Jurnalisme Warga
Mi Pangsit Bireuen, Hidangan Mi Tanpa Pangsit
Di Aceh, salah satu hidangan mi yang sukses beradaptasi mengikuti selera masyarakat setempat adalah mi Aceh.
ZAHRATUL FAJRI, S.Psi., Pranata Humas Ahli Pertama Diskominsa Bireuen, alumnus Pelatihan Jurnalistik Gampong Tingkat Lanjut atas prakarsa Diskominsa Bireuen, melaporkan dari Kota Juang
Banyaknya varian hidangan mi di tengah masyarakat kita menjadi salah satu bukti bahwa mi menjadi salah satu pilihan makanan yang cukup banyak peminatnya.
Dikutip dari website National Culinary Service Academy, mi awalnya berasal dari Tiongkok dan tersebar melalui jalur perdagangan dan perantauan etnis Tionghoa. Kemudian, mi beradaptasi dengan bahan dan rempah-rempah lokal, sehingga terciptalah hidangan mi yang memilki karakter khas, menyesuaikan cita rasa masarakat setempat.
Di Aceh, salah satu hidangan mi yang sukses beradaptasi mengikuti selera masyarakat setempat adalah mi Aceh. Menjadi salah satu hidangan ikonik yang sangat merepresentasikan cita rasa masyarakat Aceh, mi Aceh bisa ditemui di berbagai tempat, mulai dari teras-teras warung kopi, restoran ternama, hingga pesisir pantai dan daerah-daerah wisata di Aceh. Bahkan kini, mi Aceh sudah dikenal hingga ke luar Aceh.
Seperti halnya mi Aceh, masyarakat Bireuen khususnya yang berada di daerah kota Bireuen dan sekitarnya, memiliki hidangan mi tersendiri yang selalu dicari dari waktu ke waktu. Etalasenya berjajar di teras-teras warung kopi hingga warung-warung khusus yang hanya menjual mi ini. Masayarakat Bireuen mengenalnya dengan nama mi pangsit, atau lebih lengkapnya “mi pangsit Bireuen”.
Hidangan ini menjadi salah satu hidangan ikonik di Bireuen. Di Kecamatakan Kota Juang, Bireuen, mi pangsit Bireuen sangat mudah ditemukan. Namun, keberadaannya menjadi sulit ditemukan saat kita berada di daerah lain.
Bagi masyarakat kota Bireuen, mi pangsit Bireuen adalah makanan yang melekat dengan kehidupan sehari-hari warganya. Penikmat mi ini berasal dari setiap kalangan usia. Sering kali di pagi hari, dalam perjalanan menuju ke kantor, saya mendapati etalase mi pangsit Bireuen dikerumuni oleh orang tua dengan wadah bekal warna-warni. Pada saat yang sama di dekat mereka beberapa anak kecil dengan seragam TK menunggu. Hal ini mengingatkan saya pada tahun-tahun yang lalu, saat saya masih di usia kanak-kanak. Saat jam istirahat di TK, mi pangsit menjadi menu yang juga selalu hadir di banyak wadah bekal kami ketika itu.
Baru-baru ini, saat menghabiskan petang bersama teman. Kami mendatangi sebuah warung mi pangsit Bireuen yang berada di jalan elak. Sore itu ramai dengan pengunjung, keluarga dengan anak, pasangan, dan sekelompok remaja sebagai pengunjungnya.
“Selalu rame, Kak,” saat itu seorang teman menegaskan dugaan saya. Saat itu, terlintas di benak saya, bagaimana mi pangsit Bireuen senantiasa hadir di tahun-tahun kami bertumbuh. Mi pangsit Bireuen yang awalnya hanya dinikmati sebagai alternatif sarapan di pagi hari, beberapa tahun terakhir mulai dapat dinikmati pada sore hari.
Pertanyaannya, apa yang membuat mi pangsit Bireuen berbeda dari mi pangsit lain di luar sana? Untuk menjawab hal ini, saya akan mulai dari definisi terlebih dahulu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mi pangsit adalah mi yang dimasak, berkaldu, dan dihidangkan dengan pangsit. Sedangkan pangsit adalah makanan yang dibuat dari adonan tepung terigu dan daging cincang, digoreng atau direbus.
