SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Bupati terpilih Aceh Barat Daya (Abdya), Akmal Ibrahim menuliskan kisah hidup yang dianggapnya paling menyakitkan saat ia akan mengakhiri masa jabatan bupati tahun 2012 yang lalu.
Detik-detik ia akan menjadi warga biasa diceritakan kembali oleh Akmal Ibrahim di dinding facebook miliknya.
Tulisan cukup panjang ini merupakan bagian dari banyak tulisan yang biasa 'dilempar' nya ke media sosial, termasuk saat ini dipenjara atas tuduhan korupsi saat dirinya tidak lagi menjadi bupati.
Akmal Ibrahim, memang rajin ngepos info-info terkini soal Abdya. Bahkan selama di penjara ia juga banyak menulis beragam hal tentang dirinya dan kabupaten Abdya.
Kali ini, jelang dirinya dilantik untuk kali kedua jadi bupati. Ia mengisahkan kembali pengalaman yang menurutnya menyakitkan dan dapat dipetik hikmahnya.
Tulisan itu dibagikan lebih dari 14 kali dan dikomentar sekitar 60 akun hingga Senin (24/7/2017) siang
Di bagian akhir ia menulis pesan, cukup dirinya saja yang mengalami hal itu. Tidak untuk orang lain setelahnya yang pernah menjadi Bupati Abdya.
"Kawan2, sekitar 3 minggu lagi, saya akan dilantik kembali pada jabatan yg sama, menggantikan Pak Jufri yg juga akan berakhir 3 pekan ke depan," tulis Akmal Ibrahim.
Cukup saya sebagai bupati definitif pertama yg mengalami ini, karena kala itu kita masih tahap belajar "berkabupaten".
Berikut tulisan Akmal Ibrahim, sebagaimana ia posting satu hari yang lalu di akun facebook Akmal Ibrahim.
" Ada 3 catatan peristiwa menarik, kadang menyakitkan, dan kadang bernilai hikmah serta pelajaran luar biasa pada hari2 terakhir masa jabatan saya tahun 2012 lalu.
1. Malam terakhir masa jabatan di Simpang Ceurana, muncul panggung caci maki luar biasa. Wajah2 penuh kebencian, dengan suara lantang, menyebut saya sebagai Fir'un, zalim, munafik, fasik, koruptor, termasuk untuk keluarga dan orangtua saya. Ratusan orang menonton orasi caci maki bebas itu dengan segala sorak sorai meriah.
Beberapa hari anak perempuan saya menangis karena sering disindir oleh sebagian teman2nya, hingga tak berani sekolah.
2. Sidang terakhir di DPRK, pak Darmansyah (sekarang masih sebagai ketua golkar abdya), mencecar saya dengan persoalan aset daerah yg saya kuasai, termasuk jumlah sendok di pendopo. Sebab, yg lain semua sudah dikembalikan dan dibuat berita acaranya, entah jumlah sendok ngak cukup. Detil sekali......
Cermatan saya, inilah paripurna pertama di dunia yg membahas pensoalan sendok dalam sidang DPRK.
3. Pagi di Jakarta, saya dapat telepon, beberapa orang pegawai umum, satpol PP, dan orang2 pakaian preman, mendatangi rumah saya di Guhang. Saat itu, anak2 saya sudah berpakaian sekolah ingin berangkat. Mereka menyita satu honda bebek butut dan satu meja makan tua di halaman belakang rumah.
Meja itu biasa dipakai oleh anak2 Satpol PP yg piket di rumah, sedangkan honda dipakai untuk mengantar anak2 sekolah. Penjaga rumah saya minta agar hondanya diserahkan siangnya saja, namun petugas berkeras tak mau. Akhirnya penjaga rumah saya harus lari2 cari becak.
Ternyata honda itu bukan inventaris bupati, tapi PKK, dan penjaga rumah saya masih aktif sebagai bendahara PKK. Mestinya yg sita itu bukan bagian umum dan satpol pp, tapi PKK.
4. Suatu pagi menjelang siang di desa Ikhulung, saya dan teman2 sedang membajak petak terakhir sawah untuk menanam semangka dan bawang, dengan hand traktor yg kami sewa dari seorang warga ikhulung. Seorang berpakaian pegawai datang dan meminta hand traktor. Sementara di pinggir jalan, satpol PP dan sejumlah orang dengan gaya preman, menonton adegan itu.
Terjadi negoisasi dengan pekerja saya, agar kami bisa menyelesaikan petak terakhir, paling satu dua jam lagi. Tidak bisa, ini perintah, kata petugas berpakaian pegawai.
Mulai terjadi pertengkaran. Karena khawatir terjadi perkelahian, saya bilang, kasih saja traktornya, petak sawah terakhir itu kita cangkul saja.
Saya belajar banyak dan mengambil hikmah dari rangkaian peristiwa itu. Alhamdulillah, dalam keseharian saya masih bisa menyalami dan minum kopi bersama dengan orang2 yg menyakiti ini, seperti tak pernah terjadi apa2.
Kawan2, sekitar 3 minggu lagi, saya akan dilantik kembali pada jabatan yg sama, menggantikan Pak Jufri yg juga akan berakhir 3 pekan ke depan.
Cukup saya sebagai bupati definitif pertama yg mengalami ini, karena kala itu kita masih tahap belajar "berkabupaten". Sekarang pasti kita sudah lebih paham sehingga bisa lebih bijak, dan tidak mewariskan dendam pribadi, para pengikut, serta simpatisan kita.
Berbagi sayang, dan merasa-rasa itu pasti lebih baik untuk fondasi kabupaten kita yg masih berusia seumur jagung, agar masa depan yg cerah ini, tidak terus berlepot luka......
Mari merenung dan jujur melakukannya........."