Perjalanan Kasus Kopda Bazarsah Tembak Mati 3 Polisi di Way Kanan hingga Divonis Mati

Motif berencana dinilai tidak cukup bukti karena aksi terjadi akibat kepanikan saat penggerebekan. 

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA
DIVONIS MATI - Kopda Bazarsah usai menjalani sidang di Pengadilan Militer 1-04 Palembang. Dalam sidang tersebut ia dijatuhi vonis hukuman mati, Senin (11/8/2025). 

Keluarga korban minta Kopda Bazarsah dihukum mati

Keluarga korban sebelumnya mendesak majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman mati kepada terdakwa.

Sasnia, istri Kapolsek Negara Batin AKP Anumerta Lusiyanto, mengungkapkan bahwa pihak keluarga telah mengirim surat kepada Oditur Militer untuk dapat memberikan kesaksian langsung. 

“Kami mau menjadi saksi, kami ingin meminta keadilan,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (30/6/2025). 

Milda Dwi Ani, istri Bripka Petrus Apriyanto, juga menyampaikan keinginan serupa demi membuka kasus ini secara transparan.

Pengadilan Militer I-04 Palembang pun akhirnya menjatuhkan vonis mati kepada Kopral Dua (Kopda) Bazarsah atas kasus penembakan yang menewaskan tiga anggota polisi di Way Kanan.

Kopda Bazarsah ajukan banding

Menanggapi vonis mati yang dijatuhkan, Kopda Bazarsah melalui kuasa hukumnya resmi mengajukan banding.

Putusan atas permohonan banding tersebut dijadwalkan pada Selasa, 19 Agustus 2025. 


Jika dikabulkan, perkara akan dikembalikan ke Pengadilan Tinggi Militer I Medan untuk proses lebih lanjut. 

“Putusan ini tadi sudah kami lihat. Kami, tim kuasa hukum dan terdakwa, akan mengajukan banding sebagaimana merupakan hak bagi terdakwa,” ujar Kuasa Hukum Kopda Bazarsah, Kolonel CHK Amir Welong, seusai sidang di Pengadilan Militer I-04 Palembang dikutip dari Kompas.com, Senin (11/8/2025).

Amir menjelaskan, pihaknya sependapat dengan majelis hakim bahwa perkara ini tidak memenuhi unsur pembunuhan berencana sebagaimana diatur Pasal 340 KUHP. 

Namun, ia menilai penerapan pasal berlapis Pasal 338 KUHP ayat 1 ke-1 tentang pembunuhan, UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata api dan tajam ilegal, serta Pasal 303 KUHP tentang perjudian yang berujung hukuman mati, dianggap terlalu berat bagi kliennya.

 

 

Dakwaan dan Tuntutan Kopda Bazarsah

Dalam sidang yang digelar pada 11 Juni 2025, oditur militer mengatakan gugurnya tiga polisi anggota Polsek Negara Batin saat penggerebekan judi sabung ayam di Kabupaten Way Kanan, Lampung, pada 17 Maret 2025 akibat ditembak oleh Kopda Bazarsah.

Oditur militer mengungkapkan senjata yang digunakan Kopda Bazarsah adalah laras panjang berjenis campuran atau kanibal SS-1 dan FNC.

Adapun senjata itu bukan milik Kopda Bazarsah tetapi milik rekan seangkatannya yang sudah meninggal bernama Kopda Zeni Arwanta.

Bazarsah meminjam senjata tersebut untuk berburu rusa pada tahun 2019 dan tidak dikembalikan kepada Kopda Zeni karena sudah meninggal dunia.

Setelah itu, senjata itu digunakannya untuk berjaga-jaga saat menggelar judi sabung ayam dan dadu kuncang.

Sementara awal mula penembakan terjadi ketika kegiatan judi yang dilakukan Kopda Bazarsah dan Peltu Lubis terendus oleh Kapolres Way Kanan AKBP Adanan Mangopang pada 17 Maret 2025 pukul 12.45 WIB.

Lalu, AKBP Mangopang memerintahkan jajarannya untuk melakukan penggerebekan. Dia juga berkoordinasi dengan Kapolsek Negara Batin, AKP Anumerta Lusiyanto.

Saat penggerebekan dilakukan, ada 16 anggota gabungan Polres Way Kanan dan Polsek Negara Batin yang terjun ke lokasi.

Namun, tiba-tiba, terdengar kericuhan dan adanya tembakan peringatan dari anggota polisi yang melakukan penggerebekan.

Selanjutnya, Kopda Bazarsah segera mengambil senjata miliknya dari kursi plastik.

Kemudian, dia sempat mengeluarkan tembakan ke atas. Tetapi ketika anak buah AKP Lusiyanto, Bripka Petrus Apriyanto, mendekat, lalu Kopda Bazarsah melepaskan tembakan sebanyak dua kali ke arah korban.

Kopda Bazarsah lantas turut menembak AKP Lusiyanto saat mencoba melarikan diri. Dirinya pun sempat terjatuh saat kabur dan membuat senjata miliknya lepas dari tangannya.

Dia lantas mengambilnya dan langsung menembak anak buah AKP Lusiyanto lainnya yakni Bripda Anumerta Ghalib Surya Ganta. Ketiga orang yang ditembak itu pun tewas di lokasi.

Setelah kabur, terdakwa berjalan sejauh empat kilometer dari lokasi sabung ayam dan meninggalkan senjatanya di pohon akasia. Ia kemudian meminta temannya untuk menjemputnya di kebun tebu dekat rawa-rawa sekitar pukul 19.00 WIB.

Setelah pulang, Kopda Bazarsah memutuskan untuk menyerahkan diri ke Kodim 0427/Way Kanan dan selanjutnya dibawa ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) II/3 Lampung.

Dalam kasus ini, Kopda Bazarsah didakwa melakukan tiga tindak pidana yakni pembunuhan berencana, kepemilikan senjata ilegal, dan mengelola judi tanpa izin.

Sehingga oditur pun menuntut agar terdakwa dijatuhi vonis hukuman mati dan dipecat sebagai prajurit TNI.

"Menyatakan perbuatan terdakwa Kopda Bazarsah terbukti sebagaimana tiga dakwaan pasal primer. Maka dari itu kami menuntut terdakwa dihukum mati, lalu memberikan pidana tambahan yakni dipecat dari TNI," ujar oditur dalam sidang tuntutan yang digelar pada 22 Juli 2025 lalu.

Luka Fatal Diderita 3 Korban usai Ditembak Kopda Bazarsah

Pada sidang yang digelar pada 7 Juli 2025, saksi ahli yaitu dokter forensik dari RS Bhayangkara Lampung, Catrina Andriyani, menyebut AKP Lusiyanto tewas karena adanya beberapa luka tembak dan serpihan proyektil di tubuhnya.

Secara detail, Catrina menjelaskan AKP Lusiyanto mengalami perdarahan ringan di paru-paru sebelah kanan dan serambi kanan jantung. Serta adanya kolaps dan pendarahan masif pada paru-paru kirinya.

Kemudian, terkait serpihan proyektil peluruh ditemukan di sela iga ke-10 kiri belakang dan penggantung usus (masing-masing 2 buah), satu proyektil utuh di otot sela iga ke-12 kiri belakang, berukuran panjang 1,7 cm, lebar 6 mm di bagian bawah, dan 2 mm di bagian atas dan erpihan proyektil tambahan berukuran 1 cm x 6 mm.

Pada pemeriksaan luar, juga ditemukan luka memar dan bengkak di kepala kiri, lengan kanan atas, siku kanan, serta luka terbuka di dada kanan yang sesuai dengan luka tembak masuk.

"Pemeriksaan dalam menunjukkan luka robek pada serambi kanan jantung, cairan darah di rongga dada kanan dan kiri, serta luka tembak yang menembus paru hingga ke jantung dan tulang belakang," jelasnya.

Catrina mengungkapkan penyebab pasti kematian AKP Lusiyanto karena adanya perdarahan di rongga dada akibat ditembak Kopda Basarsyah dari jauh.

"Penyebab pasti kematian adalah perdarahan masif di rongga dada akibat tembakan senjata api di dada kanan, dari jarak jauh," jelasnya.

Pada sidang yang sama, saksi ahli lain yakni rekan Catrina di RS Bhayangkara Lampung, I Putu Swartawa, mengungkapkan luka yang diderita Aipda Petrus dan Bripda Ghalib.

Adapun Aipda Petrus tewas akibat ditembak dari jarak dekat hingga mengenai kelopak mata kirinya hingga menembus ke otak.

"Luka tembak menembus bola mata, mengenai otak besar, otak kecil, dan batang otak. Hal ini mengakibatkan perdarahan rongga kepala dan menyebabkan kematian," ujarnya.

Sementara, kematian Bripda Ghalib akibat peluru yang dilesakan oleh Kopda Basarzah dan menembus ke beberapa bagian tubuh seperti rahang kiri hingga batang otak.

"Peluru menembus otot bibir, rahang kiri bawah, batang otak, tulang gondok, hingga tulang dada, dan akhirnya berhenti di sela iga kanan bagian belakang."

"Panjang saluran luka mencapai 19 sentimeter dengan sudut tembakan sekitar 25 derajat," jelasnya.

 

Baca juga: Harga Emas Hari Ini Anjlok, Warga Lhokseumawe Ramai-ramai Beli

Baca juga: Bupati Pidie Usulkan Tenaga Honorer Jadi PPPK Paruh Waktu, Ini Kategori Sesuai Kemenpan RB

Baca juga: TNI dan Legislator di Aceh Tamiang Patroli ke Pelosok Desa Bagikan Bendera Merah Putih

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved