Polemik Ijazah Jokowi

Dokter Tifa Syok Ijazah Jokowi Tak Ada Lagi di Polda Metro Jaya: Harusnya Transparan

Dokter Tifa alias Tifauzia Tyassuma mengaku syok saat mengetahui ijazah Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo sudah tidak ada di Polda Metro Jaya

|
Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/BAHARUDIN AL FARISI
Dokter Tifa alias Tifauzia Tyassuma memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan sebagai terlapor terkait kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, Kamis (21/8/2025). (KOMPAS.com/BAHARUDIN AL FARISI) 

SERAMBINEWS.COM - Tifauzia Tyassuma atau akrab disapa Dokter Tifa sempat menolak menjawab pertanyaan dari penyidik saat menjalani pemeriksaan sebagai terlapor terkait kasus tudingan ijazah palsu Jokowi di Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kamis (21/8/2025).

 Sebab, ijazah Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) tidak diperlihatkan langsung saat pemeriksaan dirinya.

Dokter Tifa alias Tifauzia Tyassuma mengaku syok saat mengetahui ijazah Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), telah dikirimkan dari Polda Metro Jaya ke Mabes Polri.

“Jadi saya akan menjawab pertanyaan yang disampaikan dengan syarat, ‘Ijazah asli atau ijazah dari Joko Widodo ada di meja ini’,” kata Dokter Tifa usai menjalani pemeriksaan.

“Nah ternyata ada sebuah jawaban yang membuat saya surprise. Karena ternyata kata pemeriksa saya, pemeriksa saya itu sampaikan bahwa ijazah itu sudah tidak ada lagi di Polda Metro Jaya,” ucap dia melanjutkan.

Menurut Dokter Tifa, informasi ini tidak pernah disampaikan polisi kepada media massa.

Sebab, fisik ijazah yang diberikan Jokowi sebagai barang bukti dalam laporan polisinya sudah berada di Mabes Polri.

“Kita semua tidak tahu. Dan posisi dari ijazah itu sekarang ada di Mabes dan sedang atau sudah dilakukan uji forensik,” tegas dia.

Karena itu, ia malah mencecar sejumlah pertanyaan kepada penyidik Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

“Harusnya kan secara transparan Polda Metro Jaya harus sampaikan dong bahwa si ijazah itu sudah tidak ada di sini. Nah kalau memang demikian, ya tidak ada relevansinya untuk bertanya kepada kita,” tegas dia.

Diketahui, Dokter Tifa memenuhi panggilan penyidik Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya sebagai terlapor terkait kasus tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo.

Sebelum menjalani pemeriksaan, Dokter Tifa terlihat membawa buku “Jokowi’s White Paper” karya Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Dokter Tifa.

Dalam wawancara dengan awak media sebelum pemeriksaan, Dokter Tifa tidak menjelaskan mengapa ia membawa buku tersebut. Namun, ia sempat menyinggungnya.

“Apa saya menghasut dan sebagainya? Membuat ujaran kebencian? Itu enggak ada faktanya sama sekali dengan yang saya lakukan,” kata Tifa di Polda Metro Jaya, Kamis (21/8/2025).

“Masyarakat awam itu tahu bahwa saya bertiga itu melakukan penelitian dan hasilnya sudah kami bukukan di sini, di buku Jokowi's White Paper,” tambah dia.

Dalam kesempatan ini, Dokter Tifa mengungkapkan bahwa pembuatan buku “Jokowi’s White Paper” memang sudah terencana sejak awal.

Menurut dia, penerbitan buku “Jokowi’s White Paper” penting untuk pemahaman masyarakat Indonesia.

“Karena kami tadinya mau publikasi ilmunya di jurnal internasional. Tetapi karena mengingat bahwa masyarakat itu perlu tahu. Hasil dari penelitian kami terkait dengan dokumen dan perilaku. Yaudah kita bukukan,” tegas dia.

Baca juga: Jika Ditetapkan Tersangka dalam Kasus Ijazah Jokowi, Abraham Samad Siap Melawan

Keyakinan Kubu Roy Suryo Cs Tak Bersalah di Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi

Sebanyak 12 terlapor yakin tidak bersalah dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, yang tengah bergulir di Polda Metro Jaya.

Eks Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, misalnya, percaya ia bakal lolos dari jeratan hukum yang menyangkakan para terlapor.

"Lah iya (percaya diri tidak bersalah). Kalau orang yang salah itu kan harusnya yang punya ijazah dan skripsi yang ditengarai 99,9 persen palsu," kata Roy Suryo di Polda Metro Jaya, Rabu (20/8/2025).

Mantan politikus Partai Demokrat itu menilai laporan terhadap dirinya dan 11 orang lainnya adalah kekeliruan.

“Sebuah laporan yang salah, laporan yang konyol, banyak sekali kesalahan," ujar dia.

Tak layak dipenjara

Sementara, advokat Kurnia Tri Royani mengeklaim bahwa ia dan 11 terlapor dalam kasus tudingan ijazah palsu Jokowi tidak pantas dipenjara.

