
“Di sisi hukum positif, IKN juga bisa dijerat pasal berlapis, mulai dari Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 372 tentang penggelapan, hingga Pasal 263 tentang pemalsuan dokumen. Bila terbukti menyamar sebagai aparat, hukumannya lebih berat karena menyalahgunakan atribut negara,” jelasnya
Meski dalam Islam dikenal konsep sulh (penyelesaian damai), Bukhari menegaskan bahwa untuk kasus penipuan massal dan menyangkut kepentingan publik, sulh tidak dapat menghentikan proses hukum.
“Sulh boleh dilakukan, tapi proses hukum tetap harus berjalan demi efek jera. Kasus seperti ini menyentuh kepentingan masyarakat luas,” ujar Dosen Pidana Islam UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe.
Bukhari juga menyoroti lemahnya literasi hukum di kalangan masyarakat, khususnya di desa.
Ia menyarankan agar ulama, tokoh gampong, dan lembaga pendidikan lebih aktif mengajarkan prinsip tabayyun (verifikasi) agar warga tidak mudah tertipu rayuan atau penampilan seseorang.
“Jangan silau dengan seragam atau gelar. Islam mengajarkan kita untuk memeriksa kebenaran setiap klaim. Lindungi diri dengan ilmu, iman, dan akhlak,” pungkasnya.
Baca juga: Kapolres Nagan Raya Serahkan Sembako kepada Warga Kurang Mampu di Tadu Raya
Kasus ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk lebih waspada terhadap penyalahgunaan identitas aparat.
Pengawasan terhadap atribut negara, penegakan hukum ta’zir, dan edukasi masyarakat perlu dilakukan secara menyeluruh agar kasus serupa tidak terulang. (*)
Wali Kota Lhokseumawe Sayuti Abubakar Raih BAZNAS Award 2025, Ini Sebabnya |
![]() |
---|
Baru 4 Gampong di Lhokseumawe Tuntas Cairkan Dana Desa Tahap II Tahun 2025 |
![]() |
---|
Kapal Perang Banda Aceh Kirim Alutsista Baru Ke Pangkalan TNI AL Lhokseumawe |
![]() |
---|
Dugaan Korupsi di KEK Arun, Jaksa Sita Sejumlah Aset PT Patna, Termasuk Uang |
![]() |
---|
Mubadala Energy Paparkan Rencana Kerja Strategis bersama Pemko Lhokseumawe dan SKK Migas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.