Mi pangsit Bireuen adalah mi yang dimasak, lalu dihidangkan dengan kuah kaldu, tetapi tidak dengan pangsit. Tidak dengan pangsit rebus, pangsit goreng, maupun kerupuk pangsit. Mi pangsit Bireuen dihidangkan justru dengan kuah kaldu yang jernih dan bening, dilengkapi dengan ayam giling yang juga terasa gurih. Sebagai pelangkap, mi pangsit Bireuen dihidangkan dengan acar bawang merah, potongan daun seledri atau daun bawang, serta saus cabai. Maka, bila merujuk pada definisi KBBI, mi pangsit jelas kekurangan kondimen untuk disebut sebagai mi pangsit.
Selain itu, hidangan mi pangsit yang umumnya dikenal oleh masyarakat kita adalah definisi dari mi ayam, yaitu mi yang dimasak, berkaldu, dan dihidangkan dengan potongan ayam dan daun sawi hijau. Cita rasanya cenderung manis. Selain itu, kuahnya juga tidak berwarna bening, pengaruh dari bumbu yang digunakan untuk memasak potongan ayam. Hal ini jauh berbeda dengan mi pangsit Bireuen. Maka, tidak heran jika sepulang dari perantauan, umumnya putra-putri Bireuen yang menghabiskan masa kecil dengan menyantap mi pangsit Bireuen akan menyempatkan waktu menikmati kembali hidangan yang satu ini.
Baik secara definisi, maupun secara kelaziman, mi pangsit Bireuen jelas tidak seperti mi pangsit pada umumnya dan juga tidak seperti mi pangsit yang seharusnya. Hal ini disebabkan mi pangsit Bireuen hadir dari hasil adaptasi, mengikuti cita rasa lokal masyarakat kota Bireuen. Bahkan di tahun-tahun ini, mi pangsit Bireuen hadir dengan varian goreng. Meskipun masih sama-sama tidak dilengkapi dengan pangsit, mi pangsit goreng juga memilki penikmatnya sendiri.
Jika mi pangsit kuah memiliki cita rasa yang cenderung gurih dan asin, maka mi pangsit goreng memiliki rasa yang sedikit manis. Rasa manis ini berasal dari kecap yang ditambahkan saat proses penggorengan. Sama seperti varian kuah, mi pangsit goreng juga dilengkapi dengan acar bawang merah, potongan daun seledri atau daun bawang, serta saus cabai. Baik mi pangsit kuah maupun mi pangsit goreng, keduanya memiliki cita rasa yang ringan dan sederhana.
Saat ini, di tengah pesatnya perubahan tren di dunia food and beverage (F&B), mi pangsit Bireuen masih mampu mempertahankan eksisitensinya dengan sangat baik. Hal ini terlihat dari etalase-etalase mi pangsit Bireuen yang masih mengepulkan asap di pagi hari atau di antara antrean-antrean pengunjung di sore hari.
Mi pangsit Bireuen mempertahankan eksistensinya di antara banyaknya gerai makanan ternama dan makanan kekinian yang mulai membuka gerai di kota Bireuen. Lebih jauh lagi, saat ini mi pangsit Bireuen tidak hanya digemari oleh masyarakat setempat, tetapi juga mulai dikenal oleh pendatang-pendatang dari kabupaten tetangga yang menghabiskan waktunya di Bireuen.
Di antara gemerlap pusat perbelanjaan yang memanggil pendatang untuk mampir, atau di antara antrean panjang yang mengular di gerai makan terkenal yang baru buka di pusat kota Bireuen, mi pangsit Bireuen dengan kesederhanaannya mengajak pendatang untuk mampir dan berkenalan dengan cita rasa yang ditawarkan. Seperti rumah yang senantiasa mewadahi perjalanan pulang, pergi, dan segala hal di antara keduanya, mi pangsit Bireuen menyediakan tempat bagi setiap penikmatnya untuk datang mencoba dan kembali kapan pun ia ingin menikmati cita rasanya yang lezat dan mengesankan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.