 
“Sebagai anak bangsa, kami mengatakan, tidak ada satu pun di antara kami yang takut dipenjara, tapi tidak pantas kami dipenjara,” kata Kurnia di Polda Metro Jaya, Rabu (20/8/2025).

Ia justru berpendapat bahwa ada seseorang yang lebih layak mendekam di balik jeruji besi karena tidak memiliki ijazah asli, tetapi dapat menjadi kepala negara. 

Menurut Kurnia, hal tersebut berdampak pada hilangnya kesempatan anak bangsa untuk menjadi pemimpin Tanah Air.

“Ada banyak anak bangsa yang baik, yang hebat, yang pintar yang cerdas, yang semuanya itu sesungguhnya tidak bisa dibandingkan dengan apa yang dia dapatkan pada hari ini,” tegas dia.

Kriminalisasi dan pembungkaman

Terlapor lain yang merupakan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai bahwa pemanggilannya dalam kasus ini merupakan salah satu bentuk kriminalisasi.

“Ini adalah salah satu bentuk kriminalisasi terhadap pembungkaman kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi," ujar Abraham di Polda Metro Jaya, Rabu (13/8/2025).

Abraham juga menilai, pemanggilannya dalam kasus tudingan ijazah palsu merupakan upaya pembatasan ruang demokrasi. 

"Oleh karena itu, menurut saya, peristiwa ini bukan tentang saya, tapi tentang nasib dan masa depan demokrasi, terlebih lagi masa depan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kira-kira seperti itu," kata dia.

KKN Jokowi

Di sisi lain, terlapor dokter Tifauzia Tyassuma atau akrab disapa dokter Tifa mempertanyakan waktu pelaksanaan kuliah kerja nyata (KKN) Jokowi dan kelulusan yang tercatat pada tahun yang sama.

Ia lantas membuat analisis untuk mencocokkan dokumen ijazah dengan perilaku, pernyataan, atau pendapat yang pernah disampaikan oleh Jokowi.

Tujuannya untuk mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian, seperti inkonsistensi, inkoherensi, atau bentuk inapropriasi lainnya.

“Seperti misalnya inkonsistensi itu pada KKN (kuliah kerja nyata). Bareskrim mengatakan, KKN itu terjadi pada akhir 1983. Ternyata, yang bersangkutan mengatakan awal tahun 1985,” kata dokter Tifa di Polda Metro Jaya, Jumat (11/7/2025).

 
Temuan tersebut dikaitkan dengan tanggal wisuda Jokowi yang tercantum dalam ijazah, yakni pada November 1985.

“Inkoheren dengan KKN awal 1985. Sebab, tidak mungkin kalau mahasiswa UGM itu awal 1985 baru KKN, lalu November 1985 juga sudah wisuda,” ujar dia.

Dokter Tifa menjelaskan, ketidakcocokan dalam data tersebut menjadi dasar dari obyek penelitiannya terhadap dugaan ijazah palsu.

“Di situlah saya berperan untuk melakukan itu. Dan kemudian penelitian saya ini juga tidak cuma terhadap perilaku yang terlihat pada video maupun media-media,” ungkap dia.

“Tapi juga pada pernyataan-pernyataan verbal, tapi juga pada data sains. Jadi, kita ini tidak boleh menafikan ya sekarang ini dunia digital itu data yang ada pada digital itu adalah bagian dari data sains,” tambah dia.

Kasus tudingan ijazah palsu

Adapun Polda Metro Jaya meningkatkan status kasus tudingan ijazah palsu ke tahap penyidikan usai gelar perkara oleh penyidik Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum pada Kamis (10/7/2025).

Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat ini tengah menangani enam laporan polisi, termasuk laporan yang dibuat oleh Jokowi.

Laporan Jokowi itu terkait pencemaran nama baik dan atau fitnah.

Sementara itu, lima laporan polisi lainnya adalah hasil pelimpahan perkara dari polres ke Polda Metro Jaya. Objek perkara dalam lima laporan tersebut adalah penghasutan.

“Lima laporan terbagi dua. Yang tiga LP sudah ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga naik ke tahap penyidikan. Dan dua laporan lainnya sudah dicabut dan pelapor tidak memenuhi undangan klarifikasi,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary.

Setelah naik status penyidikan, para terlapor dalam perkara ini adalah Eggi Sudjana, Rizal Fadillah, Kurnia Tri Royani, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauzia Tyassuma, Abraham Samad, Mikhael Sinaga, Nurdian Susilo, dan Aldo Husein.

Dalam kasus ini, Jokowi menjerat dengan Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1), dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

 

Baca juga: VIDEO DPW PAN Aceh Salurkan 2.700 Paket Pangan Gratis

Baca juga: Libur Musim Panas, Turis Eropa Ramai-ramai ke Sabang, Ini Keluhan Mereka

Baca juga: Mantan Komisioner KIP Bireuen Dilantik jadi Keuchik Mideun Jok

Sudah tayang di Kompas.com

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved