KUPI BEUNGOH
20 Tahun Damai Aceh, Mengenang Dokter Muhammad Jailani, Penebar Senyum Menyembuhkan
Almarhum dr. Muhammad Jailani telah pergi. Tetapi setiap akhir pekan di ruang operasi Rumah Sakit Malahayati, senyuman anak-anak bibir sumbing terus
Oleh: Prof.Dr.dr. Rajuddin, SpOG(K).,Subsp.FER *)
NAMA dr. Muhammad Jailani mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh politik atau selebriti nasional, tetapi di kalangan anak-anak penderita bibir sumbing di Aceh, namanya dikenang bak pahlawan.
Ia bukan hanya seorang dokter bedah plastik rekonstruksi estetik, tetapi juga simbol dari pengabdian tulus yang menjelma menjadi ribuan senyum baru anak Indonesia khususnya di Aceh.
Dalam senyap, ia bekerja jauh dari sorot kamera, jauh dari panggung penghargaan. Namun jejak langkahnya membekas kuat dalam hati mereka yang pernah disentuhnya, langsung maupun tidak langsung.
Ia memilih jalan sunyi, mengabdi tanpa pamrih, untuk satu tujuan mulia yaitu mengembalikan harapan pada wajah-wajah kecil yang pernah kehilangan percaya diri.

Dalam dunia medis yang sarat dengan komersialisasi, langkah hidup dr. Jailani terasa seperti angin segar yang menyejukkan nurani. Ketika praktik kesehatan sering kali dikaitkan dengan tarif dan paket tindakan, ia hadir sebagai antitesis dari sistem yang kerap tak ramah bagi kaum miskin.
Ia menolak menjadikan pelayanan medis sebagai ladang bisnis, dan justru menjadikan keterampilan bedahnya sebagai bentuk ibadah.
Bagi dr. Jailani, mengoperasi anak-anak bibir sumbing bukanlah tugas rutin atau sumber penghasilan, melainkan jalan pengabdian yang penuh keberkahan.
Ia menyentuh bukan hanya tubuh, tetapi jiwa yang membalut luka fisik dan merawat trauma psikologis menyertai kondisi tersebut.
Kisah hidup dr. Jailani adalah pelajaran bagi kita semua, tentang dedikasi yang melampaui profesi, tentang keberanian melawan arus sistem materialistik, dan tentang kekuatan amal yang menyembuhkan luka tak kasat mata.
Ia mengajarkan bahwa menjadi dokter bukanlah soal titel atau gelar, tetapi soal tanggung jawab moral terhadap sesama manusia.
Ia memperlihatkan bahwa dalam dunia yang serba hitung-hitungan, masih ada ruang untuk bekerja dengan hati.
Dan dari ruang itulah lahir ribuan senyum, ribuan harapan baru, dan ribuan anak-anak Aceh yang kini menatap masa depan tanpa rasa malu. Itulah warisan sejati seorang dokter Muhammad Jailani.
Setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran spesialis bedah plastik di Surabaya, dr. Muhammad Jailani mengambil keputusan besar, pulang ke Aceh tanah kelahirannya, pada tahun 2002.
Banyak dokter memilih untuk bertahan di kota besar, membuka praktik privat, atau mengejar karier akademik. Ia memilih untuk kembali, bukan sekadar membuka praktik, tapi untuk mengubah hidup anak-anak Aceh dengan kondisi bibir sumbing.

Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.