KUPI BEUNGOH

20 Tahun Damai Aceh, Mengenang Dokter Muhammad Jailani, Penebar Senyum Menyembuhkan

Almarhum dr. Muhammad Jailani telah pergi. Tetapi setiap akhir pekan di ruang operasi Rumah Sakit Malahayati, senyuman anak-anak bibir sumbing terus

|
Editor: Nur Nihayati
For Serambinews.com
Prof Dr dr Rajuddin, SpOG(K), Subsp FER, Guru Besar Fakultas Kedokteran USK dan Sekretaris ICMI Orwil Aceh   

Oleh: Prof.Dr.dr. Rajuddin, SpOG(K).,Subsp.FER *)

NAMA dr. Muhammad Jailani mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh politik atau selebriti nasional, tetapi di kalangan anak-anak penderita bibir sumbing di Aceh, namanya dikenang bak pahlawan.

Ia bukan hanya seorang dokter bedah plastik rekonstruksi estetik, tetapi juga simbol dari pengabdian tulus yang menjelma menjadi ribuan senyum baru anak Indonesia khususnya di Aceh. 

Dalam senyap, ia bekerja jauh dari sorot kamera, jauh dari panggung penghargaan. Namun jejak langkahnya membekas kuat dalam hati mereka yang pernah disentuhnya, langsung maupun tidak langsung.

Ia memilih jalan sunyi, mengabdi tanpa pamrih, untuk satu tujuan mulia yaitu mengembalikan harapan pada wajah-wajah kecil yang pernah kehilangan percaya diri.

Dokter spesialis bedah plastik, dr Muhammad Jailani SpBE-RE (K) menggendong seorang balita, sesaat seusai menjalani operasi bibir sumbing di RSU Malahayati, Banda Aceh, Minggu (30/5/2021).
Dokter spesialis bedah plastik, dr Muhammad Jailani SpBE-RE (K) menggendong seorang balita, sesaat seusai menjalani operasi bibir sumbing di RSU Malahayati, Banda Aceh, Minggu (30/5/2021). (IST)

Dalam dunia medis yang sarat dengan komersialisasi, langkah hidup dr. Jailani terasa seperti angin segar yang menyejukkan nurani. Ketika praktik kesehatan sering kali dikaitkan dengan tarif dan paket tindakan, ia hadir sebagai antitesis dari sistem yang kerap tak ramah bagi kaum miskin.

Ia menolak menjadikan pelayanan medis sebagai ladang bisnis, dan justru menjadikan keterampilan bedahnya sebagai bentuk ibadah. 

Bagi dr. Jailani, mengoperasi anak-anak bibir sumbing bukanlah tugas rutin atau sumber penghasilan, melainkan jalan pengabdian yang penuh keberkahan.

Ia menyentuh bukan hanya tubuh, tetapi jiwa yang membalut luka fisik dan merawat trauma psikologis menyertai kondisi tersebut.

Kisah hidup dr. Jailani adalah pelajaran bagi kita semua, tentang dedikasi yang melampaui profesi, tentang keberanian melawan arus sistem materialistik, dan tentang kekuatan amal yang menyembuhkan luka tak kasat mata.

Ia mengajarkan bahwa menjadi dokter bukanlah soal titel atau gelar, tetapi soal tanggung jawab moral terhadap sesama manusia. 

Ia memperlihatkan bahwa dalam dunia yang serba hitung-hitungan, masih ada ruang untuk bekerja dengan hati.

Dan dari ruang itulah lahir ribuan senyum, ribuan harapan baru, dan ribuan anak-anak Aceh yang kini menatap masa depan tanpa rasa malu. Itulah warisan sejati seorang dokter Muhammad Jailani.

Setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran spesialis bedah plastik di Surabaya, dr. Muhammad Jailani mengambil keputusan besar, pulang ke Aceh tanah kelahirannya, pada tahun 2002.

Banyak dokter memilih untuk bertahan di kota besar, membuka praktik privat, atau mengejar karier akademik. Ia memilih untuk kembali, bukan sekadar membuka praktik, tapi untuk mengubah hidup anak-anak Aceh dengan kondisi bibir sumbing. 

Social Worker Smile Train Indonesia Area Aceh, Rahmad Maulizar, bersama dokter Jailani, istrinya, Noviani foto bersama dokter spesialis bedah plastik, dr Muhammad Jailani SpBE-RE (K)
Social Worker Smile Train Indonesia Area Aceh, Rahmad Maulizar, bersama dokter Jailani, istrinya, Noviani foto bersama dokter spesialis bedah plastik, dr Muhammad Jailani SpBE-RE (K) (DOKUMEN RAHMAD MAULIZAR)
Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved