HUT RI
Safaruddin Sebut Nama Pahlawan Teungku Peukan & Teuku Ben Mahmud Saat Hening Cipta HUT Ke-80 RI
Lantas siapa Teungku Peukan dan Teuku Ben Mahmud yang disebut Bupati Safaruddin saat hendak heningkan cipta?
Penulis: Masrian Mizani | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Masrian Mizani I Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE – Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) Dr. Safaruddin, SSos, MSP bertindak sebagai Inspektur Upacara pengibaran bendera merah putih pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, yang berlangsung di lapangan Persada, Gampong Keude Siblah, Kecamatan Blangpidie, kabupaten setempat, Minggu (17/8/2025).
Pada momen sakral tersebut, yaitu saat hendak mengheningkan cipta, Bupati Safaruddin menyebutkan dua nama pahlawan Abdya, yaitu Teungku Peukan dan Teuku Ben Mahmud, dan juga para pahlawan kemerdekaan republik Indonesia lainnya.
Lantas siapa Teungku Peukan dan Teuku Ben Mahmud yang disebut Bupati Safaruddin saat hendak heningkan cipta?
Informasi dihimpun Serambinews.com dari berbagai sumber, Teungku Peukan adalah seorang ulama kharismatik dan pejuang dari daerah Manggeng, Aceh Barat Daya (dulu bagian dari Aceh Selatan).
Baca juga: Ini Profil Teungku Peukan, Pahlawan Abdya yang Makamnya Diziarahi Bupati
Teungku Peukan yang memimpin perlawanan terhadap kolonial Belanda. Ia lahir pada tahun 1886, anak dari Teungku Adam (Keuchik Adam bin Teungku Padang Ganting) dan Siti Zulaikha.
Perjuangan dan Pengorbanannya
Pada dini hari Jumat, 11 September 1926, Teungku Peukan bersama pasukannya menyerang tangsi Belanda di Blangpidie setelah melakukan wirid dan zikir bersama di Meunasah Ayah Gadeng, Manggeng.
Pasukan Belanda yang tak siap menghadapi serangan fajar ini, panik. Namun, saat Teungku Peukan mengumandangkan azan kemenangan, ia ditembak oleh salah seorang tentara Belanda dan syahid saat itu juga.
Ia dimakamkan di halaman Masjid Jamik Baitul Adhim, Blangpidie.
Nama Teungku Peukan diabadikan sebagai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Abdya sebagai penghormatan atas jasanya.
Selain itu, kisah perjuangannya juga dibahas dalam berbagai penelitian sejarah, seperti karya Hasbullah (2009) mengenai peristiwa 11 September 1926, yang menyorot keberanian dan kesalehannya sebagai pemimpin spiritual dan pejuang masyarakat Manggeng.
Sosok Teuku Ben Mahmud
Dikutip Artikel Aufar Hidayat sebagai Tim Peneliti Pengkaji Gelar Kabupaten (TP2GK) Aceh Barat Daya (Abdya), Teuku Ben Mahmud adalah seorang Uleebalang pertama Blangpidie yang secara resmi mendapatkan sarakata secara langsung dari Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah pada tahun 1882 dengan gelar “Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Radja”.
Gelar "Bentara" yang disandangnya menunjukkan statusnya sebagai seorang pemimpin militer pada masa Kesultanan Aceh.
Dalam buku Qanun Meukuta Alam menyebutkan bahwa gelar Bentara adalah salah satu pangkat yang membantu Sultan di bidang militer. Jika dalam struktur angkatan bersenjata saat ini, Bentara setara dengan pangkat kolonel.
Menariknya, penunjukkan Teuku Ben Mahmud sebagai Uleebalang (kepala daerah tingkat Kabupaten) di usia 22 tahun oleh Sultan Aceh.
Meskipun di dalam Qanun Meukuta Alam disebutkan bahwa syarat menjadi seorang pemimpin harus berusia 40 tahun, menunjukkan adanya pengecualian yang signifikan bagi Teuku Ben Mahmud.
Pengecualian ini membuktikan bahwa Teuku Ben Mahmud memiliki potensi luar biasa yang diakui Sultan Aceh dan masyarakatnya.
Bahkan dalam sistem yang biasanya mengutamakan kestabilan emosional dan kematangan usia, justru kemampuannya diakui sebagai hal yang penting dalam memimpin.
Maka sultan Aceh, sebagai pemimpin bijaksana, tentu tidak sembarangan memberikan kepercayaan kepada seseorang untuk memimpin suatu wilayah.
Pada situasi sulit akibat kedatangan Belanda ke Aceh pada tahun 1873, Teuku Ben Mahmud justru menunjukkan sikap perlawanannya yang pantang menyerah dalam menghadapi penjajahan.
Ia tidak pernah tunduk pada kekuasaan Belanda, meskipun posisinya sebagai Uleebalang bisa saja memberinya keuntungan dalam situasi yang sulit.
Keberanian dan keteguhan hatinya dalam melawan penjajah telah menjadi inspirasi bagi penerusnya terutama bagi pahlawan di Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan seperti Teuku Cut Ali, Teuku Raja Angkasah, Teungku Peukan, Panglima Raja Lelo, dan lainnya.
Dalam buku “Teuku Bentara Mahmud Setia Radja; Pahlawan Besar Perang Aceh” menyebutkan bahwa Teuku Ben Mahmud dikenal sebagai sosok heroik yang sangat berpengaruh dan dihormati oleh para pejuang Aceh, namun dicap radikal oleh militer Belanda karena menganggap daerah yang dipimpinnya sangat menakutkan.
Perlawanannya tidak hanya terjadi di Blangpidie, tetapi juga meluas hingga ke Seunagan, Hulu Singkil, Tanah Gayo, Alas, dan Tanah Batak membantu perjuangan Sisingamangaraja XII dan Sultan Aceh di Keumala.
Selama lebih dari sepuluh tahun, Teuku Ben Mahmud memimpin perlawanan terhadap Belanda, yang membuat mereka kesulitan menghadapi serangan dari pasukannya yang dikenal dengan sebutan “Klewang”, bahkan Belanda memberi julukan kepada Teuku Ben Mahmud sebagai “Gerilyawan Berkaliber Internasional”.
Teuku Ben Mahmud adalah tokoh yang sudah lama menjadi target operasi Belanda. Hal ini dibuktikan dalam makalahnya Said Abu Bakar bahwa pada tahun 1900, Teuku Ben Mahmud menolak memberikan pengakuan tunduk terhadap Belanda.
Perihal ini juga diperkuat dalam bukunya Drs M Thamrin Z, bahwa Teuku Ben Mahmud sendiri sangat anti pada Raja-Raja kecil yang menerima baik kedatangan Belanda dan menandatangani Korte Verklaring.
Teuku Ben Mahmud turun gunung akibat adanya beberapa orang pengkhianat yang memberitahukan tempat persembunyian anak, istri dan cucunya. Sehingga Belanda mengambil keluarga Teuku Ben Mahmud sebagai sandera.
Pada tahun 1908 Teuku Ben Mahmud turun gunung dengan memainkan siasat seolah-olah menjadi tahanan politik Belanda. Padahal dibalik itu semua Teuku Ben Mahmud masih melakukan komunikasi dengan pejuang Aceh dan membunuh semua orang-orang yang berkhianat kepadanya.
Oleh karena itu, siasat yang dimainkan oleh Teuku Ben Mahmud berjalan selama tiga tahun dan baru diketahui oleh Belanda pada tahun 1911 yang mengakibatkan Teuku Ben Mahmud dijatuhi hukuman pengasingan ke Maluku Utara.
Selama di pengasingan, Teuku Ben Mahmud tetap terus melancarkan serangan kepada Belanda, disana yang dibantu oleh mantan panglimanya Teungku Idris yang lebih dahulu dibuang oleh Belanda ke Ternate. Perjuangan Teuku Ben Mahmud terus berkobar sampai dengan awal kemerdekaan Indonesia.
Sehingga TP2GK Aceh Barat Daya menjulukinya sebagai Pahlawan tiga masa; Perang Aceh, Belanda dan Jepang di Halmahera.
Pasca kemerdekaan 1945, sikap nasionalisme Teuku Ben Mahmud terus ia tunjukkan dalam kesehariannya selama di Halmahera dengan menempelkan bendera merah putih di kemeja yang selalu ia gunakan.
Selain itu, Teuku Ben Mahmud juga tidak suka melihat orang yang memakai topi karena dianggap sebagai bagian dari budaya Eropa. Ia lebih menganjurkan untuk memakai songkok sebagai lambang nasionalis dan agamis.
Sikap nasionalisme itu terus ia pertahankan sampai ia wafat pada hari kamis sore tanggal 28 Maret 1974 dalam usia 114 tahun.
Pemakaman Teuku Ben Mahmud juga dilakukan secara militer sebagai penghormatan terakhir yang diperuntukkan bagi setiap prajurit TNI-RI atau pahlawan saat ia meninggal dunia, dan juga sebagai bentuk penghargaan dari negara atas jasa-jasa serta darma bakti kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas jasanya, Tim Peneliti Pengkaji Gelar Kabupaten (TP2GK) Aceh Barat Daya (Abdya) didampingi Pakar Antropologi Aceh Dr Muhajir Al-Fairusy MA telah menyerahkan berkas pengusulan calon Pahlawan Nasional Teuku Ben Mahmud (CPN) ke Dinas Sosial (Dinsos) Aceh pada, Senin (24/2/2025) lalu.(*)
Daftar 25 Resto yang Adakan Promo Kemerdekaan 2025, Ada Mie Gacoan, Marugame Udon, Hingga Pizza Hut |
![]() |
---|
Kapolres Nagan Raya Bagikan Bendera Merah Putih ke Pengendara Sambut HUT RI |
![]() |
---|
Lanal Sabang Mantapkan Fisik dan Mental Paskibraka Jelang HUT RI Ke-80 |
![]() |
---|
BPIP Tetapkan 30 Pelajar Anggota Paskibraka Sabang 2025 |
![]() |
---|
Momen Danrem Lilawangsa Ikut Lomba Tarik Tambang Sampai Terjungkal